Anies Baswedan

JAKARTA, JO- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Selasa (22/12/2020), membuka pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Perubahan RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022 secara virtual. 

Perubahan RPJMD Provinsi DKI Jakarta tersebut dilaksanakan karena adanya bencana nasional pandemi Covid-19, sehingga memerlukan pengembangan visi agar relevan dengan kondisi selama dan pascapandemi. 

"Kita semua harus mengantisipasi bukan saja untuk menyelesaikan krisis hari ini, tetapi kita juga harus mulai memikirkan tentang apa yang harus kita kerjakan sesudah krisis ini nantinya kita lewati. Karena itu, antisipasi dari sekarang harus kita lakukan. Setelah masa pandemi dan krisis ini lewat, kita tidak bisa business as usual. Ada banyak pelajaran. Ada banyak pengalaman berharga yang kita semua ambil di dalam perjalanan satu tahun ini," ujar Anies dikutip dari siaran pers PPID Provinsi DKI Jakarta. 

Anies menegaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus mampu untuk build-back-better (3B) atau membangun kembali dengan lebih baik. Arah pembangunan Provinsi DKI Jakarta adalah menuju City 4.0 di mana pembangunan kota dilaksanakan dengan cara kolaborasi antara pemerintah dengan seluruh masyarakat dan dunia usaha. 

Sebagai antisipasi atas kondisi pascapandemi, visi dan kebijakan pembangunan Kota Jakarta dilakukan upgrade (pengembangan) antara lain melalui: 

- Perencanaan ruang berbasis neighbourhood di mana semua kebutuhan warga dapat terpenuhi tanpa perlu menempuh jarak jauh;
- Fasilitas dan layanan dasar kota yang berketahanan;
- Peningkatan infrastruktur digital sebagai backbone (tulang punggung) dari tata kelola pemerintahan modern yang berbasis data dan teknologi;
- Integrasi data kependudukan untuk menghasilkan intervensi sosial yang tepat sasaran;
- Reformasi dunia ekonomi dengan mendorong industri berbasis pengalaman dan nilai tambah. 

"Ini semua adalah beberapa tambahan atas visi Jakarta sebagai bagian dari kita mengambil hikmah atas ujian selama satu tahun yang kita hadapi ini. Jadi dengan begitu, ke depan kita akan bisa melihat Jakarta yang bisa bukan hanya survive selama masa pandemi, tetapi lebih baik sesudah masa pandemi," terangnya. 

Anies turut menjelaskan terkait penyesuaian indikator kinerja. "Dan terkait dengan indikator kinerja, tidak semua target dari indikator kinerja itu perlu direvisi. Hanya 52,63% indikator sasaran dan 30,19% indikator program yang disesuaikan. Penyesuaian ini diutamakan untuk indikator kinerja yang paling berpengaruh atau paling terdampak atas kondisi sosial-ekonomi yang kemarin mengalami pemburukan dan juga akibat adanya kontraksi dalam APBD kita," urainya.

Anies mengungkapkan, dari sisi pertumbuhan ekonomi, selama dua triwulan berturut-turut perekonomian DKI Jakarta mengalami kontraksi dan resmi memasuki resesi. Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada Triwulan II 2020 sebesar minus 8,23% dan pada Triwulan III membaik pada angka minus 3,82 persen (y-on-y). Adapun, Bank Indonesia Kantor Perwakilan DKI Jakarta memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar -2% sd -1,6%, tahun 2021 kembali ke 5% - 5,4%, dan tahun 2022 semakin membaik pada kisaran 5,8% - 6,2%. 

"Artinya kita mengalami kontraksi yang serius di tahun 2020, tapi mungkin kita termasuk yang paling cepat untuk kembali di dalam perputaran perekonomian karena kesiapan dari kita semua," ucapnya.
Menurutnya, selama pandemi orang-orang membatasi kegiatan. Sehingga hal tersebut merupakan penyebab utama yang secara alamiah turut berpengaruh terhadap kontraksi ekonomi. 

"Jadi (kontraksi ekonomi) bukan karena salah perhitungan dalam kegiatan investasi pelaku-pelaku ekonomi di Jakarta, tapi karena supply dan demand mengalami penurunan yang amat serius akibat kita semua harus melakukan pencegahan terhadap penularan virus lewat pengurangan aktivitas (ekonomi)," tuturnya. 

Anies kemudian menjabarkan struktur APBD pada tahun 2021 dan 2022 yang diproyeksikan stagnan pada angka Rp 84 triliun. Selain itu, Gubernur Anies menyatakan tingkat pengangguran terbuka Provinsi DKI Jakarta pada Agustus 2020 sebesar 10,95 persen atau setara 572.780 orang. 

Selama periode pandemi, Gubernur Anies menyebut sektor formal kehilangan 453.295 pekerja, tetapi hanya 259.597 pekerja yang mampu diserap oleh sektor informal dan akibatnya, 193.698 orang kehilangan pekerjaan. 

Selain itu, implikasi pandemi bukan saja terjadi terhadap pengurangan tenaga kerja, tetapi juga mempengaruhi produktivitas pekerja karena sebanyak 1.673.028 pekerja mengalami pengurangan jam kerja. (jo3)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.