Siapa bakal menang?
JAKARTA, JO- Bukan Ahok namanya kalau tidak suka melakukan kontroversi. Setelah "menohok" DPRD DKI Jakarta, kini Gubernur DKI Jakarta ini membuka "front" dengan institusi pemeriksa keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dipimpin Harry Azhar Azis, yang sebelum menjadi ketua BPK adalah politisi Partai Golkar, parpol tempat Ahok bernaung.

Hebatnya, begitu Ahok "ngomel" di Balaikota, Jakarta, pada hari itu juga petinggi BPK menggelar rapat internal. Apa pasal? Begitu menghebohkan kah "omelan" Ahok itu bagi para petinggi BPK ini?

Kepada wartawan di Jakarta, Selasa (7/7), Ahok mengaku tidak bisa menerima "perlakuan" BPK terhadap Pemprov DKI Jakarta termasuk dirinya. Maklum, BPK memberikan rapor opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap keuangan Pemprov DKI Jakarta, kondisi yang tidak berbeda dengan tahun 2014 sebelumnya.

Tak hanya itu, Ahok rupanya kesal juga dengan sikap BPK yang sepertinya membuat perbedaan-perbedaan perlakuan dirinya sebagai gubernur DKI Jakarta dengan para pejabat lain. Bayangkan, kata Ahok, urusan darpur seperti cabe, bawang, garam pun diperiksa BPK. Masalahnya, menurut Ahok, pejabat lain tidak pernah dilakukan seperti itu.

Kesal, dia kemudian meminta balik kepada BPK agar memeriksa seluruh pemakaian anggaran setiap pejabat publik yang ada di DKI dan juga Indonesia secara mendetail seperti yang dilakukan kepadanya.

Tak hanya itu, ada dua soal lain yang rupanya bikin dia naik darah. Pertama, saat penyampaian penilaian BPK itu di sidang paripurna DPRD, pada Senin (6/7). Saat itu, dirinya sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan tanggapan, padahal dia sudah menyiapkan pidato tanggapan sebagaimana biasanya.

Kedua, soal pembelian lahan untuk Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat yang disebut kemahalan, yakni Rp 191 miliar. Padahal, program pembelian lahan seluas 3 hektare itu sudah dimulai ketika Fauzi Bowo menjadi Gubernur DKI pada 2007-2012.

“Masak era Foke mau kampanye, BPK beri predikat Wajar Tanpa Pengecualian. Sementara saya yang diwarisi program itu dapat predikat WDP,” kata Ahok.

Saking kesalnya, Ahok pun menantang para petinggi BPK untuk membuka harta kekayaan masing-masing, sebab menurutnya sejumlah anggota BPK pun belum melaporkan harta kekayaannya.

Ahok bahkan mempertanyakan manfaat opini BPK terhadap keuangan daerah, sebab pada kenyataannya tidak sedikit kepala daerah yang diberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WDP) tapi memiliki kasus korupsi di KPK.

Menanggapi Ahok ini, anggota BPK Achsanul Qosasi menyebut pihaknya sudah melakukan rapat, dan institusi itu tidak akan terpengaruh dengan tantangan Ahok. BPK malah meminta Ahok untuk mengendalikan diri.

Secara terpisah, Ketua BPK Hary Azhar Azis telah meminta Ahok tak asal tuding, dengan memintanya menyebut nama kepala daerah yang daerahnya mendapat predikat WTP (wajar tanpa pengecualian) tapi dibui.

“Siapa? Sebut dong. Saya tidak bisa beri komentar apapun kalau begitu. Nggak bisa asal tembak,” kata Hary.

Terkait pertanyaan Ahok mengapa era Foke bisa memperoleh opini WTP meski ada masalah aset RS Sumber Waras, Hary menyebut mungkin saja di era Foke pelaporan keuangannya lebih bagus.

“Mungkin saja Zaman Pak Foke lebih bagus. Mungkin ya, saya tidak tahu karena saat itu saya belum di BPK,” ucap Hary.

Tapi berdasarkan penelusuran, apa yang disebut Ahok memang benar adanya terkait sejumlah kepala daerah dan kementerian yang diganjar opini WTP tapi gubernur atau walikota/bupati maupun menterinya justru dipenjara KPK.

Sebut saja apa yang dialami gubernur Riau yang pada 2012 mendapat opini WTP sejak 2012 namun sang gubernurnya justru dipersalahkan KPK karena korupsi. Hal yang sama dialami walikota Palembang, Sumatera Selatan yang juga mendapat opini WTP namun walikotanya Romi Herton justru divonis suap. Juga apa yang dialami Menteri Agama Surya Dharma Ali.

Bisakah "perdebatan" ini menjadi pintu masuk bagi "pembersihan" BPK, sekaligus pembenahan di Pemprov DKI? (jo-3)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.