BEM UI Desak Cabut Statuta UI dan Wujudkan Peraturan Internal tentang Kekerasan Seksual

Mahasiswa UI

DEPOK, Jakartaobserver.com- Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengecam tindakan dugaan pembungkaman yang terjadi saat acara Dies Natalis UI yang digelar secara virtual pada Selasa (22/2/2022).
 
Dugaan pembungkaman tersebut terjadi saat mahasiswa ingin menyampaikan aspirasinya terkait Statuta UI dan Implementasi Permendikbud PPKS. Acara Dies Natalis tersebut digelar menggunakan platform Zoom Meeting yang juga disiarkan langsung pada kanal YouTube Universitas Indonesia dan dihadiri rektor UI.
 
Pada saat rektor memberikan sambutannya, sejumlah mahasiswa yang selama ini telah resah dengan berbagai permasalahan dalam Universitas Indonesia pun menyuarakan kegelisahannya melalui fitur chat Zoom Meeting.
 
“Seketika itu pula fitur chat Zoom Meeting tersebut diwarnai desakan mahasiswa untuk segera mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI dan mewujudkan peraturan internal kekerasan seksual dalam kampus sesuai dengan amanah Peraturan Menteri Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbud-Ristek PPKS),” kata Ketua BEM UI 2022 Bayu Satria Utomo, Rabu (23/2/2022).
 
Dikatakan dia, kedua tuntutan tersebut terus-menerus disuarakan sebab belum terlihatnya keterangan jelas dari pihak kampus perihal tindak lanjut pencabutan Statuta UI dan pembuatan peraturan internal mengenai kekerasan seksual di dalam kampus. Statuta UI dinilai bermasalah mulai dari proses penyusunannya hingga substansinya.
 
Tidak adanya naskah akademik, minimnya partisipasi civitas akademika UI dalam proses penyusunannya, juga dihiasi dengan banyaknya substansi bermasalah seperti rektor tidak lagi dilarang rangkap jabatan sebagai komisaris, rektor tidak lagi dilarang jika mantan narapidana, pengurangan hak-hak mahasiswa kurang mampu, hingga penambahan unsur MWA Kehormatan yang memperbolehkan partai politik masuk kampus melalui MWA.
 
“Selain itu, tingginya angka kekerasan seksual di dalam kampus nyatanya tak membuat pihak kampus semakin terdesak untuk segera mengesahkan peraturan internal terkait kekerasan seksual,” paparnya.
 
Bayu menegaskan, ketiadaan payung hukum internal yang menjadi jaminan bagi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam kampus semakin diperparah dengan ketiadaan niat baik UI untuk memberikan kepastian terkait kapan akan dibentuk dan disahkannya peraturan tersebut. Padahal, Pasal 57 huruf a Permendikbud-Ristek PPKS telah mengamanahkan bahwa Peraturan Menteri tersebut harus segera diimplementasikan oleh perguruan tinggi dengan membentuk peraturan internal dan satuan tugas (satgas).

Namun, hingga kini tidak ada sedikit pun transparansi dari pihak kampus terkait pengimplementasian Permendikbud-Ristek PPKS bahkan terkesan berhenti tanpa kejelasan. Alih-alih menanggapi aspirasi yang disampaikan, pihak kampus justru menunjukkan perangai antikritiknya dengan melakukan berbagai upaya pembungkaman secara digital.
 
“Hal tersebut terbuktikan ketika aspirasi yang disampaikan melalui kolom chat Zoom Meeting direspon oleh host Zoom Meeting dengan membatasi akses partisipan untuk mengirim pesan melalui kolom chat sehingga partisipan tidak dapat lagi menyampaikan aspirasi melalui kolom chat,” tegasnya.
 
Upaya pembungkaman paksa ini pun kembali terjadi dengan tindakan admin YouTube Universitas Indonesia yang menutup akses komentar bagi penonton pada siaran langsung acara. Ketika massa Aliansi BEM se-UI berusaha untuk memasang profile picture akun Zoom bertuliskan dua poin tuntutan aspirasi dan melakukan raise hand, tindakan represif pun diluncurkan oleh host dengan melakukan lower hand secara paksa serta menggunakan fitur menyembunyikan seluruh profile picture partisipan Zoom Meeting. Tidak berhenti sampai di situ, beberapa peserta yang ada di dalam ruangan Zoom Meeting pun di-remove secara sepihak oleh panitia Dies Natalis UI.
 
“Upaya pembungkaman yang dilakukan oleh pihak panitia Dies Natalis UI jelas mencederai hakhak mahasiswa untuk mampu berpendapat menyuarakan segala kegelisahannya akan permasalahan kampus. Tindakan pendiaman paksa ini pun tentu bertentangan dengan hak-hak mendasar yang dimiliki oleh warga negara, yang mana tiap warga negara mestinya bebas untuk berpendapat dan berekspresi sebagaimana juga telah dijamin oleh konstitusi,” ungkapnya.
 
Menyikapi berbagai sikap tindakan panitia Dies Natalis UI, aliansi BEM se-UI sangat menyayangkan dan juga mengecam segala upaya pembungkaman penyampaian aspirasi yang terjadi selama pelaksanaan Puncak Acara Dies Natalis ke-72 Universitas Indonesia tersebut.
 
“Selain itu, Aliansi BEM se-UI pun turut mendesak Universitas Indonesia untuk melakukan upaya-upaya demi mencabut Statuta UI dan mewujudkan Peraturan Rektor UI tentang Kekerasan Seksual,” pungkasnya. (gayuh)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.