Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, Wakil Ketua
LPSK Askari Razak, Sekretaris LPSK Armein
Rizal berfoto bersama para peserta Bimtek
Pelayanan Perlindungan Saksi dan Korban,
di Jakarta, Kamis (8/10).
JAKARTA, JO – Harapan masyarakat akan pelayanan perlindungan dan bantuan yang dilaksanakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) semakin hari semakin tinggi.

Untuk mengimbangi hal itu, LPSK terus berbenah sambil meningkatkan kualitas layanan, yang diwujudkan dalam pembuatan standar operasional pelayanan (SOP), peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pengawasan.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, peningkatan kualitas layanan LPSK baik perlindungan maupun bantuan sudah menjadi keharusan. LPSK dituntut mampu memberikan pelayanan dengan standar waktu tertentu dan menjangkau seluruh penjuru negeri.

“Ekspektasi masyarakat pada LPSK makin tinggi. Jika tidak mampu diimbangi, masyarakat akan kecewa,” ujar Semendawai saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis Pelayanan Perlindungan Saksi dan Korban di Jakarta, Kamis (8/10).

Sebagai bagian dari pemerintah, menurut Semendawai, LPSK wajib melaksanakan tugas dan fungsinya dalam memberikan layanan perlindungan dan bantuan bagi korban kejahatan semaksimal mungkin. Agar pelayanan yang diberikan berkualitas, LPSK membutuhkan SDM yang paham betul mengenai tugas dan fungsinya. “SDM yang dibutuhkan adalah SDM yang tahu tugasnya dalam memberikan pelayanan,” kata dia.

Dengan demikian, kata Semendawai, ketika ada masyarakat yang membutuhkan layanan, sumber daya manusia di LPSK bisa memberikan pelayanan secara lebih baik. Kehadiran LPSK sendiri memberikan harapan baru bagi masyarakat dalam kaitannya mewujudkan sistem peradilan pidana ideal. Kedudukan LPSK dipertegas dengan diterbitkannya Undang-undang (UU) No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan diperkuat dengan UU No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006.

Sejumlah perubahan dalam UU NO 31 Tahun 2014 antara lain mengatur mengenai pengembangan kapasitas perlindungan dan sumber daya. Pada Pasal 11 juga disebutkan adanya LPSK perwakilan daerah. Namun, hingga saat ini, LPSK perwakilan daerah belum bisa diwujudkan. Untuk itu, sesuai mandat yang tertuang dalam Pasal 36 UU No 13 Tahun 2006, LPSK dimungkinkan bekerja sama dengan instansi terkait dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan.

“LPSK menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi dan membentuk sekretariat kerja sama. Perguruan tinggi difungsikan sebagai perpanjangan tangan dalam penerimaan permohonan perlindungan saksi dan korban,” ujar Semendawai.

Kegiatan Bimbingan Teknis Pelayanan Perlindungan Saksi dan Korban berlangsung selama dua hari, Kamis-Jumat (8-9/10) di Hotel Lumire, Jakarta. Bimbingan teknis diiikuti 33 peserta terdiri 15 orang dari internal LPSK dan 18 orang lainnya dari eksternal LPSK.

Ke-18 peserta eksternal berasal dari sejumlah perguruan tinggi yang sudah menjalin kerja sama dengan LPSK, antara lain Universitas Muslim Indonesia, Universitas Udayana, Universitas Pattimura, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Mataram, Universitas Sumatera Utara, Universitas Islam Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Katolik Atma Jaya, dan Universitas Nusa Cendana, NTT.

Selain Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, pembicara dalam kegiatan bimtek adalah enam wakil ketua LPSK lainnya, yaitu Teguh Soedarsono, Askari Razak, Lies Sulistiani, Hasto Atmojo Suroyo, Edwin Partogi Pasaribu dan Lili Pintauli Siregar. “Semua pimpinan turut memberikan materi. Tujuannya agar saling kenal dan memperkuat jejaring antara LPSK dan rekan-rekan dari perguruan tinggi,” tutur Semendawai. (jo-2)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.