Gedung DPR RI, Jakarta
JAKARTA, JO- Komisi VI DPR RI menyetujui rencana pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp 151,10 triliun dan untuk disampaikan kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Kucuran dana tersebut ditujukan dalam rangka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan diberikan dalam tiga skema.

Tiga skema tersebut adalah Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 23,65 triliun, pencairan utang sebesar Rp 115,95 triliun, serta dana pinjaman sebesar Rp 11,5 triliun. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN Erick Thohir di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7/2020).

“Kami berharap kondisi ini dapat dimanfaatkan betul oleh para BUMN termasuk bisa menjaga dan maintenance infrastruktur, serta menjaga kondusifitas perusahaan. Jangan sampai terjadi kendala, karena situasi penanganan covid ini sangat membutuhkan berbagai instrument korporasi yang ada di lingkungan BUMN,” ujar Aria.

Dalam persetujuan skema PMN, Aria menekankan bahwa BUMN yang mendapat persetujuan harus mengutamakan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa. “Penggunaan Penyertaan Modal Negara yang membutuhkan pengadaan barang dan jasa, agar mengutamakan produk-produk dan penyedia jasa dalam negeri,” terang politisi PDI-Perjuangan tersebut.

BUMN yang mendapat persetujuan PMN antara lain PT Hutama Karya (Persero) sebesar Rp 7,5 triliun dengan tujuan pembiayaan jalan tol Trans Sumatera. PT Permodalan Nasional Madani sebesar Rp 1,5 triliun dalam rangka menjaga keberlangsungan program Mekaar khusus kelompok wanita pra-sejahtera. Lalu PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) sebesar Rp 500 miliar untuk pengembangan infrastruktur di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

Selanjutnya PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) sebesar Rp 6 triliun guna meningkatkan kapasitas penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui penguatan modal pada PT Askrindo (UMKM dan KUR) dan PT Jamkrindo. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) sebesar Rp 4 triliun yang akan digunakan untuk investasi yang tertunda karena keterbatasan dana serta tambahan investasi dan modal kerja dalam meningkatkan produksi dan profitabilitas perusahaan, serta lebih memperhatikan untuk revitalisasi on farm dan off farm pabrik gula nasional.

Perum Pembangunan Perumahan Nasional mendapat anggaran sebesar Rp 650 miliar untuk membantu likuiditas perusahaan dan mempertahankan keberlangsungan bisnis perusahaan. Terakhir nama PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang mendapat sebesar Rp 3,5 triliun yang akan digunakan untuk mendanai biaya operasional.

Dalam pencairan utang terdapat 9 nama BUMN yang mendapat persetujuan Komisi VI DPR RI di antaranya PT. Hutama Karya (Persero) sebesar Rp1,88 triliun untuk kekurangan pembayaran pemerintah terhadap pembelian lahan proyek jalan tol tahun 2016-2020, PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk. sebesar Rp 59,91 miliar untuk kekurangan penggantian pembebasan lahan proyek jalan tol Serang-Panimbang dari tahun 2018-2020.




Lalu PT Waskita Karya (Persero) Tbk sebesar Rp 8,94 triliun untuk kekurangan penggantian pembebasan lahan proyek jalan tol, PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebesar Rp 5,02 triliun untuk kekurangan pembayaran Pemerintah terkait pembelian lahan tahun 2016-2020. PT Kereta Api Indonesia (Persero) mendapat kekurangan pembayaran pemerintah terhadap kewajiban pelayanan publik sebesar Rp 257 miliar.

Kemudian PT Pupuk Indonesia (Persero) mendapat Rp 5,76 triliun untuk kekurangan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai penugasan pemerintah RI. Perum Bulog akan mendapat Rp 566 miliar dalam pembayaran utang PSO dari Pemerintah. Adapun PT Pertamina (Persero) mendapat Rp45 T dalam pembayaran kompensasi selisih harga jual eceran Jenis BBM Khusus Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Premium Tahun 2017 dan sebagian Tahun 2018, belum termasuk cost of fund.

Terakhir PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebesar Rp 48,46 triliun untuk kompensasi tarif tahun 2018 dan 2019 untuk menutup membayar selisih antara biaya penyediaan listrik dengan tarif yang ditetapkan pemerintah. Sebagai catatan, sebelumnya ada rencana pencairan utang kepada Kimia Farma Tbk sebesar Rp 1 triliun. Namun, DPR RI mengeluarkan Kimia Farma dari jajaran BUMN yang bakal menerima pencairan utang dalam program PEN ini karena terkait utang BPJS Kesehatan untuk penanganan Covid-19.

“Tapi dikembalikan ke BUMN dan Kimia Farma. Silahkan selesaikan langsung dengan pemerintah sehingga tidak jadi bagian pencairan utang di DPR Komisi VI," kata Aria.

Dalam skema pencairan dana talangan atau pinjaman, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk mendapat pinjaman Rp 3 triliun yang akan digunakan untuk memberikan relaksasi di industry hilir dan industry pengguna. Ada juga PT Garuda Indonesia yang dipinjamkan Rp 8,5 triliun guna mendukung kinerja perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19 oleh karena terjadinya penurunan penumpang sebesar 95 persen. (jo-2)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.