Bawa-bawa Nama Polda Sumut, Mantan Hakim Tinggi Ini Mau "Kuasai" Tanah Masyarakat di Siborong-borong

Sanggar Pramuka, Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborong-borong, Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
SIBORONG-BORONG, JO- Gaya orde baru (Orba) dengan membawa-bawa nama pejabat untuk melakukan kegiatan sewenang-wenang kepada masyarakat ternyata masih ada di Indonesia. Hal itu terlihat dari cara SDL, seorang wanita yang disebut-sebut mantan hakim tinggi ini menakut-nakuti masyarakat di Siborong-borong, Tapanuli Utara (Taput) sehingga mereka tersingkir dari tanah mereka sendiri.

“Mereka membawa-bawa nama Polda Sumut, dan katanya akan mengerahkan pasukan dari Polda untuk meratakan tanah milik kami. Tapi saya sama sekali tidak yakin, mana mungkin Pak Kapolda mau bertindak gegabah menyakiti hati masyarakat,” kata Banggas Tampubolon, anak dari almarhum Salem Tampubolon, di Siborong-borong, Rabu (6/6/2018).

Banggas merupakan salah seorang ahli waris tanah Sanggar Pramuka, di Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborong-borong, Taput, yang diklaim oleh SDL, seorang wanita yang disebut-sebut mantan hakim tinggi, sebagai tanah miliknya.

Informasi mengenai pelibatan aparat Poldasu untuk melakukan tindakan paksa meratakan tanah yang ada di kawasan Sanggar Pramuka itu diperoleh Banggas dari Timbul Hutasoit, orang dekat dari SDL. Tapi, bagi Banggas, kata-kata itu terkesan menakut-nakuti masyarakat. Padahal dia tahu bahwa tidak mungkin Kapolda mau diperalat, apalagi Bapak Presiden Jokowi selalu membela masyarakat dan dekat dengan masyarakat.

(Baca berita sebelumnya: Mantan Hakim Tinggi Kuasai Tanah Sanggar Pramuka Siborong-borong, Masyarakat Kaget dan Protes )

Sebelumnya, pihak SDL sendiri sudah memasang spanduk yang mengklaim tanah itu sebagai miliknya, namun tidak menunjukkan bukti kepemilikan. Tidak terima dengan klaim sepihak itu, masyarakat pun kemudian membuat spanduk baru dengan menyebut bahwa tanah itu adalah milik keturunan Alm Lamisana Tampubolon dengan menyertakan surat putusan PN Tarutung, PT Medan dan MA.




"Kalau pun SDL merasa ini tanahnya, saya rasa ya mari berproses di pengadilan, karena ini perdata bukan pidana, Masa Polda begitu mudah menerima permintaan mereka. Kami memiliki bukti-bukti kuat dan lengkap mengenai kepemilikan tanah ini,” sambung Banggas.

Dikatakan, tanah ini dulunya diberikan oleh orang tuanya Alm Salem tampubolon kepada Pemda Taput pada tahun 1973 dengan status hak pakai. Orang tua nya pun pernah membuat surat kepada Pemda Taput pada 5 april 1993 agar pemda memberikan kepadanya pago pago (ganti rugi) sebesar Rp10.000.000, namun tidak ada realisasi dari pada pemda atas suratnya tersebut.

Tanah ini pun sudah pernah mereka menangkan secara perdata, sesuai keputusan: Pengadilan Negeri Tarutung NO.54/Pdt G/1998, Pengadilan Tinggi No.48/Pdt/1991/PT MEDAN, -MA NO.58/D/98/3177K/PDT/1991 tanggal 20 November 1998,

“Inilah dasar kami menyatakan bahwa ini tanah kami, Jadi kalau pun dia merasa itu adalah tanah miliknya, marilah bermain di pengadilan, beradu surat dan data. Karena sampai saat ini belum pernah saya minta kepada pemda untuk pengembalian lahan ini sepeninggalan orang tua saya. Jadi setahu saya ini statusnya masih dikelola pemda,” ucap Banggas lagi,

Baggas juga meminta kepada Pemkab Tapanuli Utara untuk mengembalikan tanah ini kepada ahli waris Salem Tampubolon agar tidak ada kejadian seperti ini. (rizal t)




Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.