Perwakilan CDKN Mochmamad Indrawan (kiri) bersama
Siebe Schuur, councellor head of the Economic Department,
 Kedutaan Besar Belanda, dengan para panelis 
Mirantha
Kristanty, Sarwono Kusumaatmadja, Fabby Tumiwa
dan Gracia Paramitha dalam dialog yang diadakan CDKN
di JCC, Jakarta, Sabtu (16/4).
JAKARTA, JO- Generasi muda saat ini, khususnya yang duduk di bangku SMP maupun SMA memegang peran penting bagi upaya mengatasi perubahan iklim, khususnya terkait kesepakatan perubahan iklim COP 21 UNFCCC Paris tahun 2015 lalu. Itu sebabnya generasi muda saat ini harus inovatif dan kreatif dalam menghadapi isu perubahan iklim global ini.

Demikian benang merah yang didapat dari Dialog Antar-Generasi: tantangan dan Peluang Bagi Generasi Muda" yang digelar Climate and Development Knowledge Netrwork (CDKN) di arena Indonesia Climate Change Education Forum & Expo 2016 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Sabtu (16/4).

Tampil sebagai panelis Ketua Dewan Pengarah Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang juga mantan Menteri Kehutanan RI Sarwono Kusumaatmadja, Fabby Tumiwa (Direktur Institute for Essential Services Reform yang juga anggota Majelis Wali Amanat Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)), Mirantha Kristanty (Aktivis Youth Forum and Climate Reality Project) serta Gracia Paramitha (Pengajar London School of Public Relations yang juga UNEP TUNZA Global Youth Advisor on Asia Pacific).

Hadir juga Siebe Schuur, councellor head of the Economic Department, Kedutaan Besar Belanda untuk Indonesia, dan perwakilan CDKN Mochamad Indrawan, para aktivis lingkungan dan para pelajar dari berbagai sekolah.

"Perubahan di era kaum muda sekarang bukan main cepat sehingga generasi muda sekarang harus juga lebih cepat, dan inovatif dalam menghadapi perubahan iklim," katanya Sarwono.

Sarwono mengatakan kenaikan suhu di atas dua derajat Celcius tidak bisa ditolerir, sehingga hasil KTT Perubahan Iklim atau COP21 UNFCCC di Paris akhir tahun lalu menyepakati batas kenaikan suhu rata-rata global di bawah dua derajat Celcius untuk pra industri dan berupaya menekannya hingga suhu 1,5 derajat Celcius.

Diingatkannya, perubahan iklim ini akan sangat berdampak bagi Indonesia, apalagi mengingat Indonesia merupakan negara dengan luas ketiga terbesar di dunia, dan juga pemilik hutan mangrove terbesar kedua di dunia.

“Jadi Indonesia punya peran besar dalam mengendalikan iklim dunia ini, khususnya generasi muda. Di era Anda nanti perubahan akan lebih cepat terjadi. Jadi kita bisa melakukan dua hal sekaligus yakni mitigasi dan adaptasi untuk mencapai ketahanan iklim,” kata Sarwono.

Menurut Febby Tumiwa, dibutuhkan 30 tahun lalu untuk memastikan hasil-hasil kesepakatan Paris, dan itu berarti nantinya semua kebijakan terkait pemanasan global ada di tangan kaum muda yang hidup saat ini.

“Kaum muda dengan rentang waktu penyelesain 30 tahun atau tahun 2050 generasi yang sekarang SMP atau SMA menjadi aktor kumci mengatasi perubahan ikim. Karena itu, sangat penting bagi generasi muda saat ini untuk memahami persoalan ini dan memiliki kemampuan mitigasi maupun adaptasi,” katanya.

Sebelum 2040 emisi gas rumah kaca sudah harus mencapai puncak lalu harus turun, kemudian setelah 2050 dunia harus capai carbon netral, misalnya jika dikeluarkan gas rumah kaca 10 maka kita kurangi 10.

Dalam hal ini, kaum muda saat ini harus bisa hidup dengan gaya hidup yang sesuai dengan lingkungan. “Kamu muda harus bertanya apakah apa yang saya lakukan ini menimbulkan perubahan iklim atau tidak? Masa depan gas rumah kaca Indonesia ada di tangan Anda, dan Anda harus inovatif dalam mengembangkan gaya hidup yang sadar akan carbon, misalnya saat Anda mematikan lampu saat keluar kamar, atau mematikan televisi ketika tidak menonton dan lainnya” sambung Tumiwa sambil menegaskan perlu total football dalam menghadapi perubahan iklim.

Sementara itu, panelis lainnya, Gracia Paramitha menceritakan pengalamannya saat mengikuti COP21 di Paris, dan melihat betapa generasi muda di seluruh dunia sangat perduli dengan isu perubahan iklim.

“Anak muda sekarang nggak cuek soal perubahan iklim. Mereka hadir dari berbagai negara dan kegiatan yang sangat kreatif. Mereka juga sangat edukatif dan lebih peka atas isu climate change,” katanya.

Menurutnya, anak muda sekarang memiliki banyak pilihan dalam mengembangkan ide-ide kreatif terkait lingkungan hidup, antara lain dengan memanfaatkan media sosial. “Jadi selain inovatif anak muda memang perlu kreatif. Kita bisa adopsi banyak ide di media sosial,” ungkap Gracia.

Sedangkan Siebe Schuur, councellor head of the Economic Department, Kedutaan Besar Belanda untuk Indonesia yang hadir dalam dialog ini mendorong generasi muda Indonesia untuk mengubah perilaku dari kebiasaan orang tua, terutama dalam hal mengurangi sampah plastik.

“Ini mengenai perubahan mentalitas. Generasi Anda harus diedukasi untuk mengadvokasi perubahan perilaku. Kami sangat gembira dengan apa yang sudah dilakukan pemerintah dengan melarang penggunaan tas plastik. Kaum muda bisa berprestasi dengan mengatakan ‘Bye-bye Plastic Bag’,” ucap Siebe Schuur.

Dikatakan, dialog antar-generasi terkait perubahan iklim ini sangat penting sebagai tindak lanjut dari Paris Cop 21. Itu sebabnya, Erasmus Huis pekan depan akan meluncurkan inisiatif sosial yang dilakukan oleh anak-anak untuk menolak penggunaan kantong plastik, dengan nama “Bye-bye Plastic Bag”. (jo-2)


Sebelum ke Yogyakarta, Cek Dulu Tarif Hotel dan Ulasannya Ke Bandung? Cek Dulu Hotel, Tarif dan Ulasannya Disini Cek hotel di Lombok, bandingkan harga dan baca ulasannya Liburan ke Surabaya? Cari hotel, bandingkan tarif dan baca ulasannya Cek hotel di Parapat, Danau Toba, bandingkan harga dan baca ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.