Royanto Purba

JAKARTA, Jakartaobserver.com- Terbitnya PP No26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut dinilai sudah tepat oleh Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KB-SPSI) Royanto Purba.
 
“Pro dan Kontra itu biasa, namun kita berharap bahwa pengawasan pada pelaksanaan peraturan itulah yang lebih utama. Dalam PP juga dijelaskan bahwa dokumen perencanaan nantinya akan disusun oleh tim kajian dari beberapa kementrian terkait dan perguruan tinggi. Intinya saya pribadi mengapresiasi langkah pemerintah menerbitkan PP No26 tahun 2023,” kata Royanto yang juga anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) di Jakarta, Minggu (4/6/2023).
 
Dijelaskan, sedimen laut merupakan hasil proses pelapukan mekanik dan kimiawi batuan asal yang mengalami transportasi dan terendapkan di dasar laut. Pengendapan ini tentu memiliki karakteristik sebaran sedimen yang secara umum dapat dilihat dari besar butir dimana butiran yang lebih halus akan tertransportasi dan terendapkan pada jarak yang lebih jauh dari garis pantai, dengan kata lain bahwa wilayah laut dapat dibagi dengan zona-zona prospek untuk pemanfaatan sedimen laut.
 
Laju sedimentasi juga mempengaruhi kondisi laut itu sendiri. Menurut Rogers dalam Tomasic et.al (1997) menjelaskan bahwa laju sedimentasi dapat menyebabkan kekayaan spesies rendah, tutupan karang rendah, mereduksi laju pertumbuhan dan laju recruitmen yang rendah serta tingginya pertumbuhan karang bercabang.
 
Penting untuk menjaga keseimbangan alam, memahami perbedaan antara lingkungan di darat dan di bawah air. Misalnya saja memahami gaya-gaya bekerja di atas permukaan air dan dibawah permukaan air harus menjadi pertimbangan dalam menjaga keseimbangan alam tersebut. Di bawah permukaan air hampir semua pergerakan material disebabkan oleh gaya yang diberikan air; artinya perlu diperhitungkan kesetimbangan atau ekuilibrium yang ditandai oleh keseimbangan material yang masuk dan material yang keluar dari lokasi.
 
Intinya adalah bagaimana mengelola sedimen di laut dengan berkelanjutan. PP 26 Tahun 2023 menjelaskan bahwa pengelolaan hasil sedimentasi di laut adalah upaya terintegrasi yang meliputi perencanaan, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawasan terhadap sedimentasi di laut. Ini menegaskan bahwa ada rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan tersebut tersebut.
 
Royanto menjelaskan bahwa dengan adanya pola penyebaran sedimen dan bagaimana menjaga keseimbangan laut maka pemerintah tentu akan menentukan lokasi prioritas dan penentuan volume sedimen yang akan dikeluarkan.
 
Dijelaskan sebagai bangsa yang turut dalam agenda dunia dalam mencapai target pembangunan yang berkelanjutan (SDG’s) dimana pada tujuan ke-9 SDG’s yakni membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan industri inklusif dan berkelanjutan, serta mendorong inovasi, PP No 26 Tahun 2023 menjadi kepastian hukum bagi para pelaku usaha. 

Kebutuhan material pasir tentu akan tinggi seiring pembangunan infrastruktur dalam negeri dan sebenarnya dalam PP tersebut pasir laut dapat di ekspor jika kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi yang tentunya akan membawa pengaruh baik bagi masyarakat setempat dengan meningkatnya pendapatan daerah.
 
Peraturan Pemerintah ini merupakan revisi kebijakan penambangan pasir laut yang merupakan alternatif strategi yang paling penting, karena istilah penambangan pasir laut selama ini kuranglah tepat karena sesungguhnya area pengambilan pasir laut lebih tepat dikatakan sebagai area pinjam atau “borrow area” .
 
Tujuan yang harus didahulukan agar pengelolaan sedimen laut seperti pasir laut berkelanjutan adalah reduksi degradasi lingkungan, pemulihan ekosistem dan peningkatan daya saing keindahan wilayah perairan pulau kecil yang pasirnya diambil.
 
Kemajuan teknologi saat ini juga telah menghasilkan teknologi yang dianggap ramah lingkungan. Salah satunya adalah teknologi Trailing Suction Hopper Dregger (TSHD). TSHD merupakan kapal hisap dengan sistem silang atau “crossing system”. Sistem penambangannya dengan membuat alur-alur yang sejajar, baik melintang ataupun membujur blok-blok area prioritas.
 
TSHD paling tidak telah memiliki minimum environmental protection standard dengan sistem kerja seperti itu. Selain hal tersebut pada saat penambangan tersebut juga dipasang alat untuk membatasi sebaran sedimen berupa tirai yang dipasang silt screen (silt protector) di dalam air untuk mencegah pencemaran akibat kegiatan konstruksi/penambangan di area pantai/laut. (saut)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.