Kisah dari Gerakan UI Mengajar 12 di Nganjuk, Meraih Kemenangan Membangun Desa

Gerakan UI Mengajar (GUIM) 12 di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

NGANJUK, Jakartaobserver.com- Universitas Indonesia (UI) melalui Gerakan UI Mengajar (GUIM) 12 menyambangi perdesaan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur (Jatim), selama satu bulan dari 6 Januari hingga 5 Februari 2023, meliputi lima kecamatan, yaitu Kecamatan Rejoso, Pace, Jatikalen, Sawahan, dan Ngluyu.
 
Kegiatan yang baru pertama kali diadakan di Provinsi Jatim ini, merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap keberlanjutan pendidikan dasar di daerah pelosok di Indonesia. Gerakan UI Mengajar 12 melaksanakan lima kegiatan, yaitu kegiatan belajar mengajar, perpustakaan rumah pelangi, kelas informal, festival rakyat, bincang orang tua, dan home visit teacher visit serta pelatihan guru.
 
GUIM 12 dibuka resmi Plt Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi, merupakan program pengabdian masyarakat yang dinaungi oleh Departemen Sosial Masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang menyasar pendidikan sekolah dasar di Indonesia.
 
Tentang Nganjuk

Nganjuk memiliki makna “Meraih Kemenangan”. Mengenai arti dan makna dari kata : Anjuk Ladang, Prof Dr JG de Casparis menjelaskan Anjuk berarti tinggi, tempat yang tinggi atau dalam arti simbolis adalah meraih kemenangan yang gilang gemilang. Ladang berarti tanah atau daratan. Anjuk ladang sendiri sebuat sebuah prasasti batu yang ditemukan di sebuah tugu kemenangan’ Jayastamba. berupa bangunan sucii yang disebut Candi Lor (sekarang).
 
Prasasti tersebut dibuat pada 10 April tahun 937 masehi atau 859 saka atas perintah dari Maharaja Mpu Sindok wangsa Isyana, sekarang tersimpan di Museum Anjuk Ladang Kabupaten Nganjuk (umur prasasti sudah lebih dari 1 millinium, lamanya 1086 tahun di tahun 2023 ini, tidak semua bisa terbaca). Prasasti tersebut sebagai ungkapan rasa terimakasih kepada masyarakat setempat (Desa Candirejo,Loceret) yang telah membantu selama peperangan melawan tentara melayu, sehingga berhasil meraih kemenangan “Nganjuk”. Transkripsi prasasti Anjuk Ladang dibuat oleh JLA Brandes tahun 1887 dan dimuat dalam buku Oud Javansche Oorkoden (kumpulan prasasti berbahasa Jawa Kuno) yang ditebitkan oleh NJ Krom pada tahun 1913.
 
Wilayah Nganjuk sebagai pilihan tanah di lereng Gunung Wilis yang ditempati dan dipertahankan oleh Wangsa Baru Isyana pimpinan Maharaja Pu Sindok di bagian timur wilayah Mataram Kuno yang awalnya di sekitar lembah surga Progo (antara Merbabu-Merapi-Sindoro-Sumbing) di Jawa tengah Sekarang, mengalami ancaman dan bencana erupsi vulkanik Merapi. Nganjuk sebagai awal keberlanjutan eksistensi Mataram kuno di wilayah (Jawa Timur sekaranag). Dalam Bahasa Jawa Anjuk diartikan sebagai utang atau tanggungan yang dapat dimaknai sebagai amanat leluhur yang harus dipertahankan untuk anak cucu ke depan. Hingga sekarang masih terlihat berkecukupan para penerus peradaban Mataram Kuno tersebut.
 
GUIM 12, Nganjuk, Jawa Timur

Para mahasiswa UI dari berbagai fakultas memilih lokasi untuk pengabdian masyarakat tidaklah gampang, syarat dengan nilai-nilai luhur melatari suatu daerah pilihan pengabdi, baik nilai budaya, sejarah, ekologis, religi dan lainnya. Mulai GUIM 1 – hingga GUIM 11 lebih banyak di wilayah Jawa bagian Barat dan Jawa Bagian tengah serta Lampung, Guim 12 ini di wilayah Jawa Timur. Diikuti mahasiswa dan dosen sekitar 100 orang. Mahasiswa dan dosen pendamping terbagi dalam 5 Kecamatan dan masing-masing di satu desa terpilih, yaitu Desa Begendeng (Kec. Jatikalen), Desa Bendolo (Kecamatan Sawahan), Desa Tritik (Kecamatan Rejoso), Sugihwaras (Kecamatan Ngluyu) dan Desa Joho (Kecamatan Pace).
Lokasi GUIM selama ini.

