Pengamat: Posisi Indonesia Dilematis soal Imigran Gelap dan Pekerja Asing

Ilustrasi
JAKARTA, JO- Kalangan pengamat menilai, posisi Indonesia dilematis terkait datangnya imigran gelap maupun tenaga kerja asing.

Menurut pengamat dari Universitas Paramadina Jerry Indrawan, MSi (Han) di Jakarta, Kamis (3/9), imigran gelap memang tengah melanda dunia dewasa ini ketika "internal armed conflict" melanda negara Timur Tengah dan Afrika.

Di Eropa, kata Jerry, ribuan imigran asing berusaha masuk demi mencari penghidupan yang lebih baik. Di Asia Tenggara ratusan warga Rohingya yang mencari suaka di Malaysia, Thailand, dan tentunya Indonesia.

"Kondisi dilematis terjadi ketika atas nama kemanusiaan (HAM) pemerintah Indonesia harus menerima permintaan mereka. Akan tetapi, di satu sisi kehadiran imigran ini akan membawa dampak yang demikian besar," katanya.

Hal ini disampaikannya terkait Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Menkumham Yasonna Laoly di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/9) yang membahas pengawasan masuknya orang asing.

Konflik dengan penduduk lokal, tidak adanya pekerjaan, perbedaan bahasa, kemungkinan menyusupnya teroris dan narkoba, serta biaya yang tinggi untuk menghidupi mereka membuat arus pengungsi ini layak kategorikan sebagai ancaman terhadap pertahanan dan keamanan negara.

"Menurut saya, ketika Jokowi sudah berani menyebut Indonesia sebagai “global player’, maka negara ini harus mau menerima imigran-imigran tersebut dengan segala konsekuensinya, seperti halnya Eropa yang terlebih dulu melakukannya," sambungnya.

Cek hotel di Lombok, bandingkan harga dan baca ulasannya | Liburan ke Surabaya? Cari hotel, bandingkan tarif dan baca ulasannya | Cek hotel di Parapat, Danau Toba, bandingkan harga dan baca ulasannya | Jalan-jalan ke Las Vegas? Temukan harga hotel terendah

Yang perlu diperbaiki adalah koordinasi antar\pihak terkait agar pengelolaan masalah pengungsi ini ditangani oleh satu pintu saja.

Demikian juga dengan kehadiran tenaga kerja asing akhir-akhir ini tidak terelakkan. Sejalan dengan masuknya investasi dari negara asing, para pekerjanya pun dilibatkan dalam proyek-proyek mereka di Indonesia.

"Saya menilai pemerintah harus lebih berani melakukan negosiasi perjanjian-perjanjian investasi dengan negara investor terkait penggunaan tenaga kerja asing," ucap Jerry.

Klausul yang menyatakan demikian harus dihilangkan demi memberi kesempatan bagi para pekerja lokal. Hal ini tidak bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas, seperti MEA, AFTA, dan lainnya.

Ini adalah upaya melakukan proteksi terhadap tenaga kerja dalam negeri agar perekonomian nasional berjalan, tidak hanya dari arus kapital yang masuk, tetapi juga dari peningkatan jumlah tenaga kerja produktif di Indonesia. (jo-2)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.