KPK Dinilai Blunder, Keputusan Dirjen Pajak soal Keberatan WP Bukan Kriminal

Joyada Siallagan (Kanan) dan Simson (Kiri)
JAKARTA, JO- Presiden Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI) Joyada Siallagan, SH, MH, MM, MKn menilai, tidak ada kesalahan dalam proses dan prosedur perpajakan, sehingga yidak alasan untuk menjadikan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo sebagai tersangka oleh KPK.

Dalam sebuah diskusi yang berlangsung di Senayan,Jakarta, Kamis (9/7), Joyada bahkan menyebut KPK seharusnya tidak menarik masalah administrasi pajak ke pidana.

"Ini masalah admistrasi hukum pajak yang dipaksa ditarik ke ranah pidana, jadi menurut saya langkah KPK ini salah besar," kata Joyada.

Hadi Poernomo dijadikan tersangka oleh KPK di hari terakhir jabatannya sebagai ketua BPK pada tanggal 21 April 2014 lalu. Hadi ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan jabatan sebelumnya sebagai dirjen pajak. Hadi disangkakan korupsi terkait keputusannya mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan Bank BCA tahun pajak 1999.

Lembaga antikorupsi itu telah menersangkakan Hadi Poernomo di saat akhir masa tugasnya sebagai Ketua BPK atas kasus keberatan pajak yang disetujuinya saat menjabat sebagai Dirjen Pajak.

Dikatakan Joyada dirinya punya catatan sejumlah wajib pajak yang juga keberatan pajaknya dikabulkan oleh Dirjen Pajak, dan memang tidak ada masalah karena proses dan prosedurnya benar, dan hal itu biasa terjadi. " KPK sangat blunder masalah ini, tidak sesuai teori hukumnya,” ujar Joyada.

Adapun prosedur mekanisme dan hukum pajak yang dilakukan oleh Hadi Poernomo merupakan hal yang biasa, sering terjadi, tidak bermasalah terkait keputusannya mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) pajak penghasilan badan Bank BCA tahun 1999.

“Kalau masalah administrasi pajak harus diselesaikan secara hukum administrasi pajak juga, bukan dibawa ke pidana, kecuali ada kerugian negara. KPK sangat blunder masalah ini, tidak sesuai teori hukumnya,” ujar Joyada.

Secara hukum administrasi pajak, begitu Joyada, proses SKPN yang dikeluarkan Dirjen Pajak wajar dan sah saja, itu bukan sesuatu yang aneh, dan nggak ada masalah.

Dikatakan, seandainya saat itu Dirjen Pajak tidak mengabulkan keberatan pajak dari BCA, maka pihak BCA masih bisa menempuh langkah banding dan Peninjauan Kembali (PK). "Makanya aneh kalau dirjen pajak kemudian dikriminalkan," katanya.

“Sebagai contoh," kata Joyada, “kita sudah membayar pajak sebesar Rp5 miliar, tetapi menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kita seharusnya membayar Rp10 miliar, maka kita berhak mengajukan keberatan, dan apabila kita bisa membuktikan dengan dokumen pendukung yang benar, dan keberatan itu diterima, tidak serta merta keputusan Dirjen Pajak itu dianggap salah, dan dirjend pajaknya langsung masuk ke KPK”.

Joyada mengatakan, kalau hak keberatan dan hasil keputusannya bisa dipidanakan, maka akan menyebabkan dunia usaha menjadi penuh ketidakpastian. Para pengusaha akan takut dipidanakan tanpa bukti yang jelas dan kuat.

“Ini membahayakan dunia bisnis. Banyak kok bank-bank lainnya yang keberatannya diterima. Bisa dicek di internet, atau perpustakaan dirjen pajak. Alangkah baiknya, kalau soal administrasi pajak diselesaikan lewat administrasi juga, bukan pidana. Masyarakat akhirnya juga menilai, KPK melakukan pekerjaannya asal-asalan,” katanya.

Lagi pula KPK tidak bisa membuktilan bahwa Hadi Poernomo mendapat gratifikasi atau feed back dari kebijakan Dirjen Pajak mengeluarkan SKPN. Kalau memang ada feed back yang diterima, itu gratifikasi, setuju kalau pidana korupsi. Di kasus Hadi Poernomo ini, tidak ada feed back, coba ada tidak? KPK kan belum bisa buktikan ada feed back yang diterima Hadi Poernomo,” katanya.

Sementara itu Wakil Ketua Umum Relawan Perjuangan Demokrasi (Prodem) Simson Simanjuntak menilai, nuansa politik sangat kental dalam kasus yang dihadapi Hadi Poernomo ini.

"Kita lihat dalam beberapa kasus termasuk soal Hadi Poernomo dan juga Budi Gunawan ini sarat kepentingan pribadi dan politik oknum-oknum di KPK," katanya.

Tak hanya itu, menurut Simson, mulai dari proses rekrutmen sampai duduk di KPK, dulu sudah diatur sedemikian rupa oleh oknum tertentu. Ini yang sekarang ingin diperbaiki Presiden Jokowi antara lain melalui pembentukan panitia seleksi yang tidak dipengaruhi oleh kelompok itu.

"Jokowi ingin memutus mata rantainya sehingga nanti bersih," sambungnya.

Dia juga menyingung soal audit Century menjadi titik persoalan yang membuat Hadi Poernomo dijadikan tersangka. Dalam audit itu tercantum nama Agus Martowardoyo, Boediono dan lainnya.

"Ini bukan ranah korupsi, tapi ada dorongan dari pihak tertentu di KPK yang sampai saat ini masih berpengaruh di KPK membawanya terus ke ranah korupsi. Kok dipaksakan. Dirjen Pajak punya kewenangan lalu dianggap kriminal ini keterlaluan," kata Simson. (jo-4)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.