Perlu Sosialisasi Masif, Banyak Orang Tua Tak Paham Kekerasan Anak

Fahira Idris
JAKARTA, JO- Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris menilai, masih banyak orang tua yang tak paham bahwa kekerasan yang dilakukannya terhadap anaknya berarti sudah melakukan tindakan kriminal dan bisa dipidanakan atau dipenjara.

Para orang tua ini, kata Fahira, menganggap melakukan tindakan kekerasan kepada anak adalah urusan internal keluarganya sehingga orang lain, apalagi negara tidak boleh ikut campur.

Hal itu disampaikan Senator asal DKI Jakarta ini, di Jakarta, Senin (6/7), karena dalam beberapa bulan terakhir ini, kasus kekerasan terhadap anak semakin menjadi saja.

Saat belum selesai rasa terkejut melihat ada orang tua yang begitu tega menelantarkan dan melakukan kekerasan terhadap lima anaknya di Cibubur, Bekasi Selatan, rasa kemanusian kita sangat terusik dengan kasus meninggalnya Engeline,8, yang terkubur di belakang rumah orang tua angkatnya, di Denpasar, Bali.

Baru-baru ini terkuak lagi dugaan tindakan penganiayaan ibu kandung kepada anak laki-lakinya di Cipulir, Jakarta Selatan, yang sudah berlangsung tahunan.

“Masih banyak orang tua yang tak paham bahwa mereka sudah melakukan kriminalitas terhadap anaknya," kata Fahira.

Fahira mengatakan, walau Indonesia sudah 13 tahun punya UU Perlidungan Anak (UU No 35/2014 tentang Perubahan atas UU No23/2002 tentang Perlindungan Anak), tetapi pemahaman masyarakat terhadap UU ini sangat minim.

Get the easiest, most engaging email marketing service anywhere, starting at only $8.16/month. Open your account now!

Bahkan dari hasil dialog Fahira dengan banyak orang tua, mereka tidak tahu sama sekali ada UU Perlindungan Anak. Sehingga tak heran, kekerasan fisik, seksual, dan psikologis terhadap anak dengan berbagai macam cara meningkat tiap tahun.

Bahkan, banyak pelaku kekerasan terhadap anak ternyata adalah orang-orang terdekatnya. Kondisi ini makin diperparah dengan keraguan masyarakat melapor ke pihak berwenang jika di lingkungannya ditemukan indikasi orang tua yang melakukan kekerasan terhadap anak.

“Rumah dan orang tua itu harusnya jadi ‘surga’ bagi tumbuh kembang anak-anak. Tetapi dari beberapa kasus yang terkuak, malah rumah paling banyak menjadi lokasi kekerasan anak dan orang terdekat terutama orang tua paling sering sebagai pelakunya,” ungkap Senator Asal Jakarta ini.

Menurut Fahira, jika saja sejak UU Perlindungan Anak diberlakukan, pemerintah dan stakeholders lainnya duduk bersama menyusun dan mengimplementasikan sistem perlindungan anak, kemungkinan besar kasus kekerasan terhadap anak tidak akan semarak seperti saat ini.

"Persoalan paling mendesak saat adalah merubah mindset masyarakat terkait perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak," sambungnya.

Dia menyerukan jika sistem atau cetak biru perlindungan anak ada, maka semua kementerian/lembaga diharuskan punya program-program sosialisasi perlindungan anak. Misalnya, Kementerian Agama punya program sosialisasi dan konsultasi bagi pasangan yang akan menikah mengenai hak-hak anak dan UU Perlindungan Anak termasuk ancaman pidananya.

"Atau Kominfo punya program sosialisasi yang masif bahwa kekerasan anak adalah tindakan kriminal dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Ini yang selama ini tidak ada di kita,” tukas Ketua Yayasan Abadi (Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri) ini. (jo-4)

$1/ mo Hosting + Free domain! Stick it to the doubters! Put your big idea online!

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.