Soal Coronavirus, Menkes: Kalau Positif Katakan Positif, Negatif Katakan Negatif

Menkes Terawan Agus Putranto
JAKARTA,JO- Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menyampaikan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia itu benar jika positif akan disampaikan positif dan jika negatif akan disebutkan negatif.

”Enggak ada lah istilah yang selama ini ngomong negara lain bahwa kita menyembunyikan, enggak ada. Kalau positif kita katakan positif kalau negatif ya kita katakan negatif,” ujar Menkes menjawab pertanyaan wartawan di Halaman Kantor Presiden, Provinsi DKI Jakarta, Senin (2/3/2020).

Mengenai dua orang yang positif, Menkes menyampaikan bahwa tadi sudah dijelaskan oleh Presiden secara detail yakni warga negara asing Jepang yang kebetulan tinggal di Malaysia, melakukan perjalanan ke Indonesia. Ia menambahkan saat kembali ke Malaysia diperiksa karena sakit, setelah berapa hari sakit dan dicek dinyatakan positif Covid-19.

”Karena itu pemerintah Malaysia, kementerian kesehatannya juga menghubungi kita, dan kita juga terus melakukan tracking siapa saja yang kontak, close kontak dengan pasien ini. Begitu kita dakatkan close kontak, kita tindak lanjuti. Artinya apa, system yang di sini juga berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan Bapak Presiden,” tambahnya.

Setelah didapatkan orangnya, menurut Menkes, segera dibawa ke rumah sakit, Rumah Sakit Pusat Infeksi Sulianti Saroso kemudian ditempatkan di ruang khusus isolasi khusus agar tidak terkontak dengan yang lain.

”Saya sebentar juga akan ke sana, boleh ngikuti saya, karena saya kan selama ini selalu memantau, mengikuti. Tapi sambil saya menyelesaikan evakuasi ini selesai, ya saya sekarang akan ke Sulianti Saroso,” ujarnya. Menurut Menkes, keduanya dalam satu rumah yakni Ibu usia 64 tahun dan anak berusia 31 tahun sudah dibawa.

”Sesuai prosedur dinas kesehatan setempat juga langsung melakukan pemantauan, juga melakukan isolasi rumah, dan sebagainya. Ya nanti bisa kita, detailnya bisa kita berikan,” ujar Menkes seraya menyampaikan rumah yang bersangkutan berada di Depok. Deteksi, menurut Menkes dilakukan pada 1 Maret langsung penelusuran, dan kemudian dilakukan pemisahan karena ini kontak langsung sehingga perlu diperiksa dengan detail.

”Sama kita perlakuan seperti bagaimana tehnik kita warga Wuhan, bagaimana tehnik kita World Dream, ini kan berbeda semua. Sampai yang terkahir ini sangat berbeda dibandingkan yang berikutnya. Karena kita mengacu pada epidemiologi. Mana yang harus dilakukan, mana yang paling memungkinkan,” imbuhnya.

Pasien saat ini, menurut Menkes, telah dipisah, karena waktu itu kan masih ODP (orang dalam pengawasan). Ia menambahkan begitu ODP pun kita sudah lakukan karantina, isolasi maka ODP jadi PDP (Pasien Dalam Pengawasan) karena dirawat ada batuk pileknya, kemudian langsung dilakukan swap.

”Saya akan detail karena bagaimanapun ini kan menyangkut kesehatan semua warga negara, jadi enggak usah khawatir. Kita sudah melakukan sesuai prosedurnya. Mana yang harus diisolasi rumah, mana yang harus dibawa, itu tergantung tipikal kontaknya ya, tipikal kontaknya. Tidak bias di-gebyah uyah,” kata Menkes. Yang paling penting adalah satu, lanjut Menkes, laboratoriumnya benar jikalau negatif dikatakan negatif, kalau positif dikatakan positif.

”Yang kedua, pemerintah sudah benar. Melakukan namanya surveillance tracking, begitu ada, kita tracking di mana yang ada. Kemudian, kita amankan step by step, ya. Tidak grusa-grusu. Grusa-grusu, nek resah, bukannya tambah menimbulkan apa kuwi, kebaikan, malah gaduh yang tidak perlu. Kalau hal yang ndak perlu, ndak usah,” imbuhnya.

Norton home page: Cybercrime has evolved. Now, our protection has too.

Bersihkan dan Lindungi Website Anda Visit Sucuri

Langkah preventif untuk warga agar tidak menularkan, lanjut Menkes, sesuai keputusannya WHO, yang sakit yang pake masker, yang sehat ndak usah. ”Karena apa? Kalau yang sehat pake, ya percuma nanti dia megang-megang tangannya, dan sebagainya. Tetep aja, dari pada gitu, mending dia yang menjauhi orang sakit. Ya tho? Yang sakit menutup diri,” tambahnya.

