Usman dan Harun
JAKARTA, JO- Penamaan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) adalah hak sebuah negara sepenuhnya, kata salah seorang peserta Konvensi Capres Partai Demokrat Pramono Edhie Wibowo.

Hal ini disampaikannya, Senin (10/2) pagi terkait pernyataan Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam yang melayangkan keberatan melalui Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa, sehubungan dengan penamaan KRI Usman Harun yang baru diluncurkan oleh TNI Angkatan Laut.

"Penghormatan kepada pahlawan di sebuah negara yang diabadikan dalam penamaan objek tertentu tidak boleh di intervensi oleh negara lain," tegas Edhie.

Menurutnya, penamaan KRI Usman Harun sudah sesuai prosedur dan merupakan hak negara pemilik kapal.

Shanmugam seperti dikutip dari Channel News Asia, mengatakan penamaan itu akan melukai perasaan rakyat Singapura, terutama keluarga korban dalam peristiwa pengeboman MacDonald House di Orchard Road, Singapura pada tahun 1965.

Usman Harun diambil dari nama dua anggota KKO (Komando Korps Operasi, sekarang Marinir TNI-AL), Usman dan Harun Said yang mengebom MacDonald House di Orchrad Road yang menewaskan tiga orang pada masa konfrontasi dengan Malaysia tahun 1965 bagian daripada kebijakan Ganyang Malaysia yang dijalankan Pemerintahan Soekarno.

Keduanya dieksekusi di Singapura pada 17 oktober 1968. Usman dan Harun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

"Penamaan KRI Usman Harun jangan dipahami dalam konteks peperangan masa lalu. Penamaan KRI Usman Harun sebaiknya dipahami dalam konteks sebuah negara dalam memberikan motivasi kepada rakyatnya untuk bersumbangsih mengisi kemerdekaan dengan pembangunan yang berkualitas dengan mencotoh sumbangsih para pendahulu kita," jelas Edhie.

Edhie melanjutkan bahwa persepsi yang berbeda terhadap kebijakan pemerintah sebuah negara dengan negara lain adalah sebuah hal yang biasa. "Perbedaan presepsi tidak boleh menjadikan Indonesia surut dan gamang untuk tetap melanjutkan dan memberlakukan kebijakan itu," katanya.

Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew pada tahun 1973 sudah menabur bunga ke makam Usman dan Harun di Taman Makam Pahlawan, Kalibata Jakarta.

"Saya berharap Pemerintah Singapura dapat mengerti dan menganggap masalah ini selesai serta melanjutkan hubungan baik yang sudah terjalin baik selama ini," Edhie.

Sehubungan dengan masalah ini, di akhir pernyataannya Edhie menyatakan bahwa dirinya mengerti dan mendukung keputusan Kementerian Pertahanan dan Markas Besar TNI untuk tidak menghadiri acara kedirgantaraan, Singapore Airshow, 11-16 Februari 2014. (jo-17)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.