PM Tony Abbott
Oleh J Sirait

PM Australia Tony Abbott mungkin telah gagal untuk memahami psikologi yang dihadapi Indonesia saat ini mengenai aksi penyadapan yang dilakukan Australia. Berbicara kepada parlemen Australia pekan ini, dia mengatakan tugas utama dia adalah melindungi Australia dan semua kepentingan nasional Australia, yang kemudian ditangkap Jakarta sebagai isyarat bahwa Abbott meremehkan persoalan "kepedihan" Indonesia itu. Abbott lupa bahwa kepentingan Indonesia juga merupakan kepentingan Australia, dan rusaknya hubungan dengan Indonesia juga sangat berakibat fatal bagi kepentingan nasional Australia.

Hari ini, seperti dijawab Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam jumpa pers di Jakarta, Australia harus menghadapi kenyataan bahwa Australia telah mulai kehilangan "trust" dari tetangganya antara lain dengan dihentikannya untuk sementara kerja sama militer dan pertukarangan informasi intelijen dengan pihak Indonesia. Dalam konteks ini, PM Abbott menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dari akibat semakin memburuknya hubungan baik yang sudah terjalin selama ini dengan Indonesia.

Sebuah pertanyaan yang diajukan politisi Green, Adam Brandt kepada PM Abbott "Apakah betul (penyadapan itu)? Apakah Australia masih melakukannya saat ini?" Dan Anda mendukungnya?" menjadi pertanyaan penting yang juga diajukan oleh publik Indonesia kepada Abbott. Pertama, bahwa informasi yang disampaikan Edward Snowden merupakan suatu kebenaran, sebagaimana juga informasi terkait penyadapan yang dilakukan pemerintah Obama terhadap telepon Kanselir Jerman Angela Merkel, yang kemudian diakui kebenarannya. Persoalannya, apakah ada jaminan penyadapan juga tidak dilakukan pada saat ini?

Seperti disampaikan Presiden SBY hari ini, penyadapan, saling mengintai merupakan pola yang dilakukan era perang dingin dan terhadap negara yang bermusuhan, untuk menyakinkan Abbott bahwa pernyataannya yang menyebut "setiap pemerintah mengumpulkan informasi, dan semua pemerintahan tahu bahwa pemerintah lain juga mengumpulkan informasi". Tapi, Abbott lupa, semua itu bisa tampak normal ketika tidak terungkap ke publik. Ketika langkah konyol Anda terkuak keluar, Anda seperti penjahat yang memalukan, dan Anda tidak ada pilihan lain bahwa Anda kemudian harus meminta maaf. Bahwa ini urusan Edward Snowden, Indonesia sendiri tidak punya masalah dengan Snowden, meskipun Australia ya.

Dan Australia memang harus membayarnya. Tentu saja dengan meminta maaf, dan memastikan agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.

Bukankah permintaan maaf serupa juga dilakukan Presiden Obama kepada pemimpin negara-negara lain dalam kasus penyadapan yang diungkap Snowden? Dalam kasus ini, Abbott sebaiknya perlu memahami budaya Indonesia yang tidak mungkin mendesak orang lain untuk meminta maaf secara terbuka, kecuali orang lain itu menyadarinya sendiri. Ketika itu, pada saat yang sama tidak ada alasan untuk menolaknya.

Sekali lagi ini bukan soal Snowden, karena kita tidak perduli dengan dia. Ini soal Indonesia dan Australia. Ini soal pribadi-pribadi. Ini soal trust yang sudah tersobek. (*)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.