Susilo Bambang Yudhoyono dan Aburizal Bakrie
JAKARTA, JO- Dua partai, Partai Golkar dan Partai Demokrat dinilai sama-sama gamang dalam menghadapi Pilpres 2014. Ingin membentuk poros sendiri namun tidak yakin, sementara untuk mendukung dua bakal capres yang sudah ada yakni Prabowo Subianto (poros Partai Gerindra) dan Joko Widodo (poros PDI Perjuangan) mereka masih menghadapi kesulitan komunikasi akibat berbagai persoalan teknis seperti siapa capres-cawapres, hingga nonteknis seperti urusan "hati" masing-masing petinggi partai.

Pertanyaannya akankah mereka menunggu "strategi waktu mepet", sehingga pada akhirnya punya alasan membuat keputusan koalisi meski harus berlawanan dengan kehendak internal partai?

Seperti disampaikan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Nurul Arifin, hari ini, Golkar masih bertahan untuk mengusung Aburizal Bakrie sebagai capres bukan cawapres. Itu sebabnya penjajagan koalisi yang dilakukan Ical dengan Prabowo dalam pertemuan beberapa hari lalu masih menghadapi kebuntuan karena masing-masing masih ingin menjadi capres bukan cawapres.

Alasan Golkar tentu saja karena perolehan suara Beringin jauh lebih tinggi dibandingkan Partai Gerindra, meskipun pada sisi lain berdasarkan sejumlah survei menunjukkan elektabilitas Prabowo jauh lebih tinggi dibandingkan Aburizal Bakrie.

Sulitnya komunikasi antarpartai ini diakui Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari. Menurutnya, Partai Demokrat sulit dipertemukan dengan Golkar karena Partai Demokrat hendak bicara dari nol, artinya belum ada penentuan capres dan cawapres, sementara Golkar ingin pembicaraan dimulai dari capres.

"Kebuntuan-kebuntuan ini ingin kita cari jalan keluarnya," kata Hajriyanto.

Selain hubungan Golkar dengan Partai Demokrat, hubungan Partai Demokrat dengan PDI Perjuangan pun menghadapi jalan buntu lainnya, karena ada kesan Partai Demokrat lebih menginginkan koalisi dengan PDI Perjuangan, meski sayangnya, PDI Perjuangan hingga detik ini pun masih terkesan "menutup" pintu untuk Partai Demokrat.

Menurut seorang analis politik kepada JakartaObserver.com, Partai Demokrat sebenarnya akan lebih senang jika bisa berkoalisi dengan PDI Perjuangan untuk mengusung Joko Widodo, dengan harapan cawapres bisa diambil dari usulan Partai Demokrat.

"Kalau dengan PDIP berhasil ditembus Partai Demokrat, itu sangat berdampak positif sangat besar bagi Partai Demokrat. Di satu sisi bisa hemat biaya, dan di sisi lain akan menjadi pembelajaran politik terbaik bagi publik terkait persoalan lama antara pribadi Pak SBY dengan Ibu Megawati. Pak SBY tentu saja menaruh harapan era kepemimpinannya ditutup dengan suasana yang baik dan penuh kekeluargaaan antara semua pemimpin," kata analis itu.

Karena itu, menurutnya, kebekuan yang terjadi saat ini harus ada yang memecahkannya. Kalau urusannya memang hanya ada dua capres yang menonjol untuk apa lagi dicari yang lain. "Silakan memilih diantara kedua capres itu meskipun kesannya tidak seru. Tidak pula berarti menutup pintu bagi capres lain. Tapi masalahnya kita memilih serunya atau yang lebih efektif dan efisien atau bagaimana?" tanya dia.

"Faktanya banyak orang yang meragu-ragu sebenarnya untuk tampil capres, tapi di depan terkesan kokoh lalu bermanuver sana-sini. Jadi baik di internal Golkar maupun Demokrat harus ada yang menjadi pemecah kebuntuan itu. Kalau saya sih sebenarnya menarik kalau bisa muncul tiga pasang capres atau empat... tapi kewarasan politik mengatakan apakah ini tidak buang-buang energi saja? Kita sudah punya pengalaman pilpres sebelumnya banyak pasangan capres akhirnya hanya penggembira saja," katanya. (jo-10)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.