Peningkatan Peringkat Moody's ke Level Baa2 Capaian Level Tertinggi Indonesia

Moody's
JAKARTA, JO- Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardjojo mengatakan, peningkatan rating Moody’s dari Baa3 menjadi Baa2 adalah level tertinggi yang pernah dicapai oleh Indonesia dari Moody’s.

Menurut Agus, di Jakarta, Jumat (13/4/2018), peningkatan rating tersebut juga menjadikan Indonesia kini telah diakui oleh empat lembaga rating internasional berada pada satu tingkat lebih tinggi dari level Investment Grade sebelumnya.

“Pencapaian ini merupakan suatu prestasi besar ditengah masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global yang mempengaruhi perkembangan ekonomi di kawasan,” ujar Agus seraya menambahkan, hal ini dapat terwujud melalui konsistensi upaya Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Dalam kaitan ini, lanjut Agus, Bank Indonesia akan terus mewaspadai peningkatan risiko global dan mengoptimalkan bauran kebijakan termasuk kebijakan makroprudensial dan pendalaman pasar keuangan dalam menjaga stabilitas perekonomian yang menjadi landasan utama bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan, dan inklusif.

Moody’s sebelumnya memperbaiki outlook SCR Republik Indonesia dari Stable menjadi Positive, sekaligus mengafirmasi rating pada Baa3 (Investment Grade) pada 8 Februari 2017.

Lembaga pemeringkat Moody’s Investor Service (Moody’s) telah meningkatkan peringkat Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia dari Baa3 (Outlook Positif) menjadi Baa2 (Outlook Stabil) pada 13 April 2018.




Menurut Moody’s, faktor kunci yang mendukung keputusan menaikkan peringkat SCR Indonesia itu adalah karena kerangka kebijakan yang credible dan efektif yang dinilai kondusif bagi stabilitas makro ekonomi.

“Peningkatan cadangan devisa dan penerapan kebijakan fiskal dan moneter yang berhati-hati tersebut memperkuat ketahanan dan kapasitas Indonesia dalam menghadapi gejolak eksternal,” bunyi siaran pers Moody’s, Jumat (13/4).

Di sisi fiskal, Moody’s menilai, Pemerintah mampu menjaga fiskal defisit di bawah batas 3% sejak diberlakukan pada 2003. Defisit yang dapat dipertahankan di level rendah dan didukung oleh pembiayaan yang bersifat jangka panjang ini menjadikan beban utang tetap rendah sehingga mengurangi kebutuhan dan risiko pembiayaan.

Di sisi moneter, menurut Moody’s, penerapan kebijakan nilai tukar fleksibel dan koordinasi kebijakan yang lebih efektif antara Bank Indonesia (BI) dengan Pemerintah Pusat dan Daerah telah mampu menjaga inflasi di level yang cukup rendah dan stabil.

“Bank Indonesia juga semakin aktif menggunakan instrumen makroprudensial dalam menghadapi gejolak,” tulis Moody’s seraya menambahkan, perbaikan posisi eksternal dan bertambahnya cadangan devisa memperkuat ketahanan terhadap potensi gejolak eksternal.(jo-2)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.