Memang tidak bisa menghadiri seluruh desa yang ada, berdasar informasi dari institus pendidikan dasar Kabupaten Nganjuk desa-desa tersebut menjadi tujuan pengabdian, selain melakukan survey awal langsung di desa-desa tersebut untuk mendapatkan karakter pendidikan dasar dan karakter ekologisnya sehingga pilihan program yang akan dilaksanakan di lokasi tersebut tepat sasaran selama 1 bulan (7 Januari hinga 6 Februari 2023). Masing-masing desa dikoordinasi oleh Imin (Sugihwaras-Ngluyu), Marsha (Begendeng-Jatikalen), Faris (Joho-Pace), Indira (Bendolo-Sawahan) dan Jeehan (Tritik-Rejoso) dan Keseluruhan kegiatan dipimpin oleh Diany Syahranti dan wakilnya Rafly Alrasyid serta khusus pendidikan dipandu oleh Heidera Nuran Zahida.
 
Siapa gerangan yang tidak menaruh percaya kepada mahasiswa UI yang mau ikut Guim selama 1 bulan di pedesaan Nganjuk. berbekal motivasi mengabdi secara tulus, menjalani pengalaman jauh dari hiruk pikuk kota dan tugas-tugas kuliah, tidur di kamar rumah-rumah desa berbagi tempat dengan pemilik rumah. Dosen Pendamping Lapangan merasa diringankan tugasnya menghadapi mahasiswa yang memiliki perspektif meningkatkan kualitas siswa Sekolah dasar mempersiapkan generasi Alpha (lahir 2011 -2025) di pedesaan. Mereka bersosialisasi dengan masyarakat setempat melalui berbagai kegiatannya.
 
Selain mereka mengabdi semoga mahasiswa UI juga memetik pelajaran dari nilai-nilai 'kemanjuran kebersamaan' yang humanis masyarakat petani, peladang, peternak tangguh, pedagang, para sesepuh desa dalam berpenghidupan yang berlanjut.
 
Gambaran Pendidikan dan Penghidupan di Desa Bendolo

GUIM 12, Bendolo, Sawahan, terletak di paling selatan wilayah Nganjuk di lereng Gunung Liman dan Wilis. Di sana para pengajar membuat goresan inspirasi kemajuan ke depan yang dipatrikan ke anak- anak siswa SDN Bendolo yang adaptif terhadap mahasiswa dari luar. Wahana pilihan berekspresi anak-anak perbukitan terjal wilayah Bendolo adalah lapangan datar halaman sekolah. Orang tua yang sejak pagi ke sawah dan ladang merasa tentram anaknya bersekolah dan berkegiatan sampai sore apalagi didampingi para guru yang baik di tambah mahasiswa UI, dari pada main di sungai yang deras dan lereng yang terjal, atau di tanjakan dan turunan jalanan aspal yang sempit.
 

Pukul 6 pagi siswa SD Bendolo diantar ke sekolah oleh orang tuanya diserahkan kepada gurunya, diawali kegiatan mengumandangkan beberapa ayat suci, dilanjutkan senam pagi, sarapan pagi bekal yang dibawakan oleh orangtua bersama teman dan guru, dilanjutkan masuk kelas mengikuti pelajaran awal, jam 9 istirahat bermain bola, jajan, main lato lato, berebut mainan dengan teman, ada yang sampai nangis, lanjut pelajaran lagi sampai duhur, beribadah bareng guru, main bola lagi, adu lato lato, ngaji sebentar sambil nunggu bapak ibunya pulang dari ladang sekaligus menjemput anak-anaknya, sama- sama basah keringat sehat.

Sampai di rumah semuanya mandi menjadi segar kembali menghadapi malam dengan udara sejuk lereng pegunungan Willis diselingi rintik hujan. Bendolo negeri petani rajin dengan komoditas cengkeh, nilam, porang, jagung, durian, alpukat, ternak sapi, kambing, tegakan jati, kosambi (ujung Nganjuk) dan masih banyak lagi memberikan daya dukung penghidupan masyarakat yang penuh keserhanaan dan rasa bersyukur. Terlihat dari teknologi pertaniannnya yang mengandalkan produk pande besi lokal. Meski sebagian sudah ada yang memiliki bajak minum bensin (traktor tangan). Pande besi lokal perlu mendapat apresiasi yang tinggi selalu mendukung penghidupan masyarakat tani Lereng Wilis.

Mbah Kaji Tarsinem (lebih 70 Tahun), merajang daun dan batang Nilam bergulung-gulung untuk dijemur di halaman rumahnya yang luas. Setelah terkumpul rajangan 3 - 4 kwintal kering siap di destilasi ( penyulingan minyak Nilam), untuk menghasilkan 5 kg minyak Nilam. Kebun nilam milik sendiri, dibantu panen oleh 3 tenaga tetangga (termasuk tenaga harian yang sekaligus mengambil guguran daun cengkeh, babat sereh wangi dan lainnya). Sekarang harga Rp 600 ribu/liter yang 2 tahun lalu mencapai Rp750 ribu/liter. Pedagang minyak datang sendiri ke rumah. Memiliki 2 kilang penyulingan di dekat ladang 1 kapasitas 3 kwintal dan 1 kapasitas 4 kwintal. Kilang penyulihan selesai memproses nilam sendir juga dipersilahkan tetangga petani nilam memanfaatkan kilang miliknya dengan mengganti sewa kilang. Nilai budaya kebersamaan petani di Desa Bendolo, Sawahan, Nganjuk yang dapat ditiru desa-desa lain.

Petani selalu bergerak produktif di usia tua, saling dukung dalam penghidupan, memanfaatkan setiap jengkal sumberdaya tanah yang dianugerahkan olehNYA, dengan demikian hidup selamat, mutu hidup beranjak meningkat dan semakin sejahtera (damai, senang, cukup di alam dan manusia yang ramah sejuk, cukup air musim penghujan). Bahan mentah hasil tani ditingkatkan nilai tambah komoditasnya dari bahan baku nilam, daun cengkeh, daun sereh menjadi minyak atsiri (primer sektor meningkat ke sekunder sektor).

Keberlanjutan daya dukung alam ini sedikit terancam ketika kemarau, dan tergiur menanam Jagung di lereng-lereng bukit (untuk dataran memang tidak bermasalah), ketika panen dan tercerabut akar yangg membongkar tanah di lereng terjal ketika hujan akan sangat mudah terbawa air menuju sungai (terbukti ketika hujan air sungai keruh berlumpur). Indikasi ini harus segera diantisipasi, utk menipisnya lapisan tanah di lereng perbukian, terjadi erosi dan longsor yang akhirnya bidang tanam di lereng tidak lagi bisa mendukung.hidup tanaman (gagal panen). Pilihan varietas untuk di lereng bukit dipilih yg memiliki fungsi konservasi (misal: Panili, atau merica dataran tinggi, kopi dll dan diselingi tegakan pohon hidupnya), kecuali di dataran bukan lereng.
Pak Lasdianto (dipanggil Mas Dian 28 tahun), di rumah Pak Dian salah satu pengajar GUIM bernama Mutia Anisa tinggal. Profesi Mas Dian sebagai jagal yang dimulai umur 14 tahun hingga sekarang menjadi Maestro Jagal di Kecamatan Sawahan, istrinya Bu Ut sebagai guru ngaji, anak baru satu kelas 2 SD Bendolo, Fahri namanya. Profesi Jagal dilakoni secara turun temurun dari kakek, bapak dan diteruskan sebagai jagal kondang Kecamatan Sawahan (generasi ketiga). Seiring profesinya Pak Dian beternak kambing, sapi dan angsa. Hampir setiap hari kulkasnya terisi daging, sayangnya pengajar GUIM yang tinggal di sini tidak mengkonsumsi daging.
 
Mas Dian rata-rata dalam seminggu 2 ekor kambing untuk di sembelih dan dibawa ke pelanggan pedagang daging, penjual sate di pasar Sawahan pada hari-hari biasa. Lain halnya awal puasa, menjelang hari raya, atau hari raya kurban. Beliau mampu 6 kambing dalam sehari sekaligus membersihkan dan dagingnya siap dimasak, selain kulit kambing yang siap dijadikan rambak (krupuk kulit). Bagi penjagal lain paling hanya mampu 2 kambing sehari. Upah jagal dan sekaligus membersihkan (paket jasa) untuk kambing yang umur (2 tahun harga Rp 2,5 juta) dihargai jasanya Rp100 ribu/ ekor kambing, sedangkan untuk paket jasa menyembeih sapi Rp500 ribu/ekor .

Cerita Pak Dian tahu persis bagaimana menjadikan daging kambing tidak (bau) 'prengus' dan tahu persis kenapa banyak pejagal yang hasil dagingnya bau prengus. Trik untuk membuat daging yg di masak agar tidak meracuni perut yg menyantapnya sangat dijaga oleh Mas Dian atas ajaran orangtuanya. Kalaupun hal tersebut terjadi dapat dipastikan bukan sembelihan dan olahan Mas Dian, meski mas Dian juga memiliki trik penyembuhannya dengan mudah (rahasia), bagi beliau menjaga keselamatan pelanggan dari mabuk daging termasuk tugas beliau. 

Dengan motor bebeknya Mas Dian bisa mengangkut 5 kambing dewasa hidup, gimana packingnya ya? Untuk membawa belanjjan Kambing atau menjual kambing peliharaannya. Dia juga paham betul mengobati ternaknya, memulihkan kesehatan ternak yang akan disembelih selain itu sebagai local knowledge memanfaatkan biosensor oleh peliharaan angsanya yang bebas di halaman rumah, mengapa angsa, karena kambing dan sapi boleh tidak peka datangnya ular dan orang jahat, tetapi angsa sebagai alarm alam yg otomatis memberi early warning.

Selingan cerita perdesaan lereng Wilis selama GUIM di Bendolo
Mbah Darmi (80 tahun), di Desa Bendolo beliau bercerita temennya tinggal 1 orang yaitu Mbah Sairi (86 tahun) tetangga. Mbah Darmi tinggal bersama anaknya Pak Yaudin bin Saikun (peternak sapi dan kambing, umur 50 tahun), kedatangan anggota GUIM menghapus murungnya menjadi wajah tersenyum, wanita tangguh berumur panjang ini memberi inspirasi untuk hidup sehat di wilayah bercuaca sejuk. Dan di Desa Joho, Pace juga menemui mbah usia lanjut yang masih senang ‘Guyon’ (sendau gurau).
 
Hikayan Bendolo cerita Ms Dian: dahulu kala awal babat alas lereng Willis, dipimpin oleh Adipati yang menjabat , naik turun gunung menerabas pepohonan membuka akses, kepala beliau terantuk batang kayu yang melintang dan pelipisnya 'bendol' (bengkak jidatnya), peristiwa tersebut yang dijadikan tanda lokasi tersebut dan disebut Bendolo hingga kini.

Terinspirasi dari cerita Adipati di atas, ada peristiwa oleh peserta GUIM 12 yaitu ada lokasi yang bisa dijadikan tanda (nama tempat alias Toponim) yaitu 'Tanjakan Naura' atau 'Tanjakan Gompelun' (akronim Jawa. Gompel Untu, Ind. Tanjakan Gigi Patah dikit). Menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Syukur cepet pulih. Lokasinya tepat di depan Posko Guim Bendolo yang memeng jalannya menanjak dan ketika menuruni jalan tersebut dan ada hujan perlu extra hati-hati, baik jalan kaki apalagi naik motor. Naura yang sangat tahu ceritanya.

Untuk desa-desa lain tentunya masih banyak cerita yang sangat menarik, karena Nganjuk memang wilayah yang penuh cerita dan pengetahuan dalam perjalanannya sejak Maharaja Pu Sindok hingga sekarang.

Para Dosen Pendamping Lapangan (DPL) secara bergantian datang ke masing-masing desa 2 dosen Pendamping yang masing-masing lamanya sesuai dengan kondisi tugas (tidak lebih dari satu minggu). Selain itu pada Jum’at tanggal 27 Januari 2023 Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat UI Dr Saraswati Putri beserta Ibu Warek 3 dan Ibu Agustin sekretaris universitas datang berkunjung ke Nganjuk, selain bertemu dengan Bapak Bupati, juga menyambangi desa-desa GUIM 12. Dengan hadirnya beliau semakin memberi vitamin semangat bagi para mahasiswa pengabdi, bahwa dukungan penuh dari UI tidak hanya dari jauh. Selain melihat langsung sasaran dan berlangsungnya capaian-capaian yang diinginkan oleh mahasiswa UI. (taqyuddin)

* Meraih kemenangan dengan menyatukan diri membangun desa menjadi kota yang tertata (peradaban bermartabat)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.