Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pemkot Jakarta Barat.
JAKARTA, JO-Kinerja petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pemkot Jakarta Barat dikritisi. Pelayanan yang buruk dan tidak profesional dikuatirkan akan membuat program unggulan Pemprov DKI Jakarta ini kontrapoduktif yang justru memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat.

Seperti disampaikan sejumlah warga dan konsultan,buruknya pelayanan PTSP Jakarta Barat antara lain terlihat dari penerbitan Gambar Perencanaan Akhir (GPA), Izin Mendirikan Bangunan ( IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) tidak sesuai ETA (waktu) yang sudah ditetapkan oleh PTSP Jakarta Barat. Untuk GPA sendiri paling cepat selama empat bulan dan untuk proses IMB selama empat bulan.

"Jadi untuk mengurus GPA kantor dan hunian sampai diterbitkannya IMB minimal 8 bulan baru kelar. Itu tidak sesuai ETA (waktu) yang ditentukan," ucap salah seorang konsultan kepada media ini di Jakarta, Jumat (8/6/2018).

Konsultan yang tidak bersedia namanya disebutkan itu, menyebut waktu memohon GPA berkas dan cek lokasi sebelum dimulai kegiatan pembangunan kemudian GPA proses,minta revisi, dan minta melengkapi berkas pendukung seperti andalalin, PL banjir namun ditolak lagi.

"Bolak balik perbaikan berkas padahal itukan pakai anggaran, kita melengkapi itupun belum jelas kapan jadinya. Sedangkan konsultan itu bekerja pakai waktu penyelesaian sesuai aturan. Dengan kinerja seperti itu bisa menghambat proses pembangunan padahal biaya pembangunan itukan dipinjam dari bank. Kalau masalah ini tidak segera diatasi maka program pemerintah ini dinilai gagal," kata dia.

Sinaga, konsultan lainnya menyebut tidak profesionalnya PTSP Jakarta Barat itu membuat masyarakat menghadapi kesulitan. Selain permasalahan pengurusan GPA, polemik pengurusan SLF juga sangat rumit. Salah satu contoh pengurusan SLF salah satu yayasan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jalan KS Tubun, Kelurahan Slipi, Kecamatan Palmerah. IMB ada kegiatan pembangunan sudah selesai.

Pemohon mengajukan dengan persyaratan yang sudah ditentukan berdasarkan Pergub 129 Tahun 2012,dengan melampirkan buku pengkajian teknis dari pemilik IPTB arsitek, konstruksi, LAK dan LAL dan kelengkapan lainnya.Setelah berkas di PTSP selama 4 bulan lamanya, oleh PTSP menolak dengan meminta lagi rekom instalasi listrik dan rekom penangkal petir.

"Tentu kita menanyakan hal rekom tersebut diatur dimana? Dan untuk jenis bangunan seperti apa? Petugas PTSP tidak bisa menjelaskan tetapi menurut mereka berkas itu harus ada. Karena dipaksakan akhirnya kita menuruti dan mengurus rekom-rekom tersebut di BPTSP DKI, lalu melampirkan dan mengajukan permohonan SLF kembali," sambung Sinaga.




Lanjut Sinaga, setelah proses berjalan selama satu bulan, PTSP kembali menolak dengan alasan GSB dan jarak bebas. Konsultan kembali bertanya, dasar penolakan itu ada diatur di petaturan mana. Kenapa dari awal tidak diberitahu dengan jelas, terlebih masalah GSB dan jarak bebas terkesan mengada-ada.

"Menurut saya kuat dugaan PTSP Jakbar terindikasi menciptakan 'dinasti' untuk mengarahkan pengurusan karena diduga ada konsultan binaan mereka yang selama ini dicurigai. Jadi berkas permohonan ijin yang diduga melalui 'dinasti' mereka, maka akan diloloskan dengan iming-iming imbalan berupa uang yang tidak tanggung-tanggung besarnya. Hanya saja sumber yang sering transaksi dengan oknum PTSP tidak bersedia bersaksi/memberi tanggapan," katanya.

Masih kata Sinaga, sebenarnya permainan semacam itu sudah tidak rahasia umum lagi di kalangan pelaku jasa di lingkungan PTSP Jakbar.

Sinaga lalu meminta kepada Kepala Dinas PTSP DKI Jakarta untuk membentuk tim mengawasi oknum oknum nakal yang bermain di dalam lingkungan PTSP Jakbar. Dia juga memohon agar menempatkan petugas teknis sesuai bidangnya. Seperti koordinator teknis PTSP Jakbar dari sarjana ekonomi begitu juga dengan kepala PTSP Jakbar Johan Girsang adalah sarjana hukum.

"Jadi tidak nyambung jika kita konsultasi teknis. Bukan memberi solusi. Salah sedikit langsung buat surat penolakan padahal untuk mendaftar kembali butuh waktu lama," pintanya.

Dengan keberadaan petugas PTSP bekerja yang bukan bidangnya akan memperlambat proses pengurusan perijinan. Alangkah baiknya petugas teknis yang mengerti kontruksi dan berpengalaman bekerja sedikitnya selama 5 tahun.

Selain itu juga Sinaga meminta kepada Kepala Dinas PTSP untuk mengingatkan kepala PTSP Jakarta Barat Johan Girsang agar mau menerima keluhan masyarakat untuk berdiskusi tentang kendala yang dialami.Jangan menghindar dan sembunyi di ruangannya, tidak mau melayani masyarakat walau sudah membuat pesan untuk konsultasi. Lakukan yang terbaik untuk melayani masyarakat sesuai Visi dan Misi PTSP," ucapnya lagi.

Menurutnya, sesuai visinya-nya PTSP bisa memberikan solusi perijinan terhadap warga Jakarta.Memberi pelayanan yang terbaik. (jo-6)


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.