Akhirnya Wartawan Polisikan Oknum Perangkat Desa Saintis

Junaedi saat melapor ke polisi.

MEDAN,Jakartaobserver.com- Junaedi Daulay, wartawan jakartaobserver.com untuk wilayah Medan dan Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut) akhirnya melaporkan oknum perangkat Desa Saintis ke polisi atas dugaan menghambat atau menghalangi kemerdekaan pers serta dugaan melakukan penghinaan saat melakukan peliputan mengenai bantuan langsung tunai (BLT).
 
Laporan polisi itu dilakukan Junaedi di Polrestabes Medan, Sumatera Utara (Sumut), Kamis (19/8/2021).
 
Menurut Junadi, sebenarnya dia tidak mau membuat laporan ke polisi ini, tapi Kepala Desa Saintis Asmawito justru mempersilakannya membuat laporan. "Laporan sudah resmi saya buat hari ini di Polrestabes Medan setelah Kepala Desa Saintis mempersilakan membuat laporan polisi. Kepala desa juga mengatakan tidak akan melindungi perangkat desanya," kata Junaedi.
 
Masih kata Junaedi, dirinya merasa direndahkan di hadapan semua warganya saat pembagian BLT, termasuk dengan kata-kata yang menyakitkan hati. Tugas jurnalistiknya dihalang-halangi, bahkan dia disebut "teroris" dan diusir dari lokasi.
 
"Karena itu setelah berkoordinasi dengan pimpinan say adi Jakarta saya melaporkan oknum kaur Desa Saintis ke polisi," sambungnya.

Dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa: Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
 
"Jadi, poinnya kepada siapa saja yang sengaja melawan hukum, menghambat, atau menghalangi ketentuan Pasal 4 ayat (3), maka dapat dipenjara maksimal 2 tahun, dan denda paling banyak Rp 500 juta," ujar junaedi.
 
Menurut Junaedi Adapun ketentuan sanksi terlampir pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, BAB VII Ketentuan Pidana.
 
Pasal 18 ayat (1) disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
 
"Hal ini juga dalam bukti dalam Pasal 18 ayat (1), jadi kalau kita merefernya dengan UU terkait dengan pekerjaan yang sedang melakukan kegiatan liputan, maka itu dasar hukumnya," ujar Junaedi. (jun/jo6)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.