Aspek Hukum Pendaftaran Tanah dengan Sistematis Lengkap Berbasis Elektronik

Nama: Jamaludin 
NIM: 211010200041 
Kelas: 05HUKE001

1. ABSTRAK 

 Implementasi pendaftaran tanah elektronik sebagai wujud efisiensi, transparansi dan akuntabilitas dalam melakukan layanan publik kepada masyarakat. Maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis politik hukum sistem pendaftaran tanah elektronik dari sisi regulasi setelah terbitnya Undang-undang Cipta Kerja. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasca terbitnya undang-undang cipta kerja salah satu tujuannya adalah mengurangi tumpang tindih regulasi dan konflik norma tidak tercapai, bahkan menjadi keruwetan sendiri dalam tataran pelaksanaannya.
 
Adanya disharmoni diantara regulasi yang mengatur pendaftaran tanah elektronik, maka sinkronisasi regulasi merupakan sebua keniscayaan. Sertifikat elektronik sebagai produk akhir pendaftaran tanah sebagai mewujudkan kepastian dan perlindungan atas tanah memiliki bukti yang kua, valid, dan tidak terbantahkan, sesuai ukuran luas dan batas-batasnya, bahka menjadi alat bukti yang sah dalam peroses peradilan.
 
A. Pendahuluan

i. Banyaknya peraturan perundang-undangan di Indonesia, salah satu dampaknya adalah disharmoni atau tumpang tindih peraturan baik secara vertikal maupun secara horizontal. Maka di gagas konsep “Ombibus Law” dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Salah satu undang-undang yang menganut konsep omnibus law adalah UU No. 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Konsep omnibus law ini telah diterapkan diberbagai negara misanya, di Kanada pada tahun 2012 diperkenalkan RUU omnibus terbaru yaitu RUU C-38 berjudul RUU Anggaran, dengan banyak termasuk undang-undang yang tidak termasuk ada hubungannya dengan anggaran federal. RUU itu memiliki panjang lebih dari 400 halaman dan membuat perubahan substansial padalebih dari 70 Undang-undang dan peraturan dit tingkat federal.
 
Di Filipina menerbitkan omnibus investment code of 1987 yang memberikan sejumlah insentif dan hak-hak dasar yang menjamin usaha investasi di Filipina. Di Indonesia omnibus law digagas oleh Sofyan Djalil yang saat menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN). Di UU Cipta Kerja tidak menjelaskan satu katapun mengenai omnibus law, tidak ada penjelasan yang pasti mengenai omnibus law. Istilah omnibus law merupakan hanya sebutan atau penamaan saja. Karena dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak dikenal dengan istilah omnibus law.
 
Apabila UU Cipta Kerja sebagai undang-undang payung untuk mengatur mengenai agraria/pertanahan, bagaiaman kedudukan UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang selama ini sebagai payung undang-undang atau sebagai rujukan pengelolaan agraria/pertanahan. UU Cipta Kerja juga mengatur, merevisi, merubah, mencabut dan menambahm mengenai pengaturan agraria/pertanahan, namun di sisi lin adanya pertentangan diantara kedua regulasi tersebut.
 
2. METODE PENELITIAN

Artikel ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, dengan mengkaji peraturan yang terkait dengan isu hukum seperti UU Nom 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
 
Hasil dan Pembahasan

Aspek Hukum Pendaftaran Tanah Elektronik
 
Penguasaan dan pemanfataan tanah yang diatur dalam UUPA merupakan arah dari politk hukum pertanahan Indonesia yang bertujuan untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat (Ismail, 2012).
 
Layanan publik berbasis elektronik dibidang pertanahan pada awalnya telah dilakukan melalui program Land Office Computerization (LOC) pada tahun 1997, kemudian berubah nama menjadi Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP), terhadap KKP ini juga mengalami transformasi semula meggunakan KKP-Desktop, kemudia menjadi Geo-KKP dan terakhir aplikasi berbasis web/KKP-Web.
 
Lahirnya sistem pendaftaran tanah elektronik diawali dengan permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Meskipun lahirnya Permen tersebut terjadi penolakan berbagai unsur masyarakat, kemudian kegiatan pendaftaran tanah elektronik untuk tanah-tanah perorangan)masyarakat ditangguhkan, namun untuk tanah instansi pemerintah tetap dilaksanakan pendaftaran tanah berbasis elektronik karena untuk tanah instansi pemerintah tidak banyak melakukan perbuatan hukum atas tanh tersebut. Faktor utama penolakan masyarakat terhadap pendaftaran elektronik karena kurangnya sosialisasi dan faktor keamanannya sertifikat elektronik.
 
