Hotel (Ilustrasi)

JAKARTA, Jakartaobserver.com- Setelah kasus “mafia karantina” yang menimpa wisatawan asal Ukraina, kasus yang mirip juga terjadi lagi di Jakarta. Kini korbannya adalah pasangan suami isteri warga negara Korea Selatan (Korsel) yang menjalankan karantina di salah satu hotel di bilangan Jakarta Selatan. Mereka merasa tertipu karena sehari sebelum keluar dari hotel hasil test PCR disebut mereka positif Covid-19 ternyata tidak.
 
Informasi yang diperoleh wartawan, Rabu (23/2/2022), L bersama isterinya H baru saja kembali dari Seoul, Korsel pada 16 Februari 2022 dan tiba di Jakarta sekitar pukul 20.40 WIB. Seperti biasa, keduanya lalu diperiksa PCR test di bandara dan diketahui hasilnya negatif. Sebelumnya, mereka berdua juga di-PCR di Korea sebelum keberangkatan tanggal 14 Februari 2022 dan hasilnya negatif.
 
Singkat cerita, mereka pun tiba di hotel karantina. Karena suami isteri ini sudah vaksin 3 kali atau sudah booster, jadi waktu karantina diperpendek menjadi 3 hari 2 malam, dan mereka merasa sangat sehat.
 
“Tanggal 18 Februari sekitar pukul 1 pagi saya dan isteri ditest PCR lagi, hasilnya keluar jam 10.00 siang, dan hasilnya positif! Saya benar-benar kaget, karena gejala sama sekali tidak ada. Selama di Korea dan selama dalam perjalanan pulang saya memang ekstra hati-hati menjaga kesehatan, karena itu saya tidak yakin saya terkena Covid-19,” ucapnya.
 
Hasil lab H yang menunjukkan positif. Hasil yang sama juga ditujukan pada L.


Panik dengan info yang disampaikan petugas hotel melalui WhatsApp itu, L pun mengabari anaknya yang sedang kuliah di Korea agar segera mengecek kesehatan mereka, karena selama ini suami isteri ini kontak erat dengan mereka. Anak-anak itupun segera melakukan test namun ternyata hasilnya negatif.
Hasil lab yang berbeda pada hari yang sama yang menunjukkan H negatif.

Tidak percaya dengan hasil test PCR itu, L juga akhirnya menghubungi temannya untuk mengiriminya alat test Antigen, dan mengecek, hasilnya juga ternyata negatif. Dari sana dia pun memanggil petugas hotel, dan mengungkapkan keraguannya atas hasil test PCR dari lab “S”, yang kemudian petugas mempersilakan pemeriksaan kedua dari lab yang berbeda yaitu lab “I”.
 
“Singkatnya kami kemudian melakukan test PCR dengan biaya sendiri hampir Rp2,5 juta, pada hari yang sama sekitar jam 14.43 WIB. Lalu jam 10 malam keluar hasilnya menunjukkan dua-duanya negatif!” ucap L.

Kesalnya L tidak mengerti siapa pihak yang harus bertanggung jawab disini, sebab kejadian ini membuatnya sangat panik. Selain itu ada perasaan dibohongi dan dijebak. Tidak terbayang jika nantinya karena hasil test yang keliru itu dirinya harus memperpanjang karantina dengan biaya yang tidak sedikit.
 
Dia berharap peristiwa yang sama tidak akan terjadi lagi ke depan, dan mendukung langkah Presiden Joko Widodo dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno termasuk pihak Kepolisian RI sudah melakukan tindakan tegas atas kejadian dugaan mafia karantina yang merugikan citra Indonesia. Langkah itu, menurutnya, sangat tepat.
 
“Semoga kasus semacam ini tidak lagi berulang di masa datang. Saya tidak tahu siapa yang salah disini, atau memang semata-mata karena labnya yang error? Saya tidak tahu sehingga harus dijelaskan dan dicari solusinya. Jangan sampai lab-nya yang kirim hasil yang false kemudian hotel yang kemudian disalahkan. Semoga ini bisa diusut sehingga tahu sumber masalahnya,” sambung L.  (jo3)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.