Ilustrasi
JAKARTA, JO- Pungutan liar (pungli) di berbagai intansi di Jakarta Barat (Jakbar) semakin marak. Hal itu terbukti dengan banyaknya laporan masyarakat ke Pusat Pengelolaan Data Informasi Publik (PPDIP) tingkat provinsi DKI Jakarta dan Aspirasi Pengaduan Rakyat Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

Menurut Asisten Perekonomian dan Administrasi Pemkot Jakbar Isnawa Adji, di Jakarta, Jumat (25/10), setiap harinya, minimal terdapat lima laporan yang masuk terkait pungli itu. “Ada lima pengaduan masyarakat setiap harinya yang masuk mengenai pungli di berbagai instansi,” kata dia.

Pengaduan masyarakat meliputi pungli pelayanan di berbagai instansi, mulai dari kantor kelurahan, kecamatan, unit-unit, keberadaan pedagang kaki lima (PKL), bangunan liar, banjir, sengketa tanah, pelanggaran bangunan dan lain sebagainya.

“Bahkan, sampai pejabat datang terlambat juga turut diadukan. Dan dulu ada sekitar 200 aduan masyarakat yang belum direspon,”katanya.

Menurutnya, besaran pungli di berbagai macam instansi bervariasi mulai dari Rp 5.000, hingga ada pejabat yang meminta Rp 100 juta.

Dia menjelaskan, pengaduan masyarakat tersebut disampaikan melalui 12 saluran, antara lain melalui SMS, ke situs jakarta go.id, twiter jakarta go.id, email jakarta go.id, facebook, kliping media, balai warga, dan sejumlah media cetak lainnya.

"Untuk mengecek kebenaran informasi yang dilaporkan selama 24 jam, kami langsung mengkonfirmasi ke pejabat yang bersangkutan," ungkapnya.

Tak hanya itu, bahkan setiap penyelenggaraan SKJ di kantor walikota, mulai dari lurah, camat, dan para pejabat, menyempatkan diri ke ruang pengaduan untuk melihat dan merespon jika ada pengaduan. Pejabat yang diadukan diberikan form pengaduan warga. Agar pejabat tersebut bisa menindaklanjuti.

Masih lanjut Adji, yang juga ketua Pusat Pengolahan Data Informasi Publik (PPDIP) Jakbar, pengaduan yang masuk ke PPDIP secara koneksi langsung direspon oleh Respon Opini Publik (ROP), yang langsung dikoordinasikan ke Wagub DKI Jakarta.

“Permasalahan pengaduan yang direspon atau tidak oleh pihak wilayah langsung ketahuan ditingkat provinsi. Jadi tingka provinsi yang memberikan nilai baik atau nilai jeblok setiap proses pengaduan,” tandasnya. (jo-6)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.