Dalam konteks sistem pendaftaran elektronik (PP No. 18 Tahun 2021) diharapkan dapat melakukan penataan regulasi dan menuju tata kelola yang baik dibidang pertanahan sehingga mendorong berkurangnya konflik agraria.
 
Politik Hukum Pendaftaran Tanah Elektronik

Politik hukum merupakan salah satu kajian untuk mengetahui secara kritis dan komprehensif sebuah tujuan terntentu dari peraturan perundang-undangan melalui pendekatan interdisipliner. UUPA merupakan arah dari politik hukum pertanahan Indonesia yang bertujuan untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi kelompok masyarakat lemah melalui kebijakan pertanah yaitu pendaftaran tanah. Penyelenggaraan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia merupaka kewajiban pemerintah dan pemegang hak sesuai dengan Pasal 19,23,32, dan 38 UUPA.

Gagasan perubahan sistem publikasi positif sepertinya hanya sekedar gagasan, karena hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur ke arah itu. Kajian publikasi positif ini telah ada dalam RPJMN 2015-2019. Namun berupa ke arah pendaftaran tanah menggunakan sistem elektronik. Hal positif apabila antara mengimplementasikan sistem penggunaan sistem positif dan pendaftaran tanah elektronik dilakukan bersamaan.
 
Sisi positif menggunakan sistem elektronik disampaikan Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN menyatakan bahwa:

a) Efisiensi; layanan atas dokumen dokumen elektronik otomatis akan dilakukan secara elektronik, sehingga meningkatkan efisiensi baik pada simpul input, proses maupun output, sehingga akan melahirkan efisiensi waktu layanan.
b) Meminimalisasi pertemuan fisik; akan berdampak pada minimalisasi biaya transaksi layanan.
c) Akuntabilitas dan aksesibilitas; pencatatan semua aspek pendaftaran tanah secara ekektronik akan meningkatkan akuntabilitas sertifikat, dan meningkatkan aksesibilitas infotmasi.
d) Mengurangi intervensi pihak yang tidak berkepentingan; semua simpul informasi dilindungi keamanannya, sehingga pemegang hak atas tanah bisa mendeteksi jika terjadi intervensi pada hak atas tanahnya.
e) Kontribusi aktif dalam memperbaiki iklim investasi Indonesia; pengelolaan dokumen pertanahan secara paperless akan memberikan nilai tinggi pada aspek Registering property dalam pemeringkatan Ease Of Doing Business Indonesia.

Maka dapat disimpulkan bahwa hukum yang bersifat ius constituendum (hukum yang berlaku sekarang) adalah UUPA dan peraturan pelaksanaannya dan hukum yang ius constitutum (hukum yang dicita-citakan) adalah pendaftaran tanah elektronik, apabila semua prasyarat telah dipenuhi yaitu tahun 2024, dimana tahun itu merupakan target Kementerian ATR/BPN bahwa tanah seluruh wilayah Indonesia telah terdaftar.

Kesimpulan

Modernisasi dan teknologi telah menggeser sistem pendaftaran tanah yang semula berbasis kertas menjadi ke elektronik. Perubahan ini sebagai wujud efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam melakukan layanan publik kepada masyarakat. Namun demikian aspek regulasi merupakan hal penting yang tidak dapat diabaikan karena sebagai dasar atau fondasi untuk mengimplementasikan layanan publik tersebut. Termasuk sistem pendaftaran tanah elektronik, seyogyanya ada sinkronisasi dan harmonisasi terkait dengan regulasi terhadap kedua PP yang mengatur pendaftaran tanah dan tidak mengabaikan asas-asas dalam UUPA.
 
Politik hukum sistem pendaftaran tanah elektronik untuk mewujudkan kepastian dan perlindungan atas tanah, sehingga sertifikat elektronik yang dipegang memiliki bukti yang kuat, valid dan tidak terbantahkan. Sesuai ukuran luas tanah dan batas-batasnya, bahka menjadi alat bukti yang sah dalam proses peradilan. Sebagaimana dianut dalam sistem publikasi positif, tidak ada gunanya melakukan pendaftaran berbasis elektronik apabila sertifikat yang telah terbit masih dapat digugat pihak lain. (*)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.