Jakarta Kembali Terapkan PSBB, Tingkat Kematian dan Keterisian RS Sudah Darurat

Anies Baswedan
JAKARTA, JO- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta demi untuk menekan angka penularan pandemi Covid-19 yang semakin naik pada PSBB Masa Transisi Fase I.

Dalam penjelasannya di Balai Kota Jakarta , Rabu (9/9/2020), Anies menjelaskan indikator utama dalam keputusan tersebut adalah tingkat kematian (Case Fatality Rate) dan tingkat keterisian rumah sakit (Bed Occupancy Ratio) baik untuk tempat tidur isolasi, maupun ICU yang semakin tinggi dan menunjukkan bahwa Jakarta berada dalam kondisi darurat.

"Maka dengan melihat kedaruratan ini, tidak ada pilihan lain bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat segera. Dalam rapat gugus tugas percepatan pengendalian Covid-19 di DKI Jakarta disimpulkan bahwa kita akan menarik rem darurat yang itu artinya kita terpaksa kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar seperti masa awal dahulu, bukan lagi PSBB Transisi," kata Anies.

Dikatakan, Satuan Tugas Covid di Jakarta, dalam hal ini adalah Forkopimda DKI, bersepakat untuk kembali menerapkan PSBB. Jakarta akan menerapkan kembali arahan Presiden di awal wabah dahulu, yaitu bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah dari rumah.

Anies sebelumnya menjelaskan bahwa 1.347 orang telah wafat akibat Covid-19 di DKI Jakarta. Meskipun tingkat kematian Covid Jakarta di angka 2,7 persen dan lebih rendah dari tingkat kematian nasional di angka 4,1 persen bahkan lebih rendah dari tingkat kematian global di angka 3,3 persen, Anies menuturkan jumlah angka kematian terus bertambah dan disertai dengan peningkatan angka pemakaman dengan protap Covid. Artinya semakin banyak kasus probable meninggal yang harus dimakamkan dengan protap COVID sebelum sempat keluar hasil positif.

Anies juga menjelaskan dari 4.053 tempat tidur isolasi yang tersedia khusus untuk pasien dengan gejala sedang (menengah), 77 persen di antaranya sudah terpakai. Perlu diketahui, jumlah 4.053 tempat tidur tersebut merupakan jumlah aktual. Pada data sebelumnya, terdapat 4.456 tempat tidur isolasi khusus Covid-19, namun terdapat beberapa RS yang tidak bisa mencapai kapasitas maksimal lantaran terkendala jumlah SDM/ tenaga kesehatan setelah terinfeksi Covid-19.




Ada pula beberapa rumah sakit yang mengalihkan sebagian tempat tidurnya untuk non-Covid-19 karena sudah lama tertunda pelayanannya. Sebagian rumah sakit juga mengalihkan isolasi menjadi ICU karena banyaknya pasien yang membutuhkan ICU. Dengan bertambah ICU yang mana jarak tempat tidurnya juga lebih lebar, maka ikut menurunkan jumlah tempat tidur.

Kemudian berdasarkan proyeksi perhitungan yang telah disusun secara ilmiah, tempat isolasi itu tidak akan mampu menampung pasien Covid-19 per 17 September 2020. Anies juga menyebut meskipun kapasitas ruang isolasi khusus COVID-19 ditingkatkan sebanyak 20% menjadi 4.807 tempat tidur, maka seluruh tempat tidur itu akan penuh di sekitar tanggal 6 Oktober 2020.

Selanjutnya Anies menyampaikan kapasitas maksimal ruang ICU khusus Covid-19 di DKI Jakarta saat ini sebanyak 528 tempat tidur. Jumlah yang besar tersebut saat ini telah terisi 83 persen dan akan penuh pada tanggal 15 September dengan tingkat penularan wabah seperti sekarang. Pemprov DKI Jakarta sedang berusaha menaikkan kapasitas ICU dilakukan hingga mencapai 636 tempat tidur. Namun tanpa usaha pembatasan lebih ketat, maka ICU khusus Covid Jakarta sesudah dinaikkan kapasitasnya pun bisa penuh pada tanggal 25 September.

"Ingat, menaikkan tempat tidur itu bukan sekadar menyediakan tempat tidurnya, tapi memastikan ada dokter dan perawatnya, ada alat pengamannya, ada alat-alatnya, dan ada obatnya. Dengan usaha peningkatan kapasitas jangka pendek, tapi tidak disertai dengan pembatasan ketat, maka kita hanya mengulur waktu kurang dari sebulan saja sebelum rumah sakit kembali penuh," tegas Anies. (jo3)




Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.