Syahrul Mamma

JAKARTA, Jakartaobserver.com- Pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan berbagai upaya dalam rangka mengendalikan lonjakan harga minyak goreng di pasaran, Salah satunya dengan menerapkan minyak goreng satu harga Rp 14.000 per liter dan mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang diberlakukan pada 1 Februari 2022 lalu.
 
HET minyak goreng yang ditetapkan oleh pemerintah dengan rincian, minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter. Namun usai penetapan itu justru kelangkaan minyak goreng terjadi di sejumlah daerah.
 
Menyoroti fenomena tersebut, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Partai Keadilan dan Persatuan (DPN PKP) Irjen Pol (Purn) Dr Syahrul Mamma, SH, MH mengungkap beberapa faktor dari masalah yang kerap terjadi ini.
 
“Masalah ini timbul karena tidak jelasnya manajemen persediaan minyak goreng nasional, Itu terkait cadangan/buffer stock, pengelolaan dan pengawasan distribusi, dan koordinasi antara Kemendag (Kementerian Perdagangan) dengan Kementan (Kementerian Pertanian) serta dengan kementrian/kelembagaan yang terkait,” ucap Syahrul kepada media, Kamis (24/02/2022).
 
Purnawirawan Polisi Bintang Dua yang pernah menjabat sebagai Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag itu menjelaskan bahwa lemahnya ‘early warning system’ turut menjadi penyebab dari tingginya harga dan kelangkaan komoditas ini.
 
“Harus diakui ‘early warning system’ kita lemah. Masalah ini sebenarnya terjadi sejak September 2021 di mana sudah ada sinyal kenaikan komoditas sawit dunia. Bahkan hampir setiap tahun situasi seperti kelangkaan ini terus terjadi,” bebernya.
 
Selain itu, mantan Wakabersekrim ini juga menyoroti lemahnya posisi tawar regulator terhadap pelaku usaha, sehingga mudah didikte dalam menerapkan kebijakan.
 
“Dalam kasus ini saya melihat posisi regulator sangat lemah sehingga akurasi dan validasi bahan baku serta persediaan yang rendah menimbulkan ketidakpastian di masyarakat,” bebernya lagi.

Dengan kondisi demikian, maka diperlukan evaluasi yang sangat akurat terhadap kebutuhan minyak goreng di masyarakat dalam setahun untuk dapat menghindari kelangkaan. Lanjut Syahrul, sisi penegakan hukum juga perlu lebih tegas, sehingga pasar tidak mendikte regulator.
 
Ia menghendaki agar pemerintah melalui tim satgas yang dibentuk, mengambil langkah cepat dan secara pro aktif melakukan pengawasan disrtibusi. Hal tersebut agar tidak ada pihak/oknum yang menyalahgunakan dengan menentukan harga yang tidak sesuai aturan.
 
Apalagi melakukan penimbunan yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng yang pada akhirnya masyarakat sangat dirugikan di tengah ‘recovery’ ekonomi akibat pandemi Covid-19 saat ini.
 
“Di samping itu perlu segera pemerintah dalam hal ini Kemendag dan K/L terkait untuk bisa mengumpulkan dan merangkul distributor-distributor minyak goreng untuk menyepakati dan menetapkan HET yang intinya jangan sampai mayarakat menjadi korban dari kelangkaan ini,” ucapnya.

Syahrul Mamma juga meminta kepada kader-kader PKP se-Indonesia untuk ikut mengawasi distribusi dan sebab-sebab kelangkaan minyak goreng yang meresahkan masyarakat.
 
“Kita sudah berkomitmen PKP menjadi Rumah Besar Para Pejuang, maka dari itu setiap kader dituntut untuk turut menjadi pejuang yang terus mengawasi terhadap adanya kemungkinan penimbunan dan permainan harga di daerahnya masing-masing,” tegasnya. (jo19)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.