Defisit Anggaran Indonesia Masih Lebih Baik daripada Negara Lain

Sri Mulyani

JAKARTA, JO Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, defisit anggaran yang dialami Indonesia hingga akhir September 2020 masih lebih baik dibandingkan dengan negara negara tetangga.
Defisit anggaran hingga akhir September 2020 mencapai Rp 682,1 triliun. Angka tersebut setara dengan 4,16 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). 
 
Saat memberikan paparan APBN KIta, Senin (19/10/2020), Sri Mulyani menyebut defisit di berbagai negara lain mencapai di atas belasan atau 20-an persen. 

"Indonesia 4,16 persen dengan pertumbuhan ekonomi diperkirakan mengalami kontraksi di kisaran minus 2 persen hingga minus 0,16 persen, kita harap Indonesia jauh lebih baik dibandingkan peer group," jelas Sri Mulyani.

Pemerintah memperkirakan kinerja pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun bakal mengalami kontraksi di kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen. 
 
Pemerintah pun tahun ini sudah merevisi dua kali target defisit anggaran, dari yang sebelumnya 1,7 persen terhadap PDB dalam APBN 2020 menjadi 5,07 persen pada Perpres Nomor 54 Tahun 2020. 

Pemerintah dengan kesepakatan DPR RI kembali merevisi target defisit menjadi sebesar 6,34 persen.

Sementara tahun depan, defisit anggaran diperkirakan akan mencapai 5,7 persen terhadap PDB. Bendahara Negara itu pun membandingkan proyeksi defisit RI hingga akhir tahun dengan beberapa negara di dunia. Malaysia misalnya tahun ini diproyeksi bakal mengalami defisit sebesar 6,5 persen, sedangkan tahun depan 4,7 persen. 
 
Thailand diproyeksi bakal mengalami defisit anggaran sebesar 5,2 persen dan tahun depan akan mengecil menjadi 4,9 persen. Sementara Filipina sebesar 8,1 persen tahun ini dan tahun depan diproyeksi 7,3 persen. 
 
Untuk membiayai defisit tersebut, banyak negara di dunia yang mengalami peningkatan nilai utang. Hal yang sama juga berlaku untuk Indonesia. Berdasarkan data terakhir, rasio ULN Indonesia terhadap PDB pada akhir Agustus 2020 sebesar 38,5 persen. 
 
"Malaysia (rasio utangnya) meningkat dari 57 persen ke 67 persen, naik hampir 10 persen, China dari 52 persen ke 61 persen, Thailand dari 41 persen ke 50 persen, dan Filipina melonjak dari 37 persen ke 48 persen," kata Sri Mulyani. 
 
"Indonesia juga mengalami tekanan yang sama, jadi memang tema yang paling besar dari sisi Covid-19 bagaimana negara-negara mampu melakukan kembali konsolidasi fiskal, namun tidak terlalu cepat agar pemulihan tidak terdisrupsi," sambung dia. (jo4)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.