Pengamat Sebut Jakarta dan Kota Bekasi Belum Bertindak Banyak soal Sampah, Perlu Belajar Teknologi Terbaru

Riduan Sirait

KOTA BEKASI, Jakartaobserver.com- Pengamat lingkungan menyebut, Pemerintah Daerah Khusus Jakarta dan Kota Bekasi masih belum bertindak banyak untuk menangani sampah di daerahnya. Konsep pengelolaan sampah berkelanjutan dengan partisipasi warga, sampai kini masih belum memberikan dampak yang besar. Perlu belajar dari kota-kota dunia dengan teknologi terkini yang terbaik.
 
"Jakarta dan Bekasi belum bertindak banyak dalam menangani persoalan sampah ini, sehingga harus terus belajar dengan kota-kota lain di luar negeri dalam pengelolaan sampah secara bijak. Negara-negara tetangga kita misalnya sudah menggunakan teknologi pemilahan sampah otomatis menggunakan sensor, AI, dan robot untuk memisahkan sampah organik, anorganik dan B3," kata Riduan Sirait, pemerhati lingkungan yang tinggal di Bekasi, Senin (9/6/2025).

Hal itu disampaikan Riduan menanggapi pernyataan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto dalam sambutannya pada peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia Tingkat Kota Bekasi Tahun 2025 di Alun Alun M Hasibuan Kota Bekasi beberapa hari lalu. Saat itu, Tri Adhianto mengingatkan bahwa permasalahan sampah di Kota Bekasi kini berada pada kondisi darurat, menyusul insiden longsornya timbunan sampah akibat hujan deras yang menggambarkan buruknya sistem pengelolaan sampah saat ini.

Menurut Riduan Sirait, penggunaan teknologi pemilahan sampah otomatis dengan sensor, AI dan robot itu manfaatnya tentu sangat terasa karena dapat meningkatkan efisiensi daur ulang dan mengurangi kebutuhan tenaga kerja manual.

"Mereka juga menggunakan daur ulang mekanis dan kimia, seperti mencacah, mencuci, dan melelehkan plastik atau logam untuk digunakan kembali, serta menggunakan Kimia untuk mengubah struktur kimia plastik menjadi bahan baku baru misalnya bahan bakar atau monomer, yang bermanfaat mengurangi ketergantungan pada bahan baku baru dan mengurangi limbah," kata Riduan lagi.

Teknologi lain yang bisa untuk diterapkan adalah penggunaan alat teknologi pengomposan (composting) yang canggih, yang menggunakan mikroorganisme alami, menggunakan mesin biodigester atau komposter pintar yang mengubah sampah organik menjadi pupuk yang berguna bagi pertanian/perkebunan.

TPA Bantargebang diakui Riduan Sirait, sudah pernah menggunakan konsep ‘ Waste to Energy (WTE)’ yang mengubah sampah menjadi energi (listrik/panas). Namun penggunaan teknologi ini kurang berhasil karena pemilahan sampah yang tidak baik, sehingga dalam pembusukan untuk menghasilkan gas atau pembakaran sampah untuk menghasilkan energi tidak berjalan sesuai harapan.

Sedangkan dalam teori untuk menguraikan sampah pada suhu tinggi tanpa oksigen juga bisa dan untuk mengubah sampah organik menjadi gas metana, tidak semudah teori, harus benar-benar belajar pada negara yang tepat. Itulah sebabnya di Indonesia sangat tertinggal dengan negara-negara tetangga karena pemerintah kurang serius dalam mengatasi sampah ini.

"Setelah ada masalah, baru kita bergerak, setelah banyak orang yang bersuara di sosmed baru pemerintah kita turun tangan," ucapnya.

Namun, satu masukan juga kepada Dinas Kebersihan Kota Bekasi, sampah-sampah masih banyak bertebaran di jalanan, karena kalau di komplek selalu bersih karena ada uangnya sedangkan di jalanan, sebagai contoh di arah Jalan Cut Meutia putar balik dekat kampus Unisma di bawah flyover banyak berserakan sampah, karena memang tidak ada uangnya disana.

"Inilah buruknya penanganan sampah di negara kita ini," sahut Riduan. "Semoga Pemerintah Kota Jakarta dan Kota Bekasi saling kerja sama dan berkomitmen untuk terus berinovasi dalam pengelolaan sampah."

Riduan kembali mengutip pernyataan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto yang menyebut permasalahan sampah di Kota Bekasi kini berada pada kondisi darurat, menyusul insiden longsornya timbunan sampah akibat hujan deras yang menggambarkan buruknya sistem pengelolaan sampah saat ini.

"Apa yang disampaikan wali kota ini betul. Semua orang bisa melihat setiap hari penanganan sampah di Kota Bekasi sudah sangat mengkuatirkan terutama karena setiap hari tumpukan semakin menggunung entah sampai kapan bisa diatasi. Longsornya sampah akibat hujan beberapa waktu lalu menjadi bukti nyata bahwa pengelolaan sampah harus menjadi perhatian utama," kata Riduan.

TPA Bantargebang sudah beberapa kali dapat peringatan, namun hal ini hanya sekedar peringatan saja tanpa adanya solusi. Persoalan demi persoalan akan banyak terjadi, serba-salah memang apabila TPA Bantargebang ditutup, akan banyak orang yang dirugikan secara ekonomi. Ternyata orang yang hidup dari TPA itu sangat banyak, mulai dari para supir, pemulung, pedagang, makelar sampah dan sebagainya akan sangat dirugikan.

"Selain itu, apabila ini terjadi, Kota Jakarta kemana lagi akan membuang sampahnya? Dengan begitu, kalau TPA Bantargebang ditutup akan menjadi kendala besar juga bagi Jakarta dan juga Kota Bekasi," sambungnya. (jo5)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.