Jika ada gejala awal, Menkes menyampaikan ke rumah sakit atau puskesmas terdekat dengan gejala seperti batuk, sesak napas, dan demam. ”Kalau ndak ada itu, ya ndak ada keluhan seperti itu. Dan harus diingat, ini penyakit yang self-limited disease. Penyakit yang bisa sembuh sendiri. Sama dengan virus yang lain. Ya. Dan juga angka kematiannya juga 2%, ataupun di bawahnya,” sambung Menkes.

Imunitas tubuh, menurut Menkes, sangat penting terutama Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, jaga hygiene, dan sebagainya. ”Gerakan Masyarakat Hidup Sehat sudah digaungkan, kok, di mana-mana. Dan sudah menjadi domain kita. Mudah-mudahan teman-teman wartawan juga ikut. Jangan sampai asyik dengan mencari berita, lupa untuk kesehatan dan imunitas,” ujarnya.

Mengenai 32 yang berada di DKI, menurut Menkes, itu berbeda karena sudah ndak ada dalam pemantauan, karena ini sudah negatif hasilnya. ”Kalau belum ada labnya, hasilnya, namanya dalam pemantauan. Tetapi kalau sudah ada hasilnya sudah negatif. Maka itu tidak ada berita itu. Tidak menjadi orang dalam pemantauan, pengawasan, maupun pasien dalam pemantauan,” sambungnya.




Dunia itu, menurut Menkes, semua semakin rasional dalam mengatasinya. Ia menyampaikan, satu, tracking-tracking sudah bisa dikerjakan. ”Dari pintu-pintu masuk sudah bisa dilakukan. Ya, kan? Dan kegiatan untuk meningkatkan imunitas itu yang penting. Kalau imunitas tubuh kita kuat, ndak akan masuk juga, gimana. Virulensinya tergantung imunitas,” jelas Menkes. Soal wisatawan, Menkes menyampaikan itu dari negara-negara yang tidak terdampak karena baru 54 atau 52 negara yang kena.

”Jadi kita ini, hati-hati tapi tidak sampai paranoid. Kita lakukan selalu, cegah tangkal selalu sesuai prosedur. Paranoid juga kita menyalahi prosedur WHO. Karena ndak boleh coba, diungkapkan oleh WHO. Tidak boleh paranoid,” lanjutnya. Hingga saat ini, Menkes menyampaikan Virus Korona ini belum ada vaksinnya, sampai detik ini kan memang belum ditemukan, belum ada.

”Riset-riset dunia juga baru berjalan. Kita juga begitu ada data ini, ada sisi yang bisa kita lanjutkan dengan sampel-sampel ini. Itu untuk bisa dilakukan riset-riset, pertama, untuk di kemudian hari menemukan vaksin lah, atau obat, dan sebagainya. Karena selama ini kan tidak ada. Dan tidak ada MTA. Adanya MTA kan Material Transfer Agreement kan ndak boleh sembarangan dibawa,” sambungnya. Ke depan, Menkes menyampaikan bisa saja membuat antivirus karena sekarang ada dua kasus.

”Sekarang ada dua kasus, ya kita manfaatkan ini nanti untuk riset, untuk ini, di kemudian hari mungkin menghasilkan obat, atau menghasilkan vaksin, dan sebagainya,” tutur Menkes.

Untuk di Bandara, Menkes menjelaskan akan tetap dicek karena punya Thermoscan yang medi. ”Satu per satu itu ada kroscek setelah dia melewati, apa, kamera. Setelah dia melewati thermal scanning yang bisa dipantau otomatis dari jauh. Itu adalah begitu ada kecurigaan baru dia akan dicegat oleh thermal thermal scanning dan pemeriksaan kesehatan,” jelasnya.

Soal informasi warga negara Singapura yang terkena di Batam, Menkes menyampaikan akan dilakukan tracking dan sampai sekarang begitu tetap tidak ada ya tidak ada masalah karena surveillance tracking itu merupakan kewajiban.

”Bayangin kita terus ketat sekali dalam melakukan tracking. Ada berita apa termasuk yang transit di Bali kemudian terbang ke New Zealand juga kita tracking, dimana CCTV-nya dia ada dimana, kontak dengan siapa. Itu kita lakukan, yang naik emirates kita tahu,” tuturnya pada bagian akhir wawancara. (jo-2)



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.