Pendeta dan Isteri Disomasi, Utang Sudah Dibayar tapi Dua Sertifikat tidak Mau Dikembalikan

Somasi dan jawaban somasi

JAKARTA, Jakartaobserver.com- Kantor hukum Siaga Law Office & Partner selaku kuasa hukum Ir HSN mensomasi Pendeta TS dan istrinya ELS yang belum mau mengembalikan jaminan sertifikat SHM No 5654 dan No 6198 atas nama DR, isteri Ir HSN, padahal kliennya sudah mengembalikan utang.
 
Dalam penjelasannya di Jakarta, hari ini, Mathin Sianturi, SH dari kantor hukum itu menyebut, somasi I itu dikirimkan pada 7 September 2021, karena kliennya sudah mengembalikan uang yang dipinjamnya hingga bulan Agustus 2019 sebesar Rp 852.500.000,-dari awal dana pinjamannya Rp577.500.000,- dengan bukti-bukti lewat transfer bank.
 
“Sampai dengan Agustus 2019 klien kami telah membayarkan kepada ELS dan Pendeta TS, suami ELS sebesar Rp852.500.000 sesuai dengan bukti transfer yang dapat dibuktikan. Sudah sepatutnya ELS dan Pendeta TS mengembalikan SHM yang sudah klien kami titipkan atas nama isteri karena kewajiban klien kami sudah dibayarkan,” kata Marthin di kantor ruang kerjanya di komplek perkantoran Kav. B5, No.9 Ruko Bananas Jati Asih Bekasi.
 
Dijelaskan Marthin, berdasarkan pembicaraan kliennya dengan Pendeta TS melalui pesan singkat ada kalimat dari Pendeta TS yang menyatakan akan menjadikan SHM milik kliennya sebagai alat jaminan Pendeta TS kepada pihak ketiga.
 
“Pendeta TS mempunyai permasalahan hutang piutang dengan pihak lain yang tidak diketahui oleh klien kami dan dikarenakan Pendeta TS tidak menyanggupi pembayaran dan atau pelunasan terhadap pihak ketiga tersebut, maka SHM milik klien kami yang berada pada Pendeta TS akan dijadikan sebagai jaminan kepada pihak ketiga,” sambungnya.
 
Masih menurut Marthin dalam surat somasi itu, Pendeta TS kembali menghubungi kliennya melalui WhatsApp dengan bunyi: “Saya menggunakan uang pembangunan gereja kbn jeruk itu utk melunasi tanggung jawab funder. Daripada bunganya semakin bertambah dan saya gak punya uang lagi buat membayar bunganya, akhirnya saya ambil resiko spt itu. Tapi kalo memang spt yang abang jelaskan itu, semua sdh tidak ada gunanya bang. Tgl 15 saya hanya akan menunggu kehancuran saya dan keluarga saya. Abang silahkan ambil sertifikat ini” .
 
Tak hanya itu, Pendeta TS juga menghubungi kliennya melalui WhatsApp dengan mengirimkan surat pengembalian dana dari Panitia Pembangunan HKBP Kebon Jeruk Resort Kebon Jeruk Distrik VIII DKI Jakarta sebesar Rp1,2 miliar dengan nomor surat : 03/PP/SK/Sitio/XII/20 pada tanggal 16 Desember 2020 yang ditandatangani oleh Ketua Panitia Pembangunan yaitu JS.
 
“Bahwa sampai dengan somasi ini dilayangkan Sertifikat Hak Milik yang dikuasai oleh ELS istri dari Pendeta TS belum juga dikembalikan kepada pemiliknya yaitu DS istri dari klien kami. Kami menduga ada tindak pidana penipuan dan penggelapan disini,” ucap Marthin lagi.
 
Tanggapan Somasi

Sementara itu, Pendeta TS dan isterinya ELS juga telah memberikan tanggapan atas somasi melalui Jupriyanto Purba, SH, MH dan Margareta Roselt, SH, MH dari Kantor Hukum Nemesio & Associate yang berkantor di Ruko Graha Zima, Blok B, No 10, LL 2, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, tertanggal 13 September 2021.
 
Dalam tanggapannya, Jupriyanto Purba membenarkan bahwa Ir HSN telah melakukan pembayaran sebesar Rp 852.500.000,- kepada kliennya, namun itu bukan pengembalian atas uang milik kliennya sebesar Rp. 577.500.000,- melainkan pembayaran atas denda keterlambatan setiap bulannya sebesar Rp27.500.000.
 
“Benar klien rekan telah melakukan pembayaran sebesar Rp 852.500.000 kepada klien kami, namun itu bukan pengembalian atas uang milik klien kami sebesar Rp577.500.000, bahwa pembayaran yang dilakukan klien rekan adalah pembayaran atas denda keterlambatan setiap bulannya sebesar Rp27.500.000," tulis Jupriyanto Purba, SH, MH dan Margareta Roselt, SH, MH.

Dikatakan lagi, Ir HSN memberitahukan kepada kliennya untuk tidak melakukan pencairan kepada kliennya dengan alasan Ir HSN belum ada dana pada 27 Maret 2017 (tiga bulan setelah peminjaman uang 27 Januari 2017-Red), seperti dijanjikan, sehingga Ir HSN melakukan pembayaran denda keterlambatan setiap bulannya sebesar Rp27.500.000.

