Pemerintah dan BI Berbagi Beban Pembiayaan Dampak Covid-19

Sri Mulyani
JAKARTA, JO - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan dampak Covid-19 di bidang ekonomi membuat pemerintah mengubah postur APBN melalui Perpres 72/2020 yang memuat kenaikan belanja, defisit, utang, dan penurunan penerimaan.

Dampak Covid membuat kenaikan tambahan pembiayaan sebesar Rp903,46 triliun dari yang tadinya Rp741,8 triliun menjadi Rp1.645,3 triliun. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) berbagi beban yang diumumkan melalui konferensi pers virtual Burden Sharing Antara Pemerintah dan Bank Indonesia, Senin (6/7/2020), di Provinsi DKI Jakarta.

Ia melanjutkan, untuk pembiayaan tersebut, dalam UU Nomor 2/2020 pemerintah menggunakan sumber pendanaan dari sumber pemerintah sendiri yaitu SAL dan sumber-sumber termasuk dari Badan Layanan Umum (BLU). Jumlah dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) Rp70,64 triliun sedangkan dari Badan Layanan Umum (BLU), dana abadi dan dana pemerintah lainnya total Rp104,9 triliun.

Anggaran Covid-19 dalam Perpres 72/2020 adalah Rp695,2 triliun dengan kategori public benefit atau public goods artinya yang menyangkut hajat hidup orang banyak adalah bidang kesehatan sebesar Rp87,5 triliun, perlindungan sosial sebesar Rp203,9 triliun dan program padat karya, dukungan sektoral dan dukungan Pemda Rp106,11 triliun sehingga total ketiganya Rp397,56 triliun.

Pembiayaan yang mendukung bidang usaha seperti UMKM sebesar Rp123,46 triliun dan dukungan korporasi baik penanaman modal negara BUMN dan talangan investasi dan dukungan restrukturisasi korporasi jumlahnya Rp53,57 triliun. Total keduanya Rp170,3 triliun. Pemerintah juga memberikan insentif pajak baik penurunan Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) termasuk pajak UMKM, pajak untuk karyawan, pajak impor totalnya Rp120,6 triliun.

BI dan Kemenkeu setuju bahwa untuk belanja kategori public goods Rp397,56 akan diterbitkan Surat Berharga Negara (SBN) yang langsung dibeli BI dengan suku bunga acuan sebesar BI Reverse Repo Rate akan ditanggung BI seluruhnya.

“Sehingga beban bunga bagi pemerintah untuk SBN khusus yang diterbitkan dengan placement untuk Pemerintah 0, untuk BI sebesar Reverse Repo rate. Untuk SBN ini sifatnya tetap tradable dan marketable,” jelas Menkeu.




Untuk kategori yang sifatnya dukungan bidang usaha seperti UMKM sebesar Rp123,46 triliun dan dukungan korporasi, burden sharing dari sisi bunga adalah pemerintah akan menerbitkan SBN di pasar namun karena tradable, marketable, maka Pemerintah dan BI sepakat, suku bunga pasar akan dibagi dua, BI akan menanggung sebesar suku bunga dari perbedaan suku bunga pasar sampai dengan 1 persen di bawah Repo Rate.

“Jadi, Pemerintah menanggung suku bunga 1% di bawah Reverse Repo Rate sedangkan BI menanggung bunganya antara 1 persen di bawah Reverse Repo rate hingga market rate-nya. Ini dilakukan melalui mekanisme market,” jelas Menkeu.

Untuk belanja lainnya yang menyangkut insentif usaha serta belanja komitmen pemerintah lainnya sebesar Rp328,87 triliun maka pemerintah akan menerbitkan SBN melalui mekanisme pasar dan seluruh suku bunganya ditanggung oleh pemerintah.

“Tidak ada burden sharing untuk kategori ketiga,” pungkas Menkeu seraya menyampaikan bahwa pembagian beban tersebut akan dipenuhi melalui skema berbagi beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam Surat Keputusan Bersama (SKB). (jo-2)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.