Rumah Anton Tarihoran di Perumahan Permata Meruya Ilir Blok G-9 No 9, Meruya Utara, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat.

JAKARTA, JO- Masih ingat Anton Tarihoran, mantan Direktur Pengawasan Bank Indonesia (BI) periode 2003 - Maret 2005 yang namanya pernah disebut sebut dalam Skandal Bank Century? Nama pria berusia 69 tahun itu muncul dalam audit investigasi BadanPemeriksa Keuangan (BPK) diduga sebagai salah satu petinggi yang berperan dalam merger PT Bank Century Tbk.
 
Kasus bailout Bank Century Rp 6,7 Triliun membuat rekan Anton, dua deputi gubernur Bank Indonesia Budi Mulya dan Siti Chalimah Fadjrijah duduk di kursi pesakitan. Budi Mulya sudah divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, 16 Juli 2014, sementara Siti Chalimah yang adalah mantan Deputi Gubernur Bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, meninggal dunia 16 juni 2015 sehingga kasus perempuan inipun dihentikan.
 
Lalu, sudah tamatkah kasus Bank Century ini? Ternyata tidak. Pada 2018 Komisi Pemberantasan Korupasi (KPK) mengaku memulai penyelidikan baru kasus ini dengan memanggil sejumlah mantan petinggi BI, sekaligus membantah telah menghentikan kasus yang diduga melibatkan banyak pejabat. Salah satu yang ikut dipanggil adalah Miranda Goeltom, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso.
 
Jadi, bagaimana kisah selanjutnya skandal ini masih menarik untuk diikuti.
 
Anton sendiri, terakhir muncul ke publik ketika Panitia Angket Century DPR RI memanggilnya pada 5 Januari 2010. Setelah itu tidak ada kabar berita lain tentangnya. Seperti dikutip sebuah media, Anton Tarihoran mengaku sudah pensiun dari BI, meninggalkan Jakarta ke kampung halamannya menjadi petani.
 
"Saya sudah pensiun, sekarang bertani di kampung saya di Sumatera Utara," ujar Anton seperti dikutip VIVAnews beberapa waktu lalu. Belum jelas, kapan tepatnya pria bernama lengkap Sabar Anton Tarihoran itu mulai pensiun dari BI.
 
Tapi betulkah Anton Tarihoran telah menjadi petani dan lebih memilih tinggal di kampung halamannya? Informasi yang dihimpun jakartaobserver.com, Anton sehari-hari justru ada di Jakarta, tinggal di rumah di komplek Perumahan Permata Meruya Ilir Blok G-9 No 9, Meruya Utara, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat.
 
Informasi lain yang berhasil digali dari beberapa orang yang mengenalnya bahwa sebelum pindah ke komplek Perumahan Permata Meruya Ilir, Anton Tarihoran tinggal di komplek perumahan mewah Intercon Kebon Jeruk, namun setelah kasusnya muncul rumah ini diduga "mendadak" dijual. 
 
Sejumlah warga maupun jemaat HKBP Kebon Jeruk memuji Anton sebagai pribadi yang baik, suka membantu jemaat yang membutuhkan bantuan. Tidak hanya itu, dari beberapa informasi dari masyarakat, Anton juga suka memberikan bantuan modal usaha kepada rekan-rekan dekatnya.
 
Banyak Masalah

Melihat kembali pemeriksaan Panitia Angkat Bank Century di gedung DPR RI, Januari 2010 sempat terjadi perdebatan antara antara mantan pejabat BI dengan anggota DPR, maupun antar pejabat BI. Sebut saja mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Maulana Ibrahim mengaku isi disposisi untuk persetujuan merger Bank CIC, Danpac, dan Pikko dikutip sepotong oleh Sabar Anton Tarihoran.
 
Maulana juga menuding Anton Tarihoran sama sekali tak menindaklanjuti perintah lengkap disposisi tersebut. "Pendapat saya itu panjang, tapi diambil sepotong oleh Sabar Anton Tarihoran," katanya saat menjalani pemeriksaan Panitia Angket Bank Century di gedung DPR.
 