"Dengan demikian,  pernyataan rekan dalam suratnya membuktikan bahwa hingga sampai saat ini klien rekan belum mengembalikan dana sebesar Rp. 577.500.000.- apabila klien rekan teiah melakukan pembayaran kepada klien kami, maka kami minta klien rekan membuktikan apakah pada tanggal 27 Maret 20L7 telah mengembalikan uang titipan milik klien kami," sebutnya.


Jupriyanto Purba meminta Ir HSN untuk mengembalikan dana titipan milik kliennya sebesar Rp577.500.000, apabila tidak mengembalikannya maka dengan sangat terpaksa maka kliennya akan menjual jaminan tersebut untuk dapat menerima kembali titipan uang milik kliennya.
 
Anehnya, dalam tanggapan somasi Pendeta TS dan isterinya ELS melalui kuasa hukumnya  menyampaikan “peringatan” apabila Ir HSN sampai berniat untuk malaporkan masalah ini kepada Ephorus HKBP dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
 
"Apabila rekan dengan klien rekan mempunyai niat atau maksud ingin mencemarkan nama baik klien kami di hadapan Ephorus Huria Kristen Batak Protestan dan Persekujuan Gereja-Gereja di Indonesia, maka dengan sangat terpaksa kami akan melaporkan rekan kepada Dewan Kehormatan Peradi, serta klien rekan akan kami laporkan kepada Kepolisian Republik Indonesia atas tindak pindana pencemaran nama baik klien kami karena surat pernyataan tanggal 27 Januari 2017 dan uang titipan sebesar Rp557.500.000 tidak ada kaitannya dengan suami klien kami yaitu Pendeta TS selaku pendeta di Huria Kristen Batak Protestan”, tulis Jupryanto Purba, SH, MH.
 
Menanggapi tanggapan somasi dari pihak Pendeta TS dan isterinya ELS ini, Ir HSN melalui kuasa hukumnya Marthin Sianturi, SH menegaskan kliennya tidak pernah menandatangani kesepakatan bahwa dana sebesar Rp27.500.000 adalah denda keterlambatan.
 
“Buktinya kalau itu denda keterlambatan harusnya kan klien bayar tiga bulan atau setelah bulan Maret 2017, tapi uang Rp27.500.000 itu sudah dibayarkan pada bulan pertama, Jadi saya mencicil utang saya Rp 27.500.000 per bulan sampai akhirnya mencapai Rp 852.500.000. Klien saya juga pernah menanyakan kepada Pendeta TS melalui seorang yang dekat dengan Pendeta TS,yang juga sebagai saksi di surat pernyataan pinjaman mengenai sampai kapan utang ini akan terus dibayarkan, dijawab oleh Pendeta TS sudah selesai, sehingga klien kami menganggapnya sudah lunas, dan sebagai konsekuensinya sertifikat yang dijaminkan sebelumnya dikembalikan,” ucap Marthin.
 
Mengenai tanggapan somasi bahwa Pendeta TS tidak ada sangkut pautnya dengan uang titipan sebesar Rp557.500.000 ini, Marthin juga membantahnya. “Bagaimana tidak ada sangkut pautnya, justru uang pinjaman awal klien kami ditransfer melalui rekening Pendeta TS, dengan perhitungan pinjaman klien kami sesuai surat pernyataan sebesar Rp550 juta tapi dipotong diskonto 10 persen, jadi dana yang diterima klien kami ‘hanya’ sebesar Rp495 juta saja dan harus dikembalikan sebesar Rp577,5 juta dimana cicilan setiap bulannya sebesar Rp27,5 juta ditransfer ke rekening ELS istri dari Pendeta TS,” jelasnya.
 
Sedangkan mengenai Pendeta TS yang pernah menghubungi Ir HNS melalui WhatsApp mengakui bahwasanya Pendeta TS ternyata menggunakan uang pembangunan Gereja HKBP Kebon Jeruk untuk melunasi funder karena sudah tidak sanggup membayar dana dari panitia pembangunan Gereja HKBP Kebon Jeruk resort Kebon Jeruk distrik 8 DKI Jakarta sebesar Rp1,2 miliar pada tanggal 16 Desember 2020 yang ditandatangani JS, menurut Marthin tindakan itu tidak baik.
 
"Ya saya kira itu tidak baik bahwa dana pembangunan Gereja HKBP Kebon Jeruk Jakarta Barat disalahgunakan oleh oknum Pendeta TS untuk kepentingan pribadi," ujarnya.
 
Bahkan, Pendeta TS dan isterinya, menurut Marthin lagi dapat diduga sebagai “rentenir” tanpa izin, berdasarkan Pasal 46 UU No. 1 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Pasal 1754 KUH Perdata.
Menurut Marthin, oknum pendeta ini diduga sudah melanggar dari ketentuan pasal 372 KUHP dan 378 KUHP, dalam pasal tersebut sudah jelas baik unsur-unsur atas sikap dari oknum pendeta dan sanksi pidananya. Namun begitu, pihaknya masih mengupayakan langkah persuasif sebelum melanjutkan ke proses hukum yang berlaku baik secara pidana maupun perdata.
 
“Kami masih berharap adanya iktikad baik untuk mengembalikan dua sertifikat milik klien kami. Jika tidak maka akan kami lanjut ke proses hukum,” kata Marthin Sianturi, SH. (jo-6)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.