Kerap Dikriminalisasi, Bagaimana Perlindungan Pembela HAM?

LPSK
JAKARTA, JO – Pembela hak asasi manusia (human rights defender) kerapkali mendapatkan kekerasan dan intimidasi saat melaksanakan tugasnya. Bahkan, tidak jarang di antara mereka ada yang dijadikan tersangka, baik terkait kasus yang dibelanya maupun kasus-kasus lainnya.

Mengingat meningkatnya jumlah pembela HAM yang dikriminalisasi, lantas bagaimana perlindungan yang seharusnya diberikan negara bagi pembela HAM? Topik ini menyeruak dalam diskusi Wakil Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila dengan pimpinan LPSK.

Menurut Siti, dari catatan Komnas HAM, intimidasi bahkan berujung kriminalisasi terhadap pembela HAM semakin meningkat beberapa waktu terakhir. Dia mencontohkan para pembela HAM di Tanah Papua, yang akhirnya dikriminalisasi dengan tuduhan ingin memperjuangkan kemerdekaan daerahnya dari NKRI.

Kasus terakhir menimpa para pembela HAM dari LBH Jakarta yang mendapatkan kekerasan dan ditangkap oleh pihak kepolisian setelah mendampingi aksi buruh.

“Intimidasi juga dirasakan mereka yang bersuara tentang LGBT,” kata Siti saat berdiskusi dengan Ketua Abdul Haris Semendawai dan wakil ketua, seperti Hasto Atmojo Suroyo, Askari Razak dan Lies Sulistiani di Jakarta, Selasa (29/3).

Siti mengungkapkan, upaya kriminalisasi terhadap pembela HAM juga terjadi di belahan dunia lain, tidak hanya di Indonesia. Hal ini dikarenakan pembela HAM sukses memperjuangkan dan mengadvokasi masyarakat terkait permasalahan HAM. Sementara di sisi lain, negara tidak siap melaksanakan kewajibannya mewujudkan hak-hak asasi manusia yang dimiliki warganya.

“Banyaknya pembela HAM dikriminalisasi, bagaimana perlindungan bagi mereka? Apakah dimungkinkan Komnas HAM dan LPSK memikirkan peluang perlindungan tersebut,” ujar dia.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, pembela HAM berperan dalam menyuarakan permasalahan HAM di Indonesia. Hanya saja, sampai saat ini belum ada dasar hukum yang khusus mengatur mengenai keberadaan pembela HAM.

Pembahasan akan hal ini sebenarnya sudah sejak lama, bahkan pascakematian pembela HAM, Munir. “Sempat ada wacana membuat UU khusus pembela HAM. Ada pula keinginan memasukkannya dalam revisi UU Komnas HAM. Tapi sampai saat ini belum berhasil direalisasikan,” kata Semendawai.

Selain belum adanya dasar hukum yang mengatur mengenai keberadaan pembela HAM, menurut Semendawai, permasalahan lainnya yaitu, siapa atau lembaga mana yang berhak mendefinisikan seseorang sebagai pembela HAM.

LPSK sendiri dalam upaya pemberian perlindungan, kata Semendawai, akan mengambil peran sesuai porsinya yang diamanahkan UU, seperti perlindungan yang pernah diberikan kepada aktivis ICW yang mendapatkan tindakan penganiayaan atau pendamping pada kasus kekerasan anak yang menimpa Engeline.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo. Menurut dia, LPSK bisa saja memberikan perlindungan asalkan disesuaikan dengan kewenangannya yang diatur melalui Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.

Namun, pihaknya tetap mendorong adanya dasar hukum yang pasti agar keberadaan pembela HAM ini benar-benar diakomodir dan perlindungan bisa diberikan.

“Revisi UU (Komnas HAM) dimungkinkan. Tapi butuh dorongan dari pihak-pihak yang konsen terhadap permasalahan HAM dan pembela HAM,” tutur dia. (jo-2)


Sebelum ke Yogyakarta, Cek Dulu Tarif Hotel dan Ulasannya Ke Bandung? Cek Dulu Hotel, Tarif dan Ulasannya Disini Cek hotel di Lombok, bandingkan harga dan baca ulasannya Liburan ke Surabaya? Cari hotel, bandingkan tarif dan baca ulasannya Cek hotel di Parapat, Danau Toba, bandingkan harga dan baca ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.