Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, Bupati Tobasa Darwin Siagiaan dan dua pelaku kekerasan terhadap anak ayah dan paman korban (baju biru).
BALIGE, JO- Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) dikenal sebagai wilayah religius dan menjunjung tinggi nilai adat (Dalihan Natolu). Namun siapa menduga, ternyata saat ini daerah ini memegang predikat sebagai kampung (huta) Darurat Kekerasan Seksual terhadap Anak dan Krisis Moralitas.

Menurut laporan Polres Tobasa, sepanjang Januari 2018 telah ditemukan fakta ada enam kasus kekerasan seksual dalam bentuk hubungan seksual sedarah (incest) yang dilakukan oleh orang terdekat korban. Angka ini dikuatirkan akan terus meningkat jika dibanding dengan 29 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi sepanjang tahun 2017.

Kasus kejahatan seksual teranyar yang dilakukan oleh ayah kandung dan paman korban di salah satu desa di Kecamatan Silaen, Tobasa sangat mencoreng nilai-nilai agama dan adat di tanah Batak.

Berdasarkan laporan-laporan ini, Komnas Perlindungan Anak yang dipimpin Arist Merdeka Sirait kemudian melakukan kunjungan kerja ke Tobasa. Arist bersama tim bersama Bupati Tobasa Darwin Siagian berkunjung ke Desa Silaen untuk bertemu dengan korban Putri,14, (bukanlah nama sebenarnya-Red) dan ibu korban kekerasan seksual. Tim ini juga bicara dengan ayah dan paman korban.

Kepada Komnas Anak, korban menceritakan pengalaman pahitnya itu, bahwa sejak korban usia 12 tahun telah diperlakukan salah secara seksual dengan penuh ancaman oleh ayah kandung dan paman kandung korban secara berulang-ulang selama dua tahun hingga korban saat ini mengandung 4 bulan.

"Korban bercerita, setiap kali ayah dan paman korban melakukan kejahatan seksual kepada dirinya, diawali dengan menenggak minuman keras tradisional “tuak” lebih dahulu dari warung tuak langganan ayah korban," kata Arist Merdeka Sirait dalam siaran persnya, hari ini.

Kejahatan seksual ini selalu dilakukan ayah dan pamannya pada saat ibunya dan adik-adiknya terlelap tidur pada malam hari. Bahkan pamannya pernah masuk ke kamarnya dengan cara memanjat melalui internit untuk memaksa korban untuk melayani kebejatan pamannya.

Peristiwa yang sama dan memilukan juga dialami dua anak remaja kakak beradik siswi SMP di Balige, Tobasa masing masing-masing Bunga,13; dan Melati,14 (keduanya bukan nama sebenarnya-Red) mengalami kejahatan seksual berulang-ulang dalam bentuk incest yang dilakukan oleh kedua orangtua kandungnya sendiri dengan penuh ancaman untuk tidak di sekolahkan jika tidak mau melayani perilaku bejatat ayah kandungnya.

Nasib malang bagi Bunga,13, saat korban melaporkan peristiwa kejahatan seksual yang dilakukan ayahnya ini kepada guru agamanya dengan harapan mendapat perlindungan, namun guru agamanya justru memanfaatkan situasi buruk itu untuk melakukan kejahatan seksual terhadap korban dengan penuh ancaman.

"Bahkan oleh kepala sekolah kedua korban dikeluarkan dari sekolah dengan cara memberhentikannya," jelas Arist Merdeka Sirait.

Baca hotel terbaik di Paris, tulis komentarmu
Bandingkan harga hotel dan reviewnya di New York City
Baca review rental liburan di seluruh dunia
Ada apa di London? Cari hotel termurah dan nyaman disana!

Pada kesempatan itu di hadapan Wakapolres Tobasa dan Kasat Reskrim dan para penyidik dari Unit PPA Polres Tobasa diperoleh pengakuan dan kronologis peritiwa kejahatan seksual yang mengejut dan biadab yang dilakukan pelaku JS,38, ayah kandung korban dan N,32, selaku paman korban.

Atas dasar kejahatan seksual yang sulit diterima akal sehat manusia itulah Komnas Perlindungan Anak dan atas dorongan masyarakat Tobasa agar Polres Tobasa menerapkan Ketentuan UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Penerapan Perpu No 01 Tahun 2016 junto UU RI No 35 Tahun tentang Perlindungan Anak sehingga Jaksa Penuntut umum (JPU) dapat menetapkan tuntutannya kepada predator kejahatan seksual sesuai dengan harapan masyarakat minimal dengan ancaman pidana 10 tahun dan maksimal 20 tahun dan dapat dikenakan hukuman tambahan fisik seumur hidup dan hukuman “Kastrasi” yakni kebiri lewat suntik kimia apakagi dilakukan oleh orangtua kandung dan paman dari korban, dan oleh hukum dapat ditambahkan sepertiga dari pidana pokoknya..

Dari dua kasus kejahatan seksual yang dilakukan orangtua kandung, paman dan kerabat terdekat keluarga yang diungkap dalam peristiwa ini serta meningkatnya jumlah angka kejahatan seksual terhadap anak yang terungkap dan dilaporkan kepada polisi di Tobasa dan Komnas Perlindungan Anak tidaklah berlebihan jika Tobasa saat ini dalam kondisi Darurat Kekerasan Seksual dan Krisis Moralitas.

Menurut Arist lagi, hasil temuan data dan fakta kekerasan seksual yang diperoleh dari kunker Komnas Anak selama di Kabupaten Tobasa bersama bupati Tobasa, pihaknya mengikuti diskusi panel dan mempresentasikan hasil temuan ini. Diskusi panel ini disegelanggarakan oleh Partukoan S3 (Saurdot, Satahi jala Saroha) yang diketuai Ir Parlin Sianipar.

Dari diskusi panel itu, diperoleh kesimpulan bahwa situasi tanah Batak khususnya Tobasa telah terjadi degradasi moralitas akhlak dan adat Batak di Tobasa. Hasil dari pertemuan itu diasepakati dan mendapat dukungan dari Bupati Tobasa dan Jajaran pemerintahannya dalam rangka memutus mata rantai kekerasan seksual terhadap anak serta merajut kembali nilai-nilai adat, moralitas dan agama di Tobasa yang sudah mulai terancam hancur.

Kemudian disepakati perlu segera Membangunan Gerakan Perlindungan Anak Sahuta dengan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dan solidaritas yakni “Sisada Anak Sisada Boru, Marsijaga anakna diganup Huta” dan menyediakan Rumah Aman Bagi Korban di Tobasa, serta membuat Nota Kesepemahamam (MoU) dengan Polres Tobasa agar semua kasus-kasus kejahatan seksual ditangani dengan cepat dan berkeadilan bagi korban dan tidak melayani kata damai terhadap kejahatan seksual dalam bentuk apapun.

Selain itu dinilai perlu meningkatkan peran institusi lintas agama kususnya peran gereja agar mampu menyuarakan suara kenabiannya untuk kasus-kasus kejahatan seksual, kejahatan kemanusiaan serta kejahatan moralitas.

Dalam kesempatan itu Komnas Perlindungan Anak memberikan apreasiasi kepada bupati Tobasa yang menyatakan komitmennya terhadap hasil dari diskusi panel yang disiapkan Forum Masyarakat Tobasa dan S3, serta kepada Polres Tobasa yang dengan sigap dan cepat menangkan predator kejahatan seksual terhadap anak do Tobasa. (j sidabutar)




Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.