Marak Kekerasan Seksual Anak, Indonesia Butuh Blueprint Perlindungan Anak

Ilustrasi
JAKARTA, JO- Berbagai bentuk dan cara kekerasan terhadap anak akan terus terjadi selama Indonesia belum mempunyai blueprint perlindungan anak, kata seorang anggota DPD RI.

Apalagi dalam beberapa tahun belakangan, seiring dengan perkembangan teknologi informasi terutama internet, terjadi bentuk atau trend baru kekerasan seksual terhadap anak yaitu kekerasan seksual terhadap anak secara online.

Seperti yang baru-baru ini terjadi di mana anak usia sekitar enam dan tujuh tahun dipaksa melakukan hubungan asusila oleh seseorang, direkam lewat HP dan disebar lewat media sosial.

Menurut anggota DPD Fahira Idris, di Jakarta, Kamis (11/6), kasus kekerasan seksual terhadap anak secara online baik melalui penyebaran video dan foto asusila anak di bawah umur lewat media sosial dan internet sudah berkali-kali terjadi di Indonesia, dan merupakan fenomena yang sudah kelewatan dan tidak bisa dibiarkan lagi.

“Fenomena ini benar-benar sudah kelewatan dan tidak bisa dibiarkan terjadi terus menerus. Beradab tidaknya sebuah bangsa itu dilihat dari bagaimana bangsa tersebut melindungi anak-anaknya. Kita butuh blueprint perlindungan anak untuk menghalau segala macam bentuk kekerasan terhadap anak,” ujar Fahira Idris yang juga Wakil Ketua Komite III DPD di mana salah satu lingkup tugasnya adalah perlindungan anak.

Senator asal Jakarta ini mengatakan, media sosial seperti facebook dan twitter menjadi medium yang paling banyak digunakan untuk menyebar foto atau video anak-anak telanjang atau yang sedang melakukan tindakan asusila.

Bahkan, banyak aktivitas online lainnya terutama chatting yang memang sengaja untuk menjajakan seks anak-anak. Saat ini, lanjut fahira, banyak anak-anak terutama remaja putri secara tak sadar sudah terperangkap dalam cyber sex.

Menurut Fahira, maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia karena sebagian besar masyarakat masih belum memandang kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. "Padahal kita sudah punya UU Perlindungan Anak sejak tahun 2002 dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara bagi yang terbukti melanggar."

Sementara untuk konten pornografi sudah ada UU No44/2008 tentang Pornografi dan untuk penyebarannya ada UU No11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman yang juga tidak main-main yaitu enam tahun penjara.

"Walau sudah ada regulasinya, tambah Fahira, kekerasan seksual terhadap anak dengan berbagai cara termasuk lewat internet meningkat tiap tahun. Makanya perlu ada bluperint perlindungan anak untuk merevolusi mental masyarakat bahwa kekerasan terhadap anak terutama fisik dan seksual adalah kejahatan luar biasa," ucap Fahira Idris. (jo-4)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.