Pascacovid19 Indonesia Harus Berdaulat terhadap Kebutuhan Produk Dalam Negeri

Gedung DPR RI Senayan, Jakarta.
JAKARTA, JO- Komisi VI DPR telah berkomitmen agar pasca-Covid nanti bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang berdaulat terhadap kebutuhan produk dalam negeri.

“Jangan sampai pascacovid nanti kita menjadi bangsa yang hanya menjadi konsumen dan mematikan cara berpikir bagaimana produk-produk yang memang kita mampu ini harus tersedia harus mampu berputar di negeri sendiri,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima ketika memimpin RDPU antara Komisi VI DPR RI dengan AGRI, PHRI, AP5I, Aspaki, dan Asmindo di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (8/9/2020).

Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan, pihaknya memproyeksikan adanya pergerakan over supply produk asing terhadap produk-produk di negara produsen. Untuk itu ia menjelaskan alasan kenapa Komisi VI DPR RI harus mengundang asosiasi-asosiasi dunia industri di Indonesia untuk berdiskusi lebih lanjut terkait spekulasi dunia industri ke depan.

Apabila terjadi ledakan over supply produk, pasti akan menyasar negara-negara produsen yang tentu akan sangat mengancam produk-produk dalam negeri negara tersebut.




“Kebijakan luar negeri terhadap produk impor ini di masa Covid ini menjadi perhatian semua. Dan ini salah satu hal yang mengapa kita adakan rapat dari berbagai stakeholder. Karena pasca Covid nanti akan ada ledakan over supply di negara-negara produsen yang sangat mengancam produk-produk nasional,” ucap Aria.

Menurut Aria, untuk menahan laju masalah over supply dan memperkuat produk dalam negeri tersebut, dibutuhkan kebijakan produk berupa peraturan atau Undang-Undang. Ia menambahkan bahwa permasalahan daya saing produk ketika pandemi nanti berakhir tentu harus dapat menguntungkan produk dari UMKM dan IKM yang disebutnya sebagai penolong perekonomian kerakyatan.

“Bentuk pengaturan-pengaturan yang bisa memperlambat proses masuknya barang-barang pasca-Covid ini yang penting, sekaligus bagaimana kita melihat berbagai hal perasaan-perasaan daya saing dengan cost production yang terus kita hitung. Antara lain hal yang kita hitung terutama soal bahan bakar, soal gas, soal listrik, soal bahan baku dan beberapa kebijakan-kebijakan berskala lainnya,” jelas Aria. (jo3)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.