Sabar Anton Tarihoran (ft: viva)

 
Sebelumnya, mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah dan Anwar Nasution juga menuding Anton Tarihoran telah memberikan disposisi dan laporan palsu dengan memanipulasi pernyataannya selaku Gubernur BI sehingga saat itu Burhanudin mau tidak mau menandatangani laporan itu agar Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac, dimerger menjadi Bank Century. Padahal, sejak awal ketiganya sudah memiliki banyak masalah.

Dikatakan Maulana, catatan itu dibuat setelah dirinya menerima tembusan surat Anton kepada Gubernur Bank Indonesia saat itu, Burhanuddin Abdullah, pada 16 April 2004. Surat itu menginformasikan adanya pertemuan membahas tindak lanjut rencana merger tiga bank yang dipimpin Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Anwar Nasution dan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan dengan pemegang saham Chinkara Capital Ltd, Rafat Ali Rivzi, di lantai 4 Gedung B Bank Indonesia.
 
Pertemuan itu membahas berbagai kesulitan likuiditas yang dialami Bank Pikko dan persoalan surat berharga di Bank CIC. Kemudian Maulana mengaku membuat sejumlah catatan kepada Sabar Anton Tarihoran. Isinya, merger tiga bank ini mutlak diperlukan, sehingga lebih cepat akan lebih baik. Karena itu, Bank Indonesia tidak perlu menunggu dan harus memberikan jadwal yang jelas dan mesti ditaati pemegang saham.
 
Tak hanya itu, Maulana mengaku memberikan catatan berupa perintah kepada Anton agar memeriksa likuiditas bank-bank terkait laporan Direktorat Akunting Bank Indonesia. Tujuannya, memeriksa berapa kali bank-bank tersebut melanggar ketentuan Giro Wajib Minimum dan berapa tingkat bunga pinjaman yang diperoleh tiga bank itu pada Pasar Uang Antar-Bank (PUAB).
 
"Setelah itu, saya tidak lagi menerima feedback dari Direktorat Pengawasan Bank I. Baru saya ketahui informasi setelah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan pada lima tahun berikutnya," ucap Maulana.
 
Saat giliran Anton Tarihoran diundang ke DPR, Panitia Angket Century DPR RI kemudian mencecar Anton dengan berbagai pertanyaan tajam karena Anton diduga terlalu memberi kelonggaran dalam pengawasan terhadap sejumlah pelanggaran yang dilakukan pemilik bank tersebut. Namun Anton membantah tudingan itu. "Waktu saya di pengawasan, saya tidak pernah ada hubungan dengan Robert Tantular," ujarnya.
 
Dia juga menjelaskan, rapat Dewan Gubernur BI pada November 2001 sebetulnya telah menyetujui untuk melakukan merger ketiga bank tadi menjadi Bank Century. Sebelumnya, mantan Deputi Gubernur BI Aulia Pohan juga menyebut hal yang sama seperti yang dikatakan Anton Tarihoran. Soal tudingan Burhanuddin Abdullah, dia mengaku hal itu terjadi karena salah kutip. "Di catatan tertulis Gubernur BI, seharusnya Deputi Gubernur BI," ujarnya.
 
Sabar Anton Tarihoran menyebut kalimat dalam disposisi itu salah kutip alias mis-quote, dan dirinya baru mengetahui itu saat diwawancara oleh BPK Oktober 2009. Dalam disposisi tersebut, kalimatnya adalah "memperhatikan disposisi Gubernur BI". Menurut Sabar kalimat tersebut harusnya "memperhatikan disposisi Deputi Gubernur BI". "Inilah yang terjadi, ada mis quote," katanya.
 
Menjawab para anggota DPR saat itu, Anton mengatakan, tidak keberatan jika dituding sebagai pihak yang harus bertanggungjawab. Baginya, semua orang boleh saja menuding, namun Sabar membantahnya.
 
"Itu hak mereka kalau mau menyalahkan dan hak saya adalah ini di rapat ini. Saya di sini punya hak menjawab dan bapak di sini lah yang saya harap bisa melindungi saya karena saya adalah rakyat biasa," ungkapnya.
 
