Kepala Dindikbud Provinsi Banten Membantah Pecat Tenaga Honorer

Tabrani

SERANG, Jakartaobserver.com- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten membantah bahwa pihaknya melakukan pemecatan terhadap ratusan pendidik dan tenaga kependidikan honorer. Sementara Komisi I DPRD Provinsi Banten meminta agar pemecatan itu dipertimbangkan kembali sambil melakukan koordinasi dengan Inspektorat.
 
Kepala Dindikbud Provinsi Banten Tabrani, mengatakan tidak ada pemecatan atau pemberhentian terhadap guru dan tenaga kependidikan di sekolah-sekolah yang ada di bawah naungan Dindikbud Provinsi Banten. Yang ada adalah habis masa baktinya.
 
“Tidak ada pemberhentian, tidak ada pemecatan, yang ada adalah selesai masa bakti di usia 60 untuk guru dan 58 untuk tenaga kependidikan lainnya. Jadi tidak ada pemberhentian, tidak ada pemecatan,” ujarnya seusai dipanggil oleh Komisi I pada DPRD Provinsi Banten, Kamis (17/3/2023) lalu.
 
Terkait dengan SK pengangkatan honorer di lingkungan Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani mengatakan bahwa SK tersebut merupakan dasar pembayaran para honorer di sekolah negeri. SK itu dibuat dalam kurun waktu setahun, namun dapat berubah datanya seiring perjalanan waktu.

“Misalnya di Januari 9.400 sekian (honorer), tahu-tahu dalam perjalanan ada yang meninggal 2 orang, berhenti 3 orang. 5 orang itu nanti di bulan berikutnya sudah tidak dibayarkan. Kita bikinkan SK perubahan, tapi SK satu tahun kita bikin hasil verifikasi validasi, begitu,” ungkapnya.
 
Menurut Tabrani, soal pemecatan yang katanya lisan tanpa melalui surat, sebetulnya pemberhentian honorer yang sudah memenuhi syarat pensiun, akan otomatis terjadi.
 
“Itu mah kan aturan, apalagi honorer. Honorer itu tahu nggak, itu per tahun. Setahun diperpanjang, setahun diperpanjang. Kalau nggak ada anggaran malah nggak diperpanjang. Tapi kalau guru nggak begitu, karena kami perlu,” ucapnya.
 
Ketua Komisi I pada DPRD Provinsi Banten, Jazuli Abdilah, mengatakan bahwa berdasarkan keterangan dari Dindikbud Provinsi Banten, tidak ada pemecatan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan. Namun, soal batas umur pensiun memang diakui belum ada aturannya.
 
Menurutnya, Dindikbud Provinsi Banten mengkhawatirkan apabila pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah memasuki batas pensiun namun tidak diberhentikan, maka akan menjadi temuan dari Inspektorat.
 
“Forum yang mewakili guru honorer non-ASN itu mereka sudah mengambil langkah lebih jauh konsultasi kepada Inspektorat. Kata inspektorat nggak ada temuan, nggak ada masalah ketika ini honorer walaupun usia 58 dan 60 kemudian dia tetap dipekerjakan sebagai tenaga honorer pengajar,” tuturnya.

Ia pun menuturkan bahwa pihaknya akan mengundang Inspektorat untuk mencari kejelasan. Sebab, Dindikbud Provinsi Banten kerap menjadikan batas usia pensiun honorer itu akan menjadi temuan apabila tidak segera diberhentikan.
 
“Ini Inspektorat nggak ada temuan, makannya saya kemanusiaan saja tadi, ini masih kuat mengajar, ini mata pencaharian dia menafkahi nyawa di rumah. Masa SK Dinas Pendidikan kemudian dibatalkan, katakanlah disampaikan lewat Kepsek dengan lisan,” katanya.
 
Menurut Jazuli, Dindikbud Provinsi Banten menggunakan umur 58 tahun sebagai batas usia pensiun dan 60 tahun untuk batas pensiun pendidik, berdasarkan tafsir sendiri atas aturan usia pensiun PNS dan PPPK.
 
“Kami akan cari sekda dulu ya kan. Makannya kami udah lebih jauh disini, Inspektorat evaluasi monitoring terhadap honorer, sebenarnya honorer pengen tau regulasi efektivitasnya, kinerjanya. Kita ingin tau ini perlu diperpanjang gak sih, ada temuan gak sih dari sisi anggaran,” tandasnya. (Kim26)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.