Serikat Pekerja Tembakau Tolak Kenaikan Cukai, Ini Tiga Permintaan kepada Pemerintah

FSP RTMM-SPSI menolak rencana kenaikan cukai hasil tembakau.

DEPOK, Jakartaobserver.com- Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menyatakan sikap menolak terhadap rencana kenaikan cukai hasil tembakau. Meski belum ditetapkan, namun mulai banyak informasi yang menyampaikan terkait kenaikan cukai hasil tembakau akan menggunakan penjumlahan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan faktor pengendalian konsumsi.
 
“Memperhatikan nota keuangan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2023 yang telah diumumkan, target penerimaan cukai sebesar Rp 245 triliun, naik 11,6 persen dibandingkan target tahun 2022,” kata Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto, di Depok, Kamis (25/8/2022).
 
Disebutkan dia, sebagaimana terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, bahwa sebagian besar kenaikan cukai tersebut akan berasal dari cukai hasil tembakau.Menurutnya, hal tersebut akan membahayakan industri hasil tembakau khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang padat karya dan merupakan sawah ladang mayoritas tempat para anggotanya bekerja mencari nafkah.

“Realitas situasi kondisi dampak pandemi covid yang belum pulih sepenuhnya, kenaikan bahan bakar minyak, dan tidak tertutupnya ancaman resesi global, Pemerintah harus hati-hati dan teliti dalam menetapkan kenaikan cukai hasil tembakau Tahun 2023,” ujarnya.

Pihaknya meminta agar benar-benar diperhatikan sepenuhnya atas dampak yang akan dan dapat terjadi kepada industri, khususnya terhadap terjaganya kesejahteraan pekerja, sampai kepada kepastian kelangsungan pekerjaan bagi pekerja. Munculnya kembali desakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, dianggap seolah-olah menyudutkan tembakau menjadi produk ilegal.

“PP 109 Tahun 2012 serta Kenaikan Cukai Tahun 2023 merupakan dua kebijakan yang sangat kami cemaskan karena dapat menghancurkan IHT (Industri Hasil Tembakau), menghilangkan pekerjaan dan penghasilan anggota kami,” tegasnya.

Menurutnya, kondisi yang terjadi saat ini dirasa tidak adil. Pasalnya, kata dia, IHT satu sisi diperas untuk menopang penerimaan. Negara disisi lain ditekan dengan berbagai regulasi dan atau kebijakan yang mematikan. Atas kondisi yang ada, FSP RTMM-SPSI meminta pemerintah mengambil tiga kebijakan. Yaitu, melindungi IHT sektor padat karya dengan tidak menaikan cukai hasil tembakau dan harga jual rokok pada tahun 2023, terutama Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Kemudian, membatalkan Rencana Revisi PP 109 Tahun 2012, dan lindungi kretek sebagai produk asli Indonesia yang merupakan warisan budaya anggota IHT. “Melibatkan seluruh pemangku kepentingan IHT (pekerja, pengusaha, petani) dalam proses penyusunan kebijakan,” pungkasnya. (gayuh)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.