Festival Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat di Makara Art Center, UI Depok.

DEPOK, Jakartaobserver.com- Sejumlah hasil riset dan penelitian yang dilakukan peneliti Universitas Indonesia (UI) dipamerkan dalam Festival Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Acara digelar di Makara Art Center, UI, Depok. Tahun ini sekitar 318 kegiatan pengmas tersebar di 10 titik di Indonesia dilakukan oleh periset dan peneliti UI.
 
Dalam Pengmas Fair dipamerkan sejumlah hasil penelitian yang masih menjadi prototype. Misalnya oksigen medis portabel, inkubator hingga batik batik biodiversitas berdasarkan iluminasi naskah kuno. “Secara umum ada sekitar 300 kegiatan yang kita pamerkan hasil dari kegiatan pengabdian dan pembayaran masyarakat oleh aktivitas akademik UI,” kata Direktur PPM UI Agung Waluyo.
 
Hasil riset inovasi yang dipamerkan kali ini banyak mengedepankan mengenai kemajuan teknologi bisa membantu daerah 3T yaitu terdepan, terpencil dan tertinggal. Sehingga hasil riset inovasi civitas UI bisa digunakan dan membantu masyarakat disana. Riset inovasi yang dihasilkan saat ini memang masih teknologi sederhana yang dibutuhkan masyarakat. Misalnya alat oksigen diciptakan untuk bisa digunakan seluas-luasnya bagi kepentingan masyarakat.
 
“Kegiatan pengabdian masyarakat ini merupakan kegiatan yang difokuskan untuk bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Walaupun memang sebagian dari hasil penelitian tersebut diarahkan kepada produk komersil namun yang kita lakukan saat ini adalah fokus pada kegiatan pengmas di daerah terpencil,” ujarnya.

Salah yang dipamerkan dalam Pengmas Fair 2022 adalah Oksigen Concentrator hasil riset inovasi dosen Fakultas Teknik UI, Tomy Abuzair dan tim. Alat ini mengubah udara bebas yang memiliki kandungan oksigen menjadi 90 persen. Kandungan oksigen di udara bebas hanya 21 persen dan nitrogen 78 persen. “Melalui alat ini kemudian disaring menggunakan zat ziolit sehingga bisa menghasilkan oksigen 90 persen,” kata Tomy.
 
Keunggulan dari alat ini adalah mudah dibawa kemana-mana karena memang dibuat sangat ringkas. Sehingga memungkinkan alat ini dibawa hingga ke daerah 3T. Saat ini alat ini masih prototype dan masih diperlukan uji kelayakan lanjutan agar bisa diproduksi massal. Untuk membuat alat ini diperlukan biaya sekitar Rp 4 juta.
 
“Alat ini hanya bisa digunakan untuk pasien dengan kasus skala rendah karena LPM yang dihasilkan alat ini tidak tinggi. Kelebihannya, alat ini mudah dibawa kemana saja untuk menjangkau daerah 3T,” tambahnya.
 
Untuk membuat alat ini diperlukan waktu sekitar setahun. Sedangkan untuk prototype awal diperlukan waktu dua bulan saja. Alat ini sudah masuk dalam prototype tiga. 

“Alat medis tidak bisa langsung digunakan. Jadi harus dilakukan uji klinis untuk memastikan bahwa alat ini secara standar medis sudah benar. Tapi secara uji laboratorium, alat ini sudah benar. Untuk tahap uji selanjutnya dilakukan oleh badan sertifikasi alat medis tertentu,” pungkasnya. (gayuh)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.