BPK RI
JAKARTA, JO - Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menilai ada kejanggalan dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

Menurut Febri, di Jakarta, Kamis (14/4), BPK mengatakan terjadi pelanggaran prosedur dalam pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta, padahal, menurut ICW penetapan lokasi sudah sesuai dengan prosedur.

BPK, kata Febri, keliru dalam menggunakan acuan sebagai prosedur pengadaan lahan. BPK masih menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2012 yang mengatur perencanaan, pembentukan tim, penetapan lokasi, studi kelayakan dan konsultasi publik.

“Padahal, sudah ada perpres baru, yang merupakan perubahan keempat dari Perpres 71/2012, yakni Perpres 40 tahun 2014. Dalam Pasal 121 Perpres 40 tersebut dikatakan bahwa demi efisiensi dan efektivitas, maka pengadaan tanah di bawah lima hektare dapat dilakukan pembelian langsung antara instansi yang memerlukan dan pemilik tanah,” ujarnya.

Dalam konteks itu, Febri membenarkan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bahwa BPK menyembunyikan temuan. Pasalnya, BPK menggunakan Perpres 71/2012, bukan Perpres 40/2014.

“Makanya, kita pertanyakan mengapa BPK menggunakan Perpres 71/2012 dan bukan perpres terbaru nomor 40/2014. Jika menggunakan Perpres 40/2014, maka tidak ada kesalahan prosedur yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta,” bebernya.

Kejanggalan lain, lanjut Febri, adalah penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) yang digunakan BPK, di mana BPK masih menggunakan NJOP berdasarkan nilai kontrak tahun 2013. Padahal, Pemprov DKI Jakarta menggunakan NJOP tahun 2014.

Seharusnya BPK menggunakan NJOP tahun 2014, bukan berdasarkan NJOP tahun 2013. BPK juga sebenarnya bisa melakukan perhitungan NJOP sendiri sesuai dengan prosedur, sehingga ada pembandingnya.

Dalam kontrak tahun 2013, dinyatakan bahwa NJOP tanah Rp 15,5 juta per meter persegi, sementara dalam kontrak 2014, NJOP sudah dinaikkan menjadi Rp 20,4 juta per meter persegi.

“Kami berharap KPK tetap lanjutkan kasus ini, apakah ada indikasi mark up atau tidak dalam perhitungan NJOP. Kami tentu berharap KPK tetap objektif dan kuat dalam menyelidik kasus ini serta tidak terpengaruh opini atau tekanan pihak luar,” tuturnya. (amin)

Sebelum ke Yogyakarta, Cek Dulu Tarif Hotel dan Ulasannya Ke Bandung? Cek Dulu Hotel, Tarif dan Ulasannya Disini Cek hotel di Lombok, bandingkan harga dan baca ulasannya Liburan ke Surabaya? Cari hotel, bandingkan tarif dan baca ulasannya Cek hotel di Parapat, Danau Toba, bandingkan harga dan baca ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.