Ketika anggota DPR menanyakan lagi apakah Anton mengerti kenapa merger itu pilihan terbaik, Anton menyebut pilihan itu memang terbaik tapi dia tidak tahu kalau akhirnya sampai seperti ini. "Kalau menurut saya saat itu memang pilihan itu (merger) yang terbaik. Tapi supaya tidak sepenuhnya setuju apalagi kalau saya tahu akhirnya sampai begini," ucapnya.
 
Sekadar mengingatkan, Panitia Hak Angket DPR waktu itu memberikan kesimpulan antara lain patut diduga terjadi penyimpangan dalam proses pengambilan kebijakan oleh otoritas moneter dan fiskal yang diikuti banyak penyalahgunaan, mulai dari akuisisi-merger, pemberian FPJP, PMS, hingga tahap aliran dana. Diduga terjadi penyimpangan proses pengambilan kebijakan oleh otoritas moneter dan fiskal dengan mengikutsertakan pemilik saham dan manajemen Bank Century sehingga merugikan negara. 

Kemudian ditegaskan, kasus Bank Century merupakan perbuatan melanggar hukum yang berlanjut atau penyalahgunaan wewenang oleh pejabat otoeritas moner dan fiskal sehingga dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi karena diduga merugikan negara.
 
Selanjutnya Panita Hak Angket Bank Centery DPR RI merekomendasikan antara lain seluruh penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang berindikasi perbuatan melawan hukum yang merupakan tindak pidana korupsi, tindak pidana perbankan dan tindak pidana umum berikut pihak-pihak yang di duga bertanggung jawab agar diserahkan kepada Lembaga Penegak Hukum. Yaitu Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan kewenangannya.
 
Kelanjutan kasus

Lalu seperti apa kelanjutan kasus ini? Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) , misalnya, dengan tegas mendesak agar kasus ini harus dilanjutkan. Sejumlah nama yang kerap disebut terlibat dalam skandal dana talangan tersebut belum berhasil diungkap KPK. Karena itu, MAKI meminta KPK untuk memberikan kejelasan mengenai kelanjutan kasus Bank Century ini.
 
Gugatan MAKI kepada KPK ini dilakukan melalui gugatan praperadilan atas lima kasus yang ditangani KPK, termasuk kasus Bank Century. Gugatan dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/4/2021).
 
"Kelima gugatan praperadilan ini diajukan sebagai upaya untuk mengembalikan Indek Persepsi Anti Korupsi yang menurun tahun 2020 di angka 37 dari sebelumnya angka 40 tahun sebelumnya ( 2019)," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
 
Gugatan yang sama juga pernah disampaikan MAKI tahun 2018, karena waktu itu menurut mereka, meskipun KPK telah melakukan penyelidikan baru atas kasus korupsi Bank Century, namun MAKI menilai kelanjutan penanganan perkara belum jelas dan tidak sesuai putusan pengadilan tahun sebelumnya.
 
KPK sendiri membantah tudingan tidak ada kemajuan dalam penanganan kasus Bank Century. Melalui kuasa hukum KPK Firman Kusbiantoro, KPK menegaskan telah menindaklanjuti putusan hakim.
 
Menurut Firman, KPK sebagai lembaga negara yang melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Selain itu, penanganan kasus terhadap terpidana kasus Century Budi Mulya telah berkekuatan hukum tetap. KPK juga telah melakukan serangkaian langkah mengusut perkara itu. Hingga saat itu, ucap Firman, KPK sudah memanggil 30 saksi untuk dimintai keterangan.
 
"Berdasarkan surat perintah penyelidikan tertanggal 5 Juni 2018, KPK di antaranya melakukan pemanggilan terhadap lebih dari 30 orang," ujar Firman. Ia menegaskan penuntasan kasus tersebut menjadi tugas dan tanggung jawab KPK. Komisi terus melakukan pendalaman kasus dan meminta keterangan dari sejumlah orang.
 
"Karena ini kan perkara yang cukup besar, kami butuh ketelitian dan kehati-hatian. Kami tetap berpatokan mencari bukti-bukti permulaan yang cukup untuk penyelidikan ini," sambungnya.
Nah, bagaimana kelanjutan kasus ini, kita tunggu saja. (tim)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.