Kisruh Taman BMW, PT Buana: Seharusnya Pemprov DKI Berbicara dengan Kami

Sebuah pamflet yang dipasang di lokasi eks-Taman BMW, Jakarta Utara.
JAKARTA, JO- Pembangunan stadion bertaraf internasional di Taman BMW, di Jakarta Utara (Jakut) hingga kini masih terus mengundang kontroversi khususnya terkait kepemilikan lahan, meski pembangunannya sudah di-ground breaking pada akhir Mei 2014 lalu.

Dari 26,5 hektar lahan yang disiapkan untuk stadion berkapasitas 50.000 penonton itu, seluas 10,7 hektar sudah disertifikat, selebihnya belum. Anehnya, dari luas yang disertifikat itu pun masih bermasalah karena ternyata 3 hektar lahan yakni sertivikat nomor 250 dan 251 adalah sah milik PT Buana Permata Hijau.

Menurut pihak PT Buana Permata Hijau, 3 hektar lahan di Jalan Sunter Baru, RT 01 RW 05, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok itu, merupakan hak mereka dari total 7 hektar lahan yang ada di lokasi itu, sehingga mereka pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan segera menghadapi sidang ketiga pada Kamis (21/8) besok.

Seperti dijelaskan Ginder Sembiring, HRD PT Buana Permata Hijau yang merupakan perwakilan perusahaan ini, di Jakarta, Selasa (19/8), penerbitan sertifikat tersebut semena-mena dan tidak sesuai prosedur hukum, apalagi pihaknya sudah menguasai hak garap lahan itu sejak 1973 dan pihak pemerintah yakni Pemkot Jakarta Utara hingga aparatur di bawahnya juga mengetahui hal itu.

Gender juga membantah Surat Penetapan Nomor 03/Cons/1994/PN JKT.UT terkait uang konsinyasi, karena diterbitkan dengan rujukan Surat Putusan PTUN Nomor 160/G/1991/Tn/PTUN-JKT tanggal 29 Juli 1992 yang sebelumnya sudah dibatalkan oleh PT TUN Jakarta Nomo 85/B/1992/PT.PUN.JKT atas gugatan banding PT Narpati Estate.

"Artinya nilai ganti rugi belum pernah terjadi kesepakatan, dan sampai saat ini PT Buana Permata Hijau belum pernah menerima uang konsinyasi dimaksud," tegas Ginder.

Terkait proses hukum yang sedang berlangsung di PTUN, pihaknya berharap agar dapat berlangsung dengan adil. "Proses hukum berjalan dengan adil, dan pihak-pihak terkait menunjukkan kebenaran itu," sambungnya.

Ginder menegaskan, sejak awal pihaknya sangat terbuka dengan pemerintah daerah, dan siap untuk berdialog mengenai penguasaan lahan di lokasi pembangunan Stadion BMW. Bahkan dalam setiap kali surat mereka layangkan mereka pun menegaskan mendukung program pemerintah.

"Stadion ini kan untuk masyarakat, kita dukung program pemerintah, tidak menghalang-halangi, namun kita minta prosesnya juga harus benar jangan juga masyarakat dirugikan," ucapnya.

Hal yang sama ditegaskan Tigor Napitupulu juga dari PT Buana Permata Hijau. Menurutnya, meskipun pihaknya sangat terbuka untuk berdialog, namun dari pihak Pemkot Jakut maupun Pemprov DKI Jakarta tidak pernah mengajak mereka untuk bertatap muka dan membahas persoalan ini dengan baik.

"Saat wakil walikota Jakut melakukan pengukuran di lokasi ini kita sudah hadapi langsung, dan saat itu wakil walikota mengatakan akan segera mengundang kita, tapi sampai hari ini pun tidak pernah ada. Kalau mau selesaikan masalah apa takutnya bicara dengan kita?" tanya Tigor.

Tigor sendiri menduga ada sesuatu yang ingin disembunyikan oknum pejabat pemda atas permasalahan birokrasi di masa lalu, dan persoalan besar itu membuat PT Buana Permata Hijau jadi korban dari sebuah "bingkai besar".

"Pak Jokowi harusnya mau membongkar persoalan masa lalu ini. Kami sebenarnya hanya menjadi korban dari sebuah permainan besar di masa lalu. Awalnya mereka mengatakan lokasi kita tidak disini, lalu kemudian konsinyasi, padahal mereka tahu posisi kita yang sebenarnya punya hak di sana," kata Tigor. (jo-3)

Jalan-jalan ke Las Vegas? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.