Mantan Hakim Tinggi Kuasai Tanah Sanggar Pramuka Siborong-borong, Masyarakat Kaget dan Protes

Keturunan Lamisana Tampubolon memasang plang baru.
SIBORONG-BORONG, JO – Seorang yang disebut-sebut matan hakim tinggi menguasai tanah Sanggar Pramuka yang terletak di Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborong-borong, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Penguasaan tanah sanggar yang sudah lama tidak dikelola oleh pemerintah daerah tersebut membuat kaget dan protes keras dari masyarakat yang adalah pemilik asli tanah tersebut.

Protes keras masyarakat itu muncul saat mengetahui tiba-tiba ada plang atau papan pengumuman yang mengklaim tanah itu adalah milik Saur Delina Lumbantobing, wanita yang disebut-sebut mantan hakim tinggi itu, dengan menyebut bahwa tanah sudah disertivikatkan tahun 2010 dengan nomor sertivikat 298/HM/2010.

Masyarakat yang kaget dengan munculnya plang itupun membuat plang baru yang menegaskan tanah itu adalah milik keturunan Lamisana Tampubolon, sesuai dengan keputusan PN Tarutung No.54/Pdt G/1998, PT No.48/Pdt/1991 Pengadilan Tinggi Medan, dan MA No.58/D/98/3177 K/PDT/1991 tanggal 20 November 1998.

Pengumuman yang dipasang Saur Delina Lumbantobing.

“Ini tanah milik almarhum bapa uda kami yaitu Salem Tampubolon, keturunan dari Lamisana Tampubolon yang diberikan sebagai hak pakai kepada Pemkab Tapanuli Utara pada tahun 1973 untuk dibuat menjadi sanggar Pramuka. Saat itu camat adalah M Pasaribu dan bupati IM Sinaga. Hingga awal tahun 2000-an tempat ini masih sering dipakai pemda dan instansi terkait untuk acara kepramukaan,” kata Manuntun Tampubolon saat ditemui di lokasi, Senin (21/5/2018).

Namun begitu, selama 15 tahun belakangan, lokasi ini tidak pernah lagi digunakan untuk kegiatan Pramuka, dan tiba-tiba di atas tanah sanggar pramuka itu sudah berdiri rumah milik Saur Delima Lumbantobing.




Banggas Tampubolon , yang merupakan anak atau ahli waris dari almarhum Salem Tampubolon yang merupakan pemberi tanah tersebut untuk dipakai pemda menyatakan bahwa tanah tersebut belum dikembalikan oleh pemda kepada mereka.

“Pemda belum mengembalikan tanah tersebut, dan kalaupun ada pengembalian, seharusnya dikembalikan kepada kami. Yang lebih parahnya lagi, Saur Delina Lumbantobing mengaku bahwa itu sudah tanahnya dengan membuat plang bahwa itu sudah di sertifikatkan tahun 2010,” ucap Banggas heran.

Surat yang ditulis tangan Mahadin Tampubolon tentang Saur Delina.

Dia juga membuat surat permohonan pengembalian tanah yang baru dirapatkan di kantor camat Siborongborong pada bulan Maret 2018. Ini, kata Banggas, kejanggalan besar. “Ini kan kejanggalan besar, dimana tahun 2010 dia sudah mensertifikatkan tanah tersebut, namun 2018 baru dibuat rapat permohonan pengembaliannya, sementara saya sebagai ahli waris dari pada pemberi tanah tidak diundang pada rapat tersebut,” sambungnya.

Salah seorang cucu almarhum Lamisana Tampubolon, Johnson Tampubolon menyatakan bahwa Saur Delina Lumbantobing pernah meminta kuasa kepada orangtuanya yaitu Mahadin Tampubolon, dan bapa udanya yaitu Salem Tampubolon, untuk mengurus segala tanah perkara maupun tanah yang tidak berperkara termasuk sanggar Pramuka ini.

“Saur Delina Lumbantobing juga meminta seluruh berkas asli tanah dan menyuruh orang tua kami untuk menandatangani kertas kosong dan kwitansi kosong yang bermeterai. Inikan pembodohan besar. Dan ini pun ada bukti surat tertulis orang tua saya bahwa orang tua saya merasa ditipu dan disiksa Saur Delina Lumbantobing,” kata Johnson sambil menunjukkan surat penipuan dan penyiksaan yang ditulis tangan pada 8 september 2010. (rizalt)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.