Tanah Proyek Pelabuhan Kilang Gas Masela Diharhai Rp14.000, Warga Pulau Nustual Demo ke Jakarta

Para pendemo menuntut ganting untung bukan ganti rugi.


JAKARTA, Jakartaobserver.com- Pemilik lahan/ tanah di Pulau Nustual dan masyarakat Desa Lematang yang bergabung dalam Tim Pejuang Nustual mengadu ke Presiden Joko Widodo terkait langkah SKK Migas yang menetapkan harga tanah hanya Rp14.000/m2 untuk pembangunan proyek strategis nasional pembangunan pelabuhan kilang gas alam cair lapangan abadi wilayah kerja Masela yang akan dilaksanakan di Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku.
 
Permintaan itu disampaikan ketika perwakilan pemilik Pulau Nustual dan masyarakat Desa Lematang melakukan aksi demo di Jakarta, Kamis (18/8/2022). Mereka melakukan aksi demo dimulai dari Patung Kuda pukul 08.30 WIB, kemudian beranjak ke depan kantor SKK Migas di Gedung Wisma Mulia, Kuningan, Jakarta Selatan, dan berakhir di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta.
 
“Harga tanah Pulau Nustual yang ditetapkan oleh SKK Migas dan panitia pengadaan tanah wilayah kerja masela seluas 28,9 hektare dengan harga permeter sebesar Rp 14.000 sangat menjatuhkan dan menginjak harga diri kami sebagai pemilik Pulau Nustual, masyarakat adat Desa Lermatang, yang mana telah diusahakan oleh kami secara turun temurun dari orang tua kami sampai dengan kami,” kata Anthoni Hatane, kuasa hukum masyarakat saat ditemui di depan kantor SKK Migas.
 
Selain Anthoni, hadir dalam aksi demo ini Ridolof Kelbulan dan Dominggus Kelbulan, yang tidak lain adalah pemilik tanah Nustual. Anthoni lalu membandingkan harga tanah itu dengan harga beras saat ini yang dibeli di Desa Lermatang adalah Rp18.000.- per kilogram, harga batu perkubik adalah Rp 300.000.- sedangkan harga tanah mereka hanya dihargai oleh SKK Migas dan panitia pengadaan tanah dengan harga Rp 14.000.

Dia juga membandingkan harga tanah untuk pembebasan lahan proyek gas di provinsi lain di Indonesia tahun 2021. Misalnya pembebasan lahan untuk proyek gas Desa Sabogade, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur, penetapan harga tanah untuk proyek tersebut adalah Rp330.000/ m2, pembebasan lahan untuk pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purrworejo ditetapkan harga dan dibayar kepada pemilik tanah/lahan adalah Rp213.000/m2.
 
“Penetapan harga tanah oleh SKK Migas dan panitia tidak sesuai dengan pernyataan Bapak Presiden RI bahwa dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum tidak ada ganti rugi yang ada ganti untung,” ucap Ridolof Kelbulan.
 
Bahkan di depan mata mereka pada tahun 2012 terjadi pembebasan lahan untuk kepentingan umum yang dilakukan TNI Angkatan Laut di Lakateru Desa Olilit, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (sekarang Kabupaten Kepulauan Tanimbar) dengan harga Rp300.000/m2. Tahun 2018 di Desa Lauran terjadi pembebasan lahan untuk kepentingan umum yaitu pembangunan alat pembangkit listrik PT PLN (Persero) dengan harga per meter Rp165.000.
 
“Jadi harga yang ditetapkan Rp14.000 itu tidak manusiawi,” sambung Ridolof lagi.
 
Ridolof menegaskan, sebagai pemilik lahan/tanah Pulau Nustual dan masyarakat Desa Lermatang mendukung sepenuhnya proyek strategis nasional yaitu pembangunan pelabuhan kilang gas alam cair lapangan abadi wilayah kerja Masela yang akan dilaksanakan di Desa Lermatang, Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku.
 
Di kantor SKK Migas perwakilan masyarakat ini bermaksud untuk menemui pimpinan SKK Migas namun tidak ada sehingga mereka berjanji akan mendatangi lagi. "Kami takut jika ini hanya di bawah tidak akan sampai ke atas. Kalau sampai minggu depan tidak juga ketemu kami akan datang dengan massa lebih besar dan tidur di SKK Migas. Kami menduga ada permainan mafia kasus tanah disini," kata Anthoni. (jo19)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.