Pemanggilan Anggota DPR Tidak Berlaku Dalam Tiga Hal Ini

Sejumlah anggota MKD dengan Kapolda Metro.
JAKARTA, JO - Polisi akan meminta keterangan ahli hukum terkait kasus dugaan penganiayaan PRT oleh anggota DPR.

Dalam UU No 17/2014 tentang MD3 disebutkan anggota DPR terkait kasus yang akan diperiksa harus izin Majelis Kehormatan DPR (MKD). Sejak September keluar keputusan MK pasal 245 ayat (1) diubah dari izin MKD ke izin presiden.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian mengatakan kalau dibaca dengan hati-hati, pemanggilan untuk permintaan keterangan dalam penyelidikan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapatkan izin presiden secara tertulis, kalau dia diduga melakukan tindak pidana.

“Putusan MK yang mengatur soal pemanggilan anggota DPR harus izin presiden itu tidak berlaku dalam 3 kasus yakni tertangkap tangan, melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau penjara seumur dan melakukan tindak pidana khusus,” ujar Irjen Tito saat bertemu Wakil Ketua MKD Juminart Girsang dan Sufmi Dasco Ahmad, di Jakarta, Selasa (6/10).

Dalam kasus ini diterapkan UU penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tngga(KDRT). Kita kenal tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.

"Tolong baca penjelasan ahli hukum  Andi Hamzah, di situ dia mengatakan yang dimaksud pidana umum itu adalah pidana yang diatur dalam KUHP," jelas Kapolda.

Dalam kasus ini, polisi punya strategi penyidikan splitching. "Dalam penyelidikan splitching, kita panggil AN istri IH sebagai tersangka dan IH sebagai saksi untuk istrinya."

Sebagai informasi, pembantu rumah tangga berinisial T,20, melaporkan majikannya anggota DPR IH dan istrinya AN ke Polda Metro Jaya pada 30 September 2015, dengan tuduhan dugaan penganiayaan yang terjadi di sebuah apartemen di kawasan Jakarta Pusat. (amin)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.