LPSK Apresiasi Kinerja Organisasi-organisasi Peduli Hak Korban

Abdul Haris Semendawai
ACEH, JO – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sangat mengapresiasi kerja-kerja instansi maupun organisasi-organisasi yang konsen terhadap hak-hak korban kejahatan. Mereka tanpa pamrih dan bekerja atas dasar kemanusiaan.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengakui, sampai saat ini, LPSK memang masih berada di pusat dan belum memiliki perwakilannya di daerah. Meski baru berada di pusat, permohonan perlindungan yang datang dari seluruh penjuru di Indonesia tetap ditindaklanjuti sesuai dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.

Menurut Semendawai, keterbatasan jarak tidak sampai mengurangi kinerja LPSK dalam memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban di Indonesia.

“Jika (saksi dan korban) tidak bisa datang langsung, banyak cara lain, semisal melalui telepon, email atau meminta bantuan dari penyidik (polisi dan jaksa),” kata Semendawai dalam dialog bersama para pemangku kepentingan di Blangpidie, Aceh Barat Daya, Kamis (15/12).

Dia juga mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada organisasi-organisasi yang konsen terhadap hak-hak korban kejahatan di daerah, termasuk di Aceh Barat Daya. Kehadirannya menjadi sangat penting mengingat mereka bekerja atas dasar kemanusiaan.

“Mereka (organisasi yang konsen terhadap korban) inilah yang menjadi mitra LPSK di daerah,” tutur Semendawai.

Kegiatan bertajuk focus group discussion (FGD) yang diselenggarakan LPSK bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya tersebut dibuka Sekretaris Daerah Thamrin dan dihadiri unsur muspida mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri, TNI dan organisasi-organisasi yang konsen terhadap pemenuhan hak korban kejahatan, baik yang berada di bawah koordinasi pemerintah maupun non-pemerintah.




Yanti, penggiat masalah kekerasan anak di Aceh Barat Daya, menuturkan, mereka kerap menemukan kasus-kasus kekerasan yang menimpa anak dan perempuan, kasus kekerasan seksual terhadap anak. Masalah yang kerap dihadapi yaitu keterbatasan dalam merehabilitasi psikologis korban anak.

Karena di daerah seperti Aceh Barat Daya, mencari dan menghadirkan psikolog anak menjadi persoalan tersendiri. “Kita di daerah memiliki keterbatasan dalam memenuhi hak-hak korban khususnya dalam kasus seksual anak. Salah satunya ketidakadaan psikolog anak di daerah,” ungkap Yeni, dari P2TP2A Kabupaten Aceh Barat Daya.

Peserta FGD lainnya juga mengeluhkan masih adanya ketakutan dari masyarakat, khususnya dari keluarga yang anaknya mengalami kekerasan seksual. Sebagian ada yang beranggapan bahwa kejadian itu adalah aib dan tidak perlu diproses hukum, sementara sebagian lain takut.

“Kita sering mendatangi keluarga korban dan mengajak mereka untuk melaporkan kejadian yang menimpa anaknya ke aparat, tetapi pihak keluarga tidak mau, mungkin juga karena merasa takut,” ujar Zulaika, penggiat lainnya. (jo-2)

Sebelum ke Yogyakarta, Cek Dulu Tarif Hotel dan Ulasannya
Ke Bandung? Cek Dulu Hotel, Tarif dan Ulasannya Disini
Cek hotel di Lombok, bandingkan harga dan baca ulasannya
Liburan ke Surabaya? Cari hotel, bandingkan tarif dan baca ulasannya
Cek hotel di Parapat, Danau Toba, bandingkan harga dan baca ulasannya
Bengkulu yang Sedang Bersinar, Cek hotel dan baca ulasannya



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.