Menilik Maksimalisasi Investasi dan Relokasi Industri Saat Pandemi

BKPM. (foto: istimewa)

Oleh Achmad Ismail dan Darynaufal Mulyaman 

PANDEMI
Covid-19 sepertinya tidak melulu membawa dampak buruk bagi perekonomian Indonesia, tapi juga membawa “angin segar” bagi Indonesia. “Angin segar” tersebut datang pada awal bulan Juli lalu, melalui Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang menyebut ada 136 perusahaan asing yang berpotensi pindah atau relokasi investasi langsungnya dari negara lain ke Indonesia. Investasi pun digeber untuk tetap masuk agar ekonomi Indonesia terdorong secara positif. Seperti investasi mobil elektronik yang dilakukan oleh Hyundai asal Korea Selatan ke Indonesia awal tahun ini. Bahkan tujuh dari 136 perusahaan asing yang berpotensi pindah tersebut sudah memberikan konfirmasi sinyal positif untuk relokasi ke Indonesia. 
 
Tujuh perusahaan tersebut yaitu PT Meiloon Tecnology Indonesia, PT Sagami Indonesia, PT CDS Asia (Alpan), PT Kenda Rubber Indonesia, PT Denso Indonesia, PT Panasonic Manufacturing Indonesia, PT LG Electronics Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari beberapa negara, diantaranya Taiwan, China, Korea Selatan, Jepang juga Amerika Serikat. Sementara itu, mayoritas perusahaan melakukan relokasi dari China, Jepang juga Korea Selatan ke Indonesia. Nampaknya sinyal positif ini kian nyata. Lihat saja PT Meiloon Technology Indonesia sudah pada tahapan ground breaking di Subang, Jawa Barat. 
 
Pemerintah patut melihat perkembangan ini sebagai suatu peluang emas yang harus dimaksimalkan untuk menjawab berbagai persoalan yang semakin rumit sejak terjadinya pandemi Covid-19. 

Potensi Ekonomi dan Tenaga Kerja 

BKPM memprediksi total nilai investasi saat ini mencapai angka US$850 juta atau setara Rp11,9 triliun. Menurut penulis, pemerintah bisa memaksimalkan ke berbagai potensi perekonomian Indonesia. Sumber daya alam serta sumber daya manusia Indonesia yang melimpah menjadi potensi ekonomi yang harus dimanfaatkan secara maksimal dari total nilai investasi tersebut. Sebagai contoh dapat dimanfaatkan sebagai material pembangunan pabrik, bahan baku produksi serta manusianya sebagai alat produksi. Tindakan ini cukup penting karena nilai investasi tersebut bermanfaat seluruhnya terhadap potensi ekonomi yang dimiliki masyarakat Indonesia. 
 
Sebagaimana diketahui, pendemi Covid-19 ini memberikan efek buruk bagi para tenaga kerja dengan dilakukannya tenaga kerja tidak digaji (unpaid labor), bahkan beberapa pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Data dari Kementerian Tenaga Kerja RI (Kemenaker RI) melaporkan bahwa ada 3,05 juta orang yang terkena PHK, bahkan Kemenaker RI juga memprediksi jika pandemi Covid-19 ini tak kunjung berakhir maka angka pengangguran bisa mencapai 5,23 juta jiwa. Pemerintah harus serius menyikapi hal ini. Ketika banyak pekerja yang dirumahkan, maka dengan hadirnya perusahaan asing yang relokasi ke Indonesia tentunya akan menyerap tenaga kerja. 
 
BKPM juga melaporkan bahwa potensi penyerapan tenaga kerja hingga 30.000 orang. Angka ini cukup berarti bagi Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Namun ada beberapa catatan bahwa serapan tenaga kerja yang diharapkan menyentuh pada semua tingkatan, mulai dari skilled labor hingga unskilled labor. Ini penting karena beberapa waktu lalu, unskilled labor asing masuk ke Indonesia untuk bekerja di perusahaan asing, sementara untuk kebutuhan unskilled labor masih bisa dipenuhi oleh domestik Indonesia. 
 
Peningkatan Rantai Nilai Global Indonesia 

Relokasi ini juga menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperbaiki posisi Indonesia dalam sistem rantai nilai global Indonesia saat ini. Patut disadari bahwa perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan relokasi pabriknya ke Indonesia merupakan perusahaan yang menjadi bagian dari sistem rantai nilai global. Secara definisi sederhana, rantai nilai global (global value chain) merupakan suatu proses dalam rangka menghasilkan suatu produk barang jadi dengan melibatkan komponen pendukung dari beberapa negara, mulai dari proses produksi sampai pada proses pemasaran. Dengan kondisi demikian, dampaknya bagi Indonesia ialah menjadi lebih mudah dalam memproduksi suatu barang karena ada kepastian bahan baku, pertukaran teknologi serta sumber daya dari luar yang lebih canggih dengan hal itu menjadi nilai tambah dari suatu produk barang dan pendapatan ekspor Indonesia. 
 
Sebagai informasi tambahan, Bank Dunia menilai bahwa Indonesia masih belum berpartisipasi secara maksimal dalam rantai nilai global. Bahkan nilai indeks partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global masih tergolong rendah dibanding dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Pada tahun 2017, Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) mencatat bahwa indeks partisipasi Indonesia adalah 43,5, berada di bawah Malaysia senilai 60,8 serta Thailand dengan nilai 54,3. Catatan dalam laporan Global Value Chain Development Report 2019 yang dipublikasikan oleh WTO dikemukakan bahwa Indonesia baik indeks partisipasi ke depan (forward participation) maupun partisipasi ke belakang (backward participation) mengalami penurunan dibanding pada tahun 2007. 

Oleh karenanya, penulis berpendapat bahwa ini harus menjadi momentum baik serta dimanfaatkan secara serius oleh pemerintah. Terlebih pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo merasa geram ketika tidak ada satupun perusahaan dari China yang melakukan relokasi ke Indonesia dan lebih memilih ke Vietnam, selain itu ini menjadi “angin segar” bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus menaikkan standar hidup Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Hal ini bukanlah angan-angan belaka, melihat bahwa total nilai investasi yang dihasilkan cukup besar senilai Rp11.9 triliun. Penulis melihat bahwa ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dari nilai investasi tersebut, mulai dari memaksimalkan potensi ekonomi, menyerap tenaga kerja serta memperbaiki peringkat Indonesia dalam rantai nilai global. 
 
Ketiga poin ini menjadi penting yang berdampak pada peningkatan daya saing Indonesia di dunia internasional, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Baru-baru ini lembaga independen Institute for Management Development (IMD) merilis peringkat daya saing negara-negara di dunia tahun 2020, ternyata Indonesia berada di posisi 40 merosot 8 peringkat dari tahun sebelumnya yaitu posisi 32. Ternyata salah satu penyebab penurunan peringkat adalah kinerja perekonomian. 
 
Jelas sudah, dengan adanya relokasi perusahaan asing tersebut akan berdampak luas bagi perekonomian Indonesia, mulai dari penyerapan tenaga kerja, peringkat Indonesia pada rantai nilai global, peningkatan daya saing dan sebagainya. Oleh karenanya, pemerintah Indonesia harus mengambil manfaat secara maksimal bagi kemaslahatan masyarakat sekaligus perekonomian Indonesia. 
 
Tujuan Eksplorasi Pengaruh Negara Asia Timur 

Kemudian, di balik banyak investasi yang masuk dan perusahaan yang merelokasi dirinya ke Indonesia menimbulkan pertanyaan sejenak, apakah mungkin investasi dan relokasi yang masuk ini murni bisnis atau perluasan pengaruh negara-negara Asia Timur yang notabene asal banyak perusahaan yang masuk ke Indonesia tadi. China dengan Skema ‘One Belt One Road’, Korea dengan ‘New Southern Policy’, Taiwan yang menawarkan ‘China yang lebih demokratis dan liberal’, serta Jepang yang sudah menjadi pemain lama di pasar Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut sudah banyak diulas oleh banyak akademisi terkait untuk memastikan dan meluaskan pengaruhnya di wilayah dunia lain, khususnya Asia Tenggara. 

Hal ini perlu dicermati karena posisi Indonesia yang sangat strategis sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan bersinggungan dengan wilayah yang bersengketa seperti Laut China Selatan. Perusahaan asal China, Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang yang masuk ke Indonesia mungkin dapat diartikan sebagai kenaikan posisi Indonesia dalam bidang ekonomi, tetapi juga patut diwaspadai di balik gencarnya perusahaan asing ini apakah membawa pesan lain dari pemerintah negara asalnya atau memang benar murni business as usual akibat perubahan pasar dan rantai nilai global Indonesia.*** 

Penulis Achmad Ismail adalah Manajer Program di Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP)/ ismailachmad@rocketmail.com; 

Darynaufal Mulyaman adalah Dosen Muda Prodi Ilmu Hubungan Internasional Fisipol UKI/Darynaufal.mulyaman@uki.ac.id

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.