Anies Baswedan

JAKARTA, JO- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020 (Raperda APBD-P 2020) dalam rapat paripurna bersama DPRD, Selasa (3/11/2020). 

Latar belakang Raperda ini adalah prioritas penggunaan APBD 2020 untuk penanganan pandemi Covid-19 khususnya di sektor kesehatan, ekonomi, dan jaring pengaman sosial. Dalam kesempatan tersebut Anies juga melaporkan, sampai dengan pergeseran (refocusing) kelima, Belanja Tidak Terduga yang digelontorkan Pemprov DKI Jakarta untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 5,19 triliun. 

Menurut Anies Baswedan saat memaparkan hasil evaluasi atas kondisi makro ekonomi dan pelaksanaan APBD seperti dikutip dari Siaran Pers PPID Pemprov DKI Jakarta, realisasi perekonomian Jakarta pada triwulan II mengalami kontraksi sebesar -8,22 persen. Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan II disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga dan investasi. Lemahnya permintaan global juga berkontribusi terhadap perlambatan perekonomian melalui ekspor yang tumbuh negatif. 
 
"Kebijakan pergerakan masyarakat melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta pembelajaran jarak jauh yang berdampak pada penurunan pendapatan serta kemampuan membayar upah sehingga berlanjut pada pemutusan hubungan kerja. Hal ini akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat," ungkap Anies. 

Anies kemudian menjelaskan realisasi Pendapatan Daerah sampai dengan akhir Juni 2020 sebesar Rp 23,88 triliun atau 29,04 persen dari rencana awal sebesar Rp 82,19 triliun. 
 
Secara detail, realisasi Pendapatan Daerah tersebut adalah: 

  • Pendapatan Asli Daerah terealisasi Rp 14,18 triliun atau 26,64% dari rencana Rp 57,56 triliun yang terdiri atas Pajak Daerah (22,95 persen), Retribusi Daerah (37,74 persen), Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (45,48 persen), dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (34,72 persen);
  • Dana Perimbangan terealisasi Rp 9,66 triliun atau 44,51% dari rencana Rp 21,61 triliun yang terdiri atas Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak (42,65 persen) maupun Dana Alokasi Khusus (54,84 persen);
  • Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah terealisasi Rp 37,25 miliar (1,24persen) dari rencana Rp 3,01 triliun yang terdiri atas Pendapatan Hibah (0,11 persen) maupun Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus (54,42 persen).
Dikatakan, sampai akhir bulan Juni 2020, Belanja Daerah telah terealisasi sebesar Rp 19,86 triliun atau 24,95 persen dari total Belanja Daerah Rp 79,61 triliun yang berasal dari Belanja Tidak Langsung (32,46 persen) dan Belanja Langsung (19,15 persen). Adapun terkait realisasi Pembiayaan Daerah, sesuai hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran atau SiLPA tahun 2019 tercatat sebesar Rp 1,2 triliun. 
 
Angka tersebut lebih rendah dari prediksi dalam Penetapan APBD Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp 5,5 triliun. Sedangkan Pengeluaran Pembiayaan telah terealisasi sebesar Rp 65,92 miliar atau 0,79 persen dari rencana Rp 8,34 triliun," jelas Anies.

Anies kemudian menjelaskan Rencana Perubahan APBD 2020 yang didasarkan realisasi kondisi makro ekonomi DKI Jakarta dan pelaksanaan APBD hingga akhir Juni 2020. 

Secara umum, penambahan anggaran dilakukan pada jenis Belanja Tidak Terduga dari Belanja Tidak Langsung yang semula Rp 188 miliar menjadi Rp 5,19 triliun atau naik lebih dari 27 kali lipat dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. 

Adapun secara khusus, Anies kemudian menjelaskan penyesuaian Asumsi Makro Ekonomi, rencana Perubahan Pendapatan Daerah, rencana Perubahan Belanja Daerah dan rencana Perubahan Pembiayaan Daerah. Pendapatan Daerah, sebelumnya direncanakan sebesar Rp 82,19 triliun kemudian dikoreksi menjadi Rp 57,06 triliun, atau turun sebesar Rp 25,12 triliun. Koreksi atas Pendapatan Daerah disebabkan selisih penurunan Pajak Daerah secara signifikan sebesar Rp 17,69 triliun. 
 
Belanja Daerah, meliputi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung mengalami penurunan sebesar Rp 20,82 triliun atau 26,16 persen, dari Rp 79,61 triliun menjadi Rp 58,78 triliun. Belanja Tidak Langsung yang semula dialokasikan sebesar Rp 34,67 triliun mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun (3 persen) menjadi Rp 33,63 triliun. Adapun Belanja Langsung yang semula dialokasikan sebesar Rp 44,93 triliun mengalami penurunan sebesar Rp 19,78 triliun (44,04 persen) menjadi Rp 25,14 triliun. (jo3)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.