Dr Syahrul Mamma

JAKARTA, Jakartaobserver.com- Berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu, ditemukan bahwa sepanjang 2021 masih ada 600 akun yang mengandung konten-konten radikalisme, intoleran dan anti-NKRI. Hal tersebut menandakan bahwa paham radikalisme masih begitu massif di Indonesia.
 
Terkait itu, Sekjen Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Irjen Pol (Purn) Dr Syahrul Mamma, SH, MH meminta kepada seluruh kader di mana pun berada untuk terus memerangi paham radikalisme dan anti-NKRI.
 
“Kita semua dalam bingkai NKRI yang mendasari bahwa Pancasila yang merupakan marwah yang harus dijaga. Harapan kita seluruh kader-kader PKP wajib untuk memerangi radikalisme karena berbahaya untuk NKRI,” ujar Syahrul kepada media, di Jakarta, Kamis (27/1/2022).
 
Menurut, PKP menjadi garda terdepan dalam memerangi radikalisme untuk mempertahanankan NKRI dan Pancasila.Mantan Wakabareskrim itu menyatakan bahwa memerangi radikalisme bukan hanya diserahkan kepada pemerintah saja, tapi itu tugas semua masyarakat untuk cerdas dalam memahami konten-konten yang sifatnya menghasut dan memecah belah bangsa dengan menggunakan agama.
 
“Kita meminta pemerintah juga untuk mengajak berdialog tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda untuk dapat bersama-sama mencari solusi dalam memerangi radikalisme,” tuturnya.
 
“Kader PKP juga wajib untuk melakukan pencerahan mengenai Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945. Kita sebagai Rumah Besar Pejuang, kalau dulu berjuang untuk merebut kemerdekaan, sekarang kita berjuang untuk membangun bangsa, salah satunya dengan melawan radikalisme,” tegasnya lagi.

Lulusan Akpol tahun 1983 itu juga mengingatkan agar masyarakat memahami dan mewaspadai penyebaran konten-konten melalui media sosial yang begitu massif saat ini.
 
“Masyarakat khususnya generasi muda perlu memahami ajaran agama secara benar, para orang tua harus menjaga dan mendidik anak-anaknya untuk tidak terkontaminasi dengan pemahaman-pemahaman yang sesat.
 
Pria asal Sulawesi Selatan ini memandang permasalahan radikalisme terkait ajaran agama memang sangat sensitif. Maka dari itu ia meminta pemerintah untuk banyak berdialog dengan para tokoh-tokoh agama.
 
“Soalnya ini terkait pemahaman agama, jadi bagaimana ajaran agama itu yang seharusnya. Menurut orang-orang yang sudah terindikasi radikalisme, paham yang mereka perjuangkan adalah suatu kebenaran,” jelasnya.
 
Syahrul yang pernah berdinas di Kemenko Polhukam dan pernah bersinas sebagai Dirjen di Kementerian Perdagangan itu meminta pemerintah harus secara terus menerus untuk melaksanakan deradikalisasi dengan melibatkan masyarakat.
 
“Maka dari itu pentingnya pemerintah untuk memberikan pencerahan,” imbuhnya.
 
Terkait penangkalan radikalisme terhadap akun-akun yang mengandung konten-konten radikalisme, intoleransi dan anti pemerintah, ia meminta kepada pemerintah dalam hal ini beberapa kementerian dan kelembagaan yang memiliki kewenangan pengawasan di bidang siber untuk bersama sama mencari solusi dalam penindakan terhadap pemilik-pemilik akun yang menyebarkan paham radikalisme, intoleransi dan anti-pemerintah.
 
“Kemajuan IT ini sangat rentan, ada sisi positif dan negatifnya. Oleh karena itu instansi yang berwenang untuk masalah siber agar memiliki satu visi bersama untuk menghadang radikalisme lewat media sosial,” pungkasnya. (jo19/jo6)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.