Habib Munzir Sosok Santun dan Tak Mudah Menyerah

JAKARTA, JO- Jenazah Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa atau lebih dikenal dengan Habib Munzir, akan dimakamkan di Pemakaman Habib Kuncung, Kalibata, Jakarta Selatan setelah disalatkan di Masjid Al-Munawwar, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (16/9) siang.

Pimpinan Majelis Rasulullah, kelahiran Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 23 Februari 1973 ini meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Minggu (15/9) pukul 15.30 WIB. Sejauh ini belum ada penjelasan resmi mengenai penyebab meninggalnya Habib Munzir.

Meski begitu dari kesaksian sejumlah anggota majelis pimpinan Habib Munzir, sang habib diketahui sudah sakit sejak tiga bulan lalu. Namun ketika itu habib memilih tetap mengajar dengan menggunakan kursi roda.

Informasi yang masih memerlukan klarifikasi menyebut Habib Munzir diketahui menderita sakit komplikasi asma dan radang di bagian otak.

Bagi jamaahnya, almarhum dikenal sebagai sosok yang santun dan baik terhadap umatnya. Hal itulah yang membuat Munzir terkesan berbeda dengan tokoh-tokoh ulama lainya. "Beliau meskipun Habib tapi dia enggak seperti lainya, dia baik, santun, bisa mengayomi, orangnya enggak keras," kata Arief, salah seorang jamaah Majelis Rasulullah.

Sementara Yanto menyaksikan sendiri bagaimana Habib Munzir tetap mengajar meskipun sedang sakit. Dia berkisah tiga bulan lalu, saat Habib Munzir sakit, habib dengan menggunakan kursi roda tetap mengajar. "Habib bilang kalian semua enggak usah khawatir, saya sehat-sehat saja. Hanya batuk dan pilek biasa, saya cuma kena maag. Kan enggak ada riwayatnya orang meninggal karena maag', begitu beliau bilang," kata Habib Munzir seperti dikutip Yanto.

Pengajian Majelis Rasulullah sendiri biasanya menggelar pengajian setiap hari Senin sekitar pukul 21.00-23.00 WIB.

Habib Munzir adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Fuad bin Abdurrahman Al-Musawa dan Rahmah binti Hasyim Al-Musawa. Ayahnya bernama Fuad yang lahir di Palembang dan dibesarkan di Makkah.

Setelah lulus pendidikan jurnalistik di New York University, Amerika Serikat, ayahnya kemudian bekerja sebagai seorang wartawan di harian 'Berita Yudha' yang lalu menjadi Berita Buana.

Masa kecilnya dihabiskan di daerah Cipanas, Jawa Barat, bersama-sama saudara-saudaranya, Ramzi, Nabiel Al-Musawa, serta Lulu Musawa. Ayahnya meninggal dunia tahun 1996 dan dimakamkan di Cipanas, Jawa Barat.

Setelah Habib Munzir Al-Musawa menyelesaikan sekolah menengah atas, ia mulai mendalami Ilmu Syariah Islam di Ma’had Assaqafah Al Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri Jakarta Selatan, lalu mengambil kursus bahasa arab di LPBA Assalafy, Jakarta Timur.

Habib Munzir Al-Musawa memperdalam lagi Ilmu Syari’ah Islamiyah di Ma’had Al Khairat, Bekasi Timur, yang dipimpin oleh Habib Naqib bin Muhammad bin Syehk Abu Bakar bin Salim.

Habib Munzir Al-Musawa banyak menimba ilmu di ma'had al khairat dan di sinilah dikenal dengan Habib Umar bin Hafidz yang kemudian diteruskan ke Ma’had Darul Musthafa di Pesantren Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Syech abubakar bin Salim di Tarim Hadhramaut Yaman pada tahun 1994 untuk mendalami bidang syari'ah selama empat tahun.

Di sana ia mendalami ilmu fiqh, ilmu tafsir Al Qur'an, ilmu hadits, ilmu sejarah, ilmu tauhid, ilmu tasawwuf, mahabbaturrasul, ilmu dakwah, dan ilmu ilmu syariah lainnya.

Habib Habib Munzir Al-Musawa kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai berdakwah dengan mengunjungi rumah-rumah, duduk dan bercengkerama dengan mereka, memberi mereka jalan keluar dalam segala permasalahan, lalu atas permintaan mereka maka mulailah Habib Munzir membuka majelis.

Majelisnya semula beranggotakan sekitar enam orang. Habib Munzir Al-Musawa terus berdakwah dengan meyebarkan kelembutan Allah SWT, yang membuat hati pendengarnya sejuk. Kini anggota majelis ini sampai 30.000 orang.

Salah satu ciri khas Habib Munzir dia tidak terlalu mencampuri urusan politik, meskipun acap diundang para tokoh politik. Dia selalu mengajarkan tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, bukan berarti harus duduk berdzikir sehari penuh tanpa bekerja, tapi justru mewarnai semua gerak gerik kita dengan kehidupan yang Nabawiy.

Mengenai keberlanjutan Majelis Rasulullah setelah peninggalan Habib Munzir, seorang menurut kerabat almarhum, Habib Jindan mengatakan akan berjalan terus.

"Sejak awal didirikan, majelis ini bukan bernama Majelis Habib Munzir, tetapi Majelis Rasulullah. Nantinya pengajian akan jalan terus, berlanjut," kata Habib Jindan di rumah duka, kompleks Liga Mas, Pancoran, Jakarta Selatan.

Dia lantas meminta kepada seluruh agar tidak kendor dalam menjalankan ibadah dan dakwah di jalan Allah sepeninggal almarhum. (jo-3)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.