LPSK Apresiasi Anggota DPRD Sumut Kembalikan Uang Suap

Abdul Haris Semendawai
JAKARTA, JO – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyambut baik itikad baik dari sejumlah anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) yang mengembalikan sejumlah uang diduga hasil gratifikasi kasus suap pengesahan APBD Sumut.

Langkah itu seharusnya dapat diikuti anggota DPRD Sumut lainnya yang juga diduga menerima gratifikasi serupa sehingga memudahkan upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus tersebut.

Hal itu disampaikan Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai terkaiat adanya enam anggota DPRD Provinsi Sumut mengembalikan uang yang diduga merupakan suap terkait dengan pembahasan APBD Sumut ke KPK. Namun, belum semua anggota DPRD Sumut yang diduga menerima suap melakukan langkah serupa.

Menurut Semendawai, apa yang dilakukan sejumlah anggota DPRD Sumut dengan mengembalikan uang yang diduga hasil gratifikasi patut diapresiasi. Apalagi, hal itu dilakukan sebelum KPK menetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap pengesahan APBD Sumut.

Meski di sisi lain, pengembalian uang diduga hasil gratifikasi itu dapat berimplikasi hukum pada diri anggota DPRD Sumut yang mengembalikan uang diduga hasil suap tersebut.

Hingga kini, pihak KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus suap pengesahan APBD Sumut, Semendawai mengungkapkan, pada Pasal 1 (2) Undang-undang (UU) No 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, diatur mengenai saksi pelaku. Saksi pelaku di sini maksudnya tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

“Langkah anggota DPRD Sumut yang mengembalikan uang diduga hasil gratifikasi ke KPK sudah baik, dan itu patut diapresiasi. Mereka kooperatif dan membantu KPK dalam mengungkapkan kasus dugaan suap pada pengesahan APBD Sumut,” ujar Semendawai, Sabtu (10/10).

Jika pun pengembalian uang dapat berimplikasi hukum pada diri mereka, anggota DPRD Sumut yang kooperatif tentu berpeluang untuk ditetapkan menjadi saksi pelaku yang bekerja sama.

Khusus kepada saksi pelaku yang bekerja sama ini, menurut Semendawai, ada hak-hak mereka yang diatur dalam Pasal 10A UU No 31 Tahun 2014, antara lain saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.

Penanganan secara khusus dimaksud berupa pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya.

Penanganan khusus lainnya yaitu pemisahan pemberkasan antara berkas saksi pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapkannya. Kepada para saksi pelaku juga diberikan penghargaan, antara lain keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai perundang-undangan bagi saksi pelaku berstatus narapidana.

Semendawai mengatakan, dari kemudahan-kemudahan yang diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, pihaknya berharap anggota DPRD Sumut lain yang juga diduga menerima suap pengesahan APBD Sumut dapat kooperatif dan bekerja sama dengan KPK.

“Kan tidak harus menunggu KPK menetapkan tersangka. Jika turut menerima gratifikasi, langsung saja melapor ke KPK sehingga bisa menjadi pertimbangan menjadi saksi pelaku,” ujar Semendawai.(jo-2)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.