LPSK
JAKARTA, JO – Presiden Jokowi tetap pada komitmennya untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu seperti yang tercantum dalam salah satu Nawacitanya. Setelah sebelumnya bertemu dengan peserta Aksi Kamisan, Presiden Jokowi kemudian menggelar pertemuan khusus dengan pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengungkapkan, pada pertemuan yang berlangsung tertutup di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (8/6-2018) itu, Presiden Jokowi menyatakan, dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, ada dua jalan yang bisa diambil, yaitu melalui pengadilan HAM adhoc dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Kedua upaya itu jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Selain itu, kata Semendawai, Presiden Jokowi juga mendapatkan banyak masukan dari peserta Aksi Kamisan mengenai kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, mulai dari era tahun 1965 hingga pascareformasi. Tidak lupa, Presiden Jokowi juga mendukung segala upaya yang telah dilakukan LPSK bersama Komnasham dalam menangani para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

“LPSK menyambut baik komitmen Presiden Jokowi untuk tetap menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, dimulai dengan menemui para peserta Aksi Kamisan, hingga bertemu khusus dengan para pimpinan lembaga yang konsen menangani korban pelanggaran HAM berat masa lalu, salah satunya LPSK,” ujar Semendawai.

Kesempatan bertemu dengan Presiden Jokowi, kata Semendawai, dimanfaatkan pula untuk menyampaikan kerja-kerja LPSK yang aktif memberikan layanan bagi korban pelanggaran HAM berat masa lalu, sesuai mandat Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, seperti pada kasus 1965/1966, kasus Talangsari, kasus Tanjung Priok, kasus penghilangan orang secara paksa, kasus Mei 1998, kasus Jambu Keupok dan Simpang KKA di Aceh.

Semendawai mengatakan, mengenai dua mekanisme penyelesaian terhadap kasus pelanggaran HAM berat masa lalu seperti yang disampaikan Presiden Jokowi, pada prinsipnya LPSK sangat mendukung karena kedua mekanisme itu diatur secara jelas dalam Undang-Undang Pengadilan HAM. Penyelesaian melalui Pengadilan HAM adhoc, selain untuk menghukum pelaku, juga diharapkan bisa memberi dampak positif bagi korban yang selama ini sudah menunggu untuk mendapatkan kepastian hukum atas kasus yang menimpanya.




Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu juga penting untuk kepastian pemenuhan hak korban, seperti kompensasi (ganti rugi dari negara) maupun restitusi (ganti rugi dari pelaku). Karena sampai saat ini, pemenuhan kedua hak korban itu belum bisa dilakukan karena harus berdasarkan putusan pengadilan. Sementara di sisi lain, pengadilan HAM adhoc sampai saat ini belum juga terbentuk.

“Ganti rugi sangat berharga bagi para korban untuk mengganti kerugian yang diakibatkan tindakan pelanggaran HAM berat. Karenanya LPSK sangat mendukung langkah penyelesaian dari presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Adhoc,” tutur Semendawai.

Sementara mengenai pemberian layanan lainnya bagi korban korban pelanggaran HAM berat masa lalu, berupa layanan bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan psikososial, dan yang bertujuan mereparasi serta memulihkan kondisi korban, sudah dilaksanakan oleh LPSK. Hanya saja, dalam pelaksanaannya tidak dipungkiri terbentang sejumlah tantangan, mulai dari tuduhan negatif terhadap pelaksanaan tugas LPSK hingga ancaman-ancaman lainnya. Hal ini dikarenakan ada beberapa unsur masyarakat yang masih memiliki stigma negatif terhadap korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Berkaca dari sejumlah tantangan itu, lanjut Semendawai, rencana pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dinilai sebagai salah satu solusi yang tepat agar ditemukan fakta-fakta sebenarnya. Tidak kalah penting, adalah adanya rekonsiliasi di antara masyarakat, terutama yang terkait dengan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, korban bisa menjalani hidupnya dengan tenang.

Selain Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Jenderal LPSK, turut hadir dalam pertemuan di Istana Negara yakni Ketua dan Wakil Ketua Komnasham. Sementara dari pihak pemerintah, selain Presiden, hadir pula Menkumham, Mensesneg, Jaksa Agung, dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP). (jo-2)




Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.