Prihatin, Sungai Masih Dianggap "Wilayah Belakang" Tempat Penggelontoran Akhir Air Kotor

Sampah, empang dan aktifitas sekitar Ciliwung.
JAKARTA, JO- Bagi masyarakat Indonesia, sungai masih dianggap sebagai wilayah belakang bukan beranda, tempat penggelontoran akhir air kotor. Hal inilah yang menjadi persoalan besar permasalahan sungai-sungai yang melintas di kota-kota besar di Indonesia seperti di Jakarta.

Hal itu disampaikan Dr Taqyuddin dari Departemen Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia (UI) berdasarkan penelitian yang mereka lakukan sepanjang aliran Ciliwung dari Bogor hingga DKI Jakarta. Peneliti lain yang ikut dalam penelitian Ciliwung ini adalah Dra Ratna Saraswati dan dr Tito Latief.

"Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa kelurahan / desa yang berbatasan langsung dengan Ciliwung memanfaatkan Ciliwung sebagai penggelontoran air buangan. Ciliwung menjadi selokan primer," kata Taqyuddin di Depok, Rabu (7/11/2018).

Hal ini, menurut Taqyuddin menjadi permasalahan sungai-sungai yang melintas di kota-kota besar di Indonesia.




Dia mengakui memang ada yang menempatkan Ciliwung sebagai beranda, tetapi hampir semua kelurahan/desa menempatkan ciliwung sebagai wilayah belakang atau tempat yang kurang dihiraukan.

Ada juga yang memanfaatkan air Ciliwung sebagai pengisi kolam-kolam dan pengairan sawah di bagian hulu, khususnya di Kota Bogor dan Kota Depok serta Jakarta jelas-jelas jaringan pembuangan bermuara di Ciliwung.

Karena itu dia rekomendasikan antara lain penataan bantaran Ciliwung dengan mengubah cara pandang masyarakat terhadap Ciliwung yang diarahkan sebagai beranda bukan wilayah belakang.

"Bagi desa diharapkan membuat peraturan desa terkait dengan pemanfaatan Ciliwung sebagai beranda. Pemdes bisa membuat secara otonomi desa, bagi kelurahan mengikuti pemda yg diharapkan juga membuat aturan ciliwung sebagai wilayah depan atau beranda dengan berbagai bentuk dan fungsinya," begitu Taqyuddin. (jo-2)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.