PKN dan DPW Alamp Aksi Desak KPK Tuntaskan Kasus Mantan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin

Aksi DPW Aliansi Mahasiswa dan Pemudan Anti Korupsi (Alamp Aksi) Sumut menuntut KPK tuntaskkan kasus korupsi mantan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin.

MEDAN, JO-
Kasus korupsi yang menyeret mantan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin kembali menuai kecaman dan sorotan dari sejumlah lembaga penggiat antikorupsi Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti-Korupsi (Alamp Aksi) Sumatera Utara (Sumut), dan organisasi kepemudaan Pemuda Karya Nasional (PKN) Kota Medan. 

Ketua DPW Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti-Koropsi (Alamp Aksi) Sumut Faqih Muhawid Ritonga, SH juga mengingatkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntaskan kasus OTT mantan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin dan dugaan jual beli jabatan di wilayah Pemerintahan Kota Medan. 

Pasalnya, pengakuan salah seorang kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Iswar Lubis yang merupakan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Medan yang membenarkan dirinya memberikan setoran (suap-Red) senilai Rp 200Juta tampaknya terlihat santai dan kebal hukum. 

Iswar Lubis yang mengakui memberikan uang senilai Rp 200Juta demi mempertahankan jabatannya sebagai Kadishub Kota Medan secara terang-terangan disampaikan M pada sidang lanjutan kasus suap Rp 530 juta Kadis PU Medan Isa Ansyari kepada Wali Kota Medan (nonaktif) Dzulmi Eldin, Kamis (16/1/2020). 

"KPK jangan melupakan, memberantas para koruptor hingga ke akarnya.Publik masih mengingat sudah setahun berjalan, KadIs Perhubungan Kota Medan Iswar Lubis Mengakui memberikan uang Rp200Juta demi mempertahankan jabatannya, jangan terkesan diabaikan. Kami minta seluruh kepala OPD ditangkap," ujar Faqih. 

Oleh karena itu, lanjut Faqih, DPW Alamp Aksi akan melakukan aksi unjukrasa di beberapa titik di Medan dan Jakarta. Seperti, depan gedung KPK di Kuningan ,Jakarta, dan di Medan tepatnya di depan kantor DPRD Kota Medan, Pemko Medan serta Kejati Sumut. 

"Kami minta Iswar Lubis dicopot, agar ketika ditangkap tidak mengganggu proses adsminitrasi di Dishub Medan nantinya. Karena jelas, kasusnya terkesan dingin sudah setahun lamanya," pungkas Faqih. 

Diberitakan sebelumnya,Iswar S Lubis Kadis Perhubungan Meda mengakui dimintai uang Rp 200 juta untuk keberangkatan Dzulmi Eldin ke Jepang. 

"Saya dimintai uang sebesar Rp 200 juta oleh Samsul (staf Protokoler Pemko Medan) untuk keberangkatan Bapak (Wali Kota Medan) ke Jepang," ujar Iswar, dalam sidang yang berlangsung di Ruang Cakra Utama PN Medan. 

Sementara Ketua Harian Pemuda Karya Nasional (PKN) Kota Medan Bobby Octavia Zulkarnain menilai persoalan ini tampak dingin dan terkesan tidak berlanjut. Sementara pelaku penerima suap yaitu mantan Walikota sudah ditangkap kenapa pemberi suap tidak yang mengakui dalam sidang terbuka terkesan kebal hukum dan masih memiliki jabatan.

Dipaparkan Bobby, menurut ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana. 

Jelas pada Pasal 5 UU Tipikor Dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
 
"Setiap orang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya." tegas Bobby usai membaca kutipan bunyi pasal tersebut.

Tak hanya itu, lanjut Bobby yang juga Ketua Pengkot Cabang Olahraga (Cabor) Tarung Derajat menjelaskan, pada Pasal 12 UU Tipikor jelas ditegaskan sanksi pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar jika terlibat kasus jual beli jabatan.

"Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; Poin B : pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,"pungkas Bobby. (jomd